Warga +62 Sedang Tidak Baik, Siapa Tanggung Jawab?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Widya Rahayu (Lingkar Studi Muslimah Bali)

 

Banyaknya warga yang berkelimpungan mencari ruangan perawatan karena kamar rumah sakit penuh dengan pasien covid-19, Bagaimana tidak? Angka kasus COVID-19 semakin melonjak tinggi, menjadi trending topik di seluruh negeri. Ya Allah betapa dzalimnya negeri ini mendengar dan melihat berita kematian yang terjadi akibat virus ini. Hingga saat ini, per 23 Juli 2021, kasus terkonfirmasi positif COVID-19 sebesar 3.082.410, Sembuh 2.431.911, Meninggal 80.598 (Covid19.go.id, 23/07/2021).

Inkonsisten, kata yang tepat untuk pemerintah +62 saat ini, penerapan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat dengan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dengan berbagai istilah, mulai dari PSBB, PPKM, PPKM Mikro hingga PPKM Darurat yang diterapkan di Jawa dan Bali akibat penyebaran virus yang makin tak terkendali.

Kesenjangan si kaya dan si miskin makin tampak di negeri ini yang terlihat dari data indeks Badan Pusat Statistik (BPS). Terjadi ketimpangan ekonomi di beberapa kalangan, terutama para pedagang. Karena tidak semua bisa menerapkan WFH (Work From Home).

Ditambah lagi, meningkatnya kasus pasien isoman meninggal dan korban banyak yang berjatuhan. Tenaga medis lelah dan bertumbangan. Hingga tempat makam pun penuh. Mobil ambulance berjejer rapi sangat panjang di rumah sakit menjadi pandangan yang biasa. Memang, Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang menyusuri data dari kanal koalisi warga “Lapor COVID-19” yang menyebutkan sekitar 1.200 warga yang meninggal dunia saat menjalani Isolasi Mandiri (Isoman).

Tak hanya di wilayah Ibu Kota, pasien Covid-19 yang meninggal saat isoman juga terjadi di beberapa daerah, di antaranya lima orang di Riau serta Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Timur masing-masing tiga orang. Terakhir, dua orang di Kepulauan Riau dan satu orang di Kalimantan Barat. (Kompas, 14/7/2021).

Saat ini vaksinasi menjadi prioritas dalam mengendalikan pandemi, tentunya ketaatan kepada protokol kesehatan harus tetap dilakukan. Mengapa? Karena vaksinasi tidak akan efektif jika hanya menjadi solusi yang berdiri sendiri. Maka butuh solusi lain untuk menguatkan.

Vaksinasi berfungsi untuk mengurangi gejala yang timbul jika seandainya seeorang terkena COVID-19, namun tetap bisa menularkan ke orang lain jika tidak patuh pada protokol kesehatan (prokes).

Belum lama menjadi sorotan lantaran pulau Jawa dan Bali di tengah Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) Darurat Indonesia Kedatangan 20 TKA. Anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra mengatakan, peran pemerintah serta peran stakeholder berpengaruh besar terhadap apa yang akan dilakukan oleh masyarakat dalam lingkungan tersebut.

Hermawan mengatakan bahwa diperlukan koordinasi, komunikasi dan konsolidasi antara tokoh lingkungan atau aparatur pemerintah harus ditegakkan di lingkungan.
Tujuannya agar masyarakat dalam ruang kecil (mikro) agar berkomitmen dan untuk melaksanakan serta menerapkan aturan PPKM Darurat dari pemerintah pusat guna memutus rantai penyebaran Covid-19 (Liputan6.com, 04/07/2021).

Negeri tidak akan baik-baik saja dengan adanya sistem kapitalisme sekuler ini. Negeri butuh sistem Islam jika kita menginginkan negeri ini bisa kembali normal.

Melihat kondisi Indonesia saat ini yang tidak baik-baik saja, ada beberapa kesalahan fatal yang dilakukan pemerintah. Pertama, kurangnya kesiapan alat tempur. Dalam rekam jejaknya, pemerintah terlihat tidak siap menghadapi pandemi. Hal ini makin terlihat saat Indonesia mengalami lonjakan kasus Covid-19. RS penuh, ketersediaan oksigen yang terbatas, dan fasilitas RS yang tidak tercukupi.

Kedua, kebijakan penanganan pandemi yang inkonsisten, dilema dan berubah-ubah. Kebijakan ini pada akhirnya memiliki efek jangka panjang, yaitu proses tracing menjadi kocar-kacir. Saat ini, tracing makin sulit dilakukan karena mobilitas masyarakat yang terus berjalan.

Pemimpin adalah pengurus urusan rakyat. Ia akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang diurusnya. Apakah negara sudah memberikan layanan terbaik kepada rakyatnya? Dalam Islam, satu nyawa manusia sangat berharga.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455).

Islam sudah memberikan panduan sahih dalam menangani wabah, yaitu karantina wilayah atau yang biasa disebut dengan lockdown. Namun, solusi ini tidak menjadi pilihan utama bagi rezim hari ini. Mereka lebih memilih memprioritaskan pemulihan ekonomi ketimbang pemulihan sistem kesehatan.

Jika memang benar-benar serius agar pandemi ini berakhir, bersikaplah layaknya bapak ke anak-anaknya, bagaimana negara hadir memberikan layanan maksimal dan optimal. Jangan bikin kebijakan berputar-putar, tidak mengindahkan pendapat pakar, dan fokuslah pada pemulihan kesehatan.

Wallahualam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *