Virus Antraks: Bukti Masalah Kesehatan Butuh Solusi Sistemis 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Virus Antraks: Bukti Masalah Kesehatan Butuh Solusi Sistemis 

Oleh Nahida Ilma

(Mahasiswa Kesehatan)

Penularan antraks di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta masih menjadi buah bibir. Klaim pemerintah bahwa antraks sudah terkendali, namun kasus baru masih terus ditemukan. Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan antraks di Kabupaten Gunungkidul berhasil ditangani (Kontan.com, 16 Juli 2023). Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyatakan kasus antraks di Gunungkdiul bukan termasuk Kejadin Luar Biasa (KLB) sehingga tidak perlu menetapkan status KLB antraks (Tirto.id, 14 Juli 2023).

Disisi lain, media yang mengabarkan terkait warga yang bergejala penyakit antraks masih terus ada. Jumlah warga Gunungkidul bergejala Antraks bertambah (IDNtimes.com, 15 Juli 2023). Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul memeriksa dua warga di Kapanewon Semeru karena muncul luka mirip antraks (Kompas.com, 14 Juli 2023).

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunugkidul menyatakan bahwa merebaknya antraks ini tak lepas dari tradisi brandu yang masih kental bertahan di masyarakat (detikNews.com, 7 Juli 2023).

Terdapat dugaan bahwa tradisi terus berjalan akibat kondisi sosial-ekonomi masyarakat pedesaan. Dari sisi peternak, ada dorongan untuk mempertahankan nilai jual dari ternak. Sedangkan dari sisi masyarakat, ini sebagai upaya gotong royong membantu warga yang mengalami musibah (CNNIndonesia.com, 8 Juli 2023).

Tradisi brandu merupakan tradisi penyembelihan sapi sakit atau mati yang nantinya daging hasil penyembelihan dijual murah dan uangnya dikumpulkan untuk membantu pemilik sapi (detikNews.com, 7 Juli 2023).

Dari sini dapat dilihat bahwa budaya brandu dengan jelas menunjukkan potret kemiskinan di tengah masyarakat. Tidak bisa dipandnag sebelah mata, harga daging segar dan sehat memang mahal dan hanya bisa dijangkau oleh kalangan tertentu. Sehingga ketika terdapat daging yang murah, masyarakat tergiur untuk membelinya meski mereka tahu jika mengkonsumsi daging murah tersebut berbahaya. Mahal murahnya harga saat ini tidaklah ditentukan oleh mekanisme pasar, namun campur tangan para kapital yang memonopoli pasar.

Hal demikian merupakan sebuah keniscayaan yang lumrah terjadi dikarenakan system kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Disisi lain, kapitalisme juga membuat tingkat literasi masyarakat rendah. Sebab mindset kapitalisme membuat manusia harus meraih kepuasan materi dengan cara apapun. Akhirnya, masyarakat miskin yang ingin mengkonsumsi daging menjadi terbiasa mengkonsumsi binatang yang sudah sakit.

Sosiolog UGM, Derajat Sulistyo Widhyarto menyebutkan adanya warga yang menggali sapi mati untuk kemudian dikonsumsi menunjukkan lemahnya pengetahuan masyarakat terkait penyakit antraks (Kompas.com, 12 Juli 2023).

Penularan antraks sebenernya bukan barang baru di Gunungkidul, dalam beberapa tahun terakhir penularan antraks terus ditemukan (CNNIndonesia.com, 8 Juli 2023). Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpi menjelaskan bahwa kasus antraks ada setiap tahun dan tidak bisa hilang (Tirto.id, 14 Juli 2023)

Kapitalisme juga membuat negara lalai mengurus rakyat dimana dibuktikan dengan tidak optimalnya negara dalam menghilangkan budaya brandu sehingga tradisi yang membahayakan ini terus berlangsung. Padahal budaya tersebut, selain membahayakan masyarakat, juga melanggar aturan agama yang mengharamkan memakan bangkai.

Hal ini tentu saja berbeda dengan Negara yang menerapka Islam Kaffah yakni Khilafah. Negara Khilafah berdiri atas dasar aqidah islam sehingga keberadaanya adalah sebagai wujud praktis penerapan syariat Islam. Negara memiliki tugas riayah su’unil ummah yakni sebagai pengurus (periayah) umat yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Al Bukhari).

Karena itu, khilafah sangat peduli kepada rakyatnya. Negara akan melakukan dan menetapkan kebijakan yang terbaik agar masyarakatnya mendapat kelayakan kehidupan dan kesejahteraan.

Maka dalam Khilafah, budaya brandu tidak akan dibiarkan berkembang karena budaya tersebut membahayakan nyawa manusia dan disebutkan salam syariat bahwa tidak boleh melakukan perbuatan membayakan diri sendiri serta orang lain.

“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain” (HR. Malik dalam al-Muwaththa’, ad-Darquthni, Al-Baihaqi, Al-Hakim)

Selanjutnya, khilafah akan mengedukasi masyarakat terkait pentingnya menjaga kesehatan dan memakan makanan yang halal lagi thayyib (makanan yang sehat, tidak berlebihan dan aman dimakan). Karena Allah swt memerintahkan hal terserbut dalam QS. Al-Maidah ayat 88

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”

Khilafah pun akan mengedukasi masyarakat supaya tercipta masyarakat yang memiliki syakhsiyah islam sehingga mayarakat akan mampu berfikir dan bersikap benar sesuai dengan syariat. Dengan demikian mereka dapat menghukumi fakta dengan benar sehingga budaya membahayakan di masyarakat seperti brandu tidak akan membudaya dimasyarakat. Bergotong royong dan saling membantu merupakan aktivitas yang benar bahkan dianjurkan dalam syariat. Namun memakan hewan yang sakit, tentu ini perbuatan yang membahayakan.

Masyarakat akan diedukasi terkait bagaimana memperlakukan hewan sakit antraks sebagaimana mestinya yaitu mengubur bangkai hewan terinfeski dan tidak menyembelihnya. Hal ini dikarenakan, secara qadar, bakteri menyebabkan antraks yaitu Bacillus Anthraksis dapat tumbuh subur di dalam tubuh dan segera menjadi spora apabila berada diluar tubuh ketika kontak dengan udara luar.

Penyakit antraks yang menyerang hewan ini juga bisa menginfeksi manusia. Ketika spora berhasil masuk ke dalam tubuh binatang atau manusia, spora menjadi aktif dan dapat berkembang biak sehingga dapat menyebar ke seluruh tubuh hingga menimbulkan penyakit (Kompas.com, 6 Juli 2023). Spora bisa bertahan bertahun-tahun, bahkan sampai 50 tahun (Tirto.id, 14 Juli 2023). Oleh karena itu hewan yang mengidap penyakit antraks tidak boleh dibedah dan harus segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.

Dengan syakhsiyah islam tersebut, para peternak akan mengupayakan secara optimal agar hewan ternaknya senantiasa dalam keaadaan sehat dan tidak tertular penyakit hewan. Seandainya tetap tertular, maka mereka akan bersebar dengan musibah tersebut serta mereka menyadari dan tidak akan menjual daging hewan ternaknya kepada warga yang lainnya karena hal tersebut membahayakan.

Selain itu, daging adalah sumber protein yang dibutuhkan warga untuk mencukupi kebutuhan gizinya. Maka khilafah juga akan menerapkan system ekonomi slam yang akan menjamin setiap warga mampu menjangkau harga kebutuhan pokok termasuk membeli daging. Akan tetapi jika khilafah sudah mengedukasi dan tetap ada warga yang melakukan hal tersebut, khilafah tidak akan segan-segan memberi hukuman ta’zir kepada para pelaku dikarenakan perbuatan mereka membahayakan orang lain bahkan dapat menghilangkan nyawa.

Demikianlah, negara islam dalam mencegah dan menindaklanjuti wabah antraks agar tidak berkembang di masyarakat. Tradisi brandu terus berulang, kasus antraks perlu penanganan sistematis (Kompas.com, 12 Juli 2023).

 

Wallahua’lam bi Ash-Showab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *