TTPO Meresahkan Dunia Pendidikan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

TTPO Meresahkan Dunia Pendidikan

 

Oleh Rindi

(Aktivis Remaja Andoolo)

 

Kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kembali terjadi di negeri ini. Kasus ini menyebabkan kurang lebih 11 mahasiswa perguruan tinggi negeri di Sumatra Barat menjadi korban. Beberapa mahasiswa Indonesia menjadi korban perdagangan orang bermoduskan program magang di Jepang. Sesampainya di sana, mereka malah dijadikan buruh dan bekerja selama 14 jam, bahkan tidak diperbolehkan untuk beribadah.

Dirtipidum Bareskrim Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengungkapkan, kasus ini terbongkar ketika dua korban TPPO berinisial ZA dan FY melapor ke KBRI Tokyo, Jepang. Mereka bersama sembilan mahasiswa lainnya dikirim oleh sebuah politeknik untuk magang di Jepang, tetapi ternyata malah dijadikan buruh.

Dikutip dari kompas.com, komisioner komisi nasional hak asasi manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah mengatakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang sudah terjadi sejak 15 tahun lalu. Ia menjelaskan, modus ini menyasar anak-anak tingkat SMK dan mahasiswa program magang (8/7/2023).

Jelas peristiwa ini sangat meresahkan para orang tua. Mereka sudah berharap anaknya ke luar negeri karena pendidikan, ternyata malah diperbudak. Hal ini tentu saja menampar dunia pendidikan kita, magang jelas berbeda dengan bekerja. Magang seharusnya menjadi jalan pembelajaran secara langsung bagi peserta didik di lapangan sebagai bekal memasuki dunia kerja. Hal yang sama pun patut kita waspadai untuk program serupa, yakni PKL (praktik kerja lapangan) atau Prakerin (praktik kerja industri) yang tidak lain adalah program wajib siswa SMK agar dapat naik kelas.

Namun, dengan adanya kasus politeknik tadi, jelas bahwa program magang ternyata bisa disalah gunakan oleh kerakusan oknum. Saat peserta didik magang, mereka dianggap bisa dipekerjakan tanpa gaji karena dianggap sebatas magang. Sebaliknya, hal ini justru membuktikan adanya peluang eksploitasi terhadap peserta didik demi keuntungan oknum itu sendiri.

Kita ketahui bahwa, berdasarkan kutipan di laman resmi Kemendikbudristek, program magang atau yang secara resmi disebut magang bersertifikat, sejatinya merupakan bagian dari program kampus merdeka yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar dan mengembangkan diri melalui aktivitas di luar perkuliahan.

Selain mencoreng dunia pendidikan secara umum dengan jargon besarnya “kerja” dan “kerja”, bagaimanapun sistem pendidikan sekuler-kapitalis akan selalu berpeluang ditunggangi oleh motif-motif kapitalistik. Bahkan jika peserta didik tidak magang pun, saat memasuki dunia kerja di masa selanjutnya mereka juga tidak akan jauh dari status sebagai buruh pintar.

Hal ini berkebalikan dengan sebagian mereka yang lahir dari keluarga kaya atau keturunan pemilik modal yang sering kali menganggap pendidikan tidak terlalu penting. Bagi mereka, lebih penting untuk pintar mencari uang.

Semua ini tentu sangat berbeda dengan profil peserta didik yang menjadi output sistem pendidikan Islam. Dalam sistem pendidikan Islam, target besarnya adalah mencetak generasi berkepribadian Islam, bukan menjadi pekerja. Ilmu pengetahuan dan tsaqafah Islam yang diperoleh selama masa pendidikan dijadikan sebagai bekal untuk memberi solusi bagi problematik kehidupan, bukan sekadar meraih gelar. Oleh karena itu, jelas sistem pendidikan Islam sajalah sistem pendidikan terbaik yang dengannya juga mampu menghasilkan output terbaik.

Selain ilmu pengetahuan dan tsaqafah Islam, peserta didik dalam sistem pendidikan Islam juga memperoleh pemahaman mengenai hakikat bekerja menurut Islam yang disertai seluruh keahlian maupun pelatihan yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja. Bekerja adalah salah satu jalan mencari nafkah. Hukum asal bekerja bagi laki-laki adalah wajib, sedangkan bagi perempuan adalah mubah (boleh).

Di samping itu, Islam telah menggariskan jalur lain perolehan harta selain bekerja, misalnya dengan zakat, kepemilikan harta waris, serta pemberian harta oleh negara. Islam juga menetapkan beragam mekanisme syar’i untuk mengelola harta sehingga kaum muslim tidak terjebak akad batil seperti riba, judi, dan penipuan.

Demikianlah, sistem Islam akan berjalan yang tentunya hanya bisa dengan naungan Khilafah. Pendidikan adalah bagian dari urusan publik yang penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab penguasa.

Begitu juga perihal sektor tenaga kerja, sangat memerlukan andil penguasa untuk mengaturnya. Ini semua sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Wallahu’alam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *