Urgenkah Sertifikasi Wawasan Kebangsaan bagi Da’i?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S. Pd (Aktivis Muslimah)

 

Miris! Sekali lagi heboh Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). TWK telah sukses menghebohkan publik saat tes pegawai KPK alih status PNS. Kini wacana TWK rupanya diikuti Kementrian Agama untuk sertifikasi da’i.

Kementerian Agama (Kemenag) berencana menggelar sertifikasi wawasan kebangsaan untuk para pendakwah. Sertifikasi ini merupakan bagian dari program moderasi beragama. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan para pendakwah akan mengikuti bimbingan teknis (bimtek) terlebih dahulu. Setelah lulus, mereka akan mendapat sertifikat dari pemerintah. “Diharapkan para dai yang sudah terbina akan bertambah wawasan serta kompetensi keilmuannya dan memiliki integritas kebangsaan yang tinggi,” kata Yaqut dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama (CNN.com, 2/6/2021).

Sertifikasi TWK untuk pendakwah memang layak untuk dikritisi. Terlepas dari beragam argumen Kemenag yang menyatakan urgensi TWK tersebut. Apalagi hal ini berkaitan dengan moderasi agama yang selama ini digencarkan Kemenag.

Wawasan kebangsaan yang kuat akan mampu mewujudkan moderasi agama. Yang mana bertujuan menampilkan Islam yang ramah, toleran dan tidak kaku. Moderasi agama akan menepis radikalisasi agama sehingga akan terbuka dengan pemikiran barat.

Analis Islam terkemuka di AS, Robert Spencer, menyebut kriteria seseorang yang dianggap sebagai muslim moderat antara lain: menolak pemberlakuan hukum Islam kepada nonmuslim; meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum Islam; menolak supremasi Islam atas agama lain; menolak aturan bahwa seorang muslim yang beralih pada agama lain (murtad) harus dibunuh; dan lain-lain. (Muslimahnews, 7/5/2021)

Sertifikasi dai akan menampilkan sosok dai yang moderat dan toleran dalam dakwah semisal dengan melakukan pendekatan budaya setempat. Hal ini sebenarnya telah menuai pro-kontra karena sudah diwacanakan sejak Kemenag Lukman Hakim hingga sekarang. Entah apa urgensi dari sertifikasi da’i hingga terlihat genting bagi negeri ini.

Munculnya beragam problematika umat sebenarnya sangat butuh sosok dai yang memberikan edukasi dan pemahaman yang benar tentang agama hingga menemukan solusi terbaik dalam kehidupan. Bukan justru para pendakwahnya yang disertifikasi dengan program moderasi yang akan mengaburkan pemahaman umat tentang Islam karena disampaikan dengan menyesuaikan atau toleran terhadap pemikiran barat.

Sangat tak layak mempertanyakan kualitas wawasan kebangsaan para da’i melalui sertifikasi yang didalamnya terdapat TWK. Pasalnya keberadaan para da’i di tengah-tengah umat sebenarnya adalah wujud cinta atau kepedulian terhadap negeri ini. Para da’i nyata mengedukasi umat dengan pemikiran dan pemahaman Islam di tengah krisis multidimensi yang melanda hingga mampu memberikan kontribusi terbaik untuk negeri ini.

Kompetensi da’i tak layak dinilai melalui sertifikasi wawasan kebangsaan. Akan tetapi dinilai berdasarkan ketaatan para da’i terhadap perintah dan larangan Allah SWT, penguasaan atau pemahaman keilmuan, kelurusan dan keistiqomahan dalam kebenaran sesuai Al Qur’an dan as Sunnah. Bukan ditentukan berdasarkan pertimbangan manusia yang tidak berasaskan Islam.

Adanya sertifikasi da’i akan memunculkan label tertentu di tengah-tengah umat semisal “da’i radikal”, “da’i anti rezim” dan sebagainya bagi da’i yang tak lolos sertifikasi. Padahal bisa jadi secara keilmuan dan pemahaman Islam sangat kompeten dan lurus. Sedangkan da’i yang lolos sertifikasi akan mendakwahkan Islam sesuai kepentingan pihak-pihak tertentu yang dinilai mengutamakan toleransi. Nampaknya hal ini sangat sejalan dengan arahan Barat dalam memecah-belah kaum muslim melalui label radikal dan moderat.

Para pendakwah atau da’i sejatinya tak perlu sertifikasi. Karena tujuan hakiki dari dakwah adalah dalam rangka menyampaikan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Hal ini diwajibkan dalam Islam. Berdakwah bukan hanya kewajiban para da’i akan tetapi bagi setiap individu muslim.

“Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi)

Adapun seruan dakwah bagi penguasa, hal ini tak selayaknya ditakuti atau dianggap musuh. Karena hal itu termasuk dalam rangka muhasabah atau mengoreksi kinerja penguasa agar lebih baik dan tak menzalimi rakyat. Selain itu juga termasuk wujud cinta terhadap negeri.

Rasulullah saw. bersabda,

“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kalimat yang haq (kebenaran) kepada penguasa yang zalim.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Sertifikasi da’i sebenarnya bukan hal penting untuk dilakukan. Mengingat negeri ini tengah dilanda krisis multidimensi yang seharusnya butuh kehadiran sosok-sosok para pendakwah di tengah umat yang bertujuan mulia yakni mengedukasi umat dengan pemahaman Islam yang benar sehingga tak terjebak oleh pemikiran asing yang merusak (sekulerisme, liberalisme, feminisme dan sebagainya).

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *