Tren Aborsi: Moral Generasi Ternodai Akibat Sekularisasi-Liberalisasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tren Aborsi: Moral Generasi Ternodai Akibat Sekularisasi-Liberalisasi

Lia April

(Pendidik Generasi)

 

Rasulullah SAW berpesan manfaatkan lima perkara, sebelum lima perkara. Salah satunya yaitu gunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu. Generasi hari ini adalah pemimpin hari esok. Sedangkan generasi dambaan umat adalah generasi yang mampu menjadi agen perubahan menuju ke arah kebangkitan yang dibekali dengan ilmu dan ketakwaan. Namun, gambaran generasi saat ini berbanding terbalik dengan harapan mencetak generasi yang tangguh, beriman dan bertakwa.

Sebagaimana dikutip dari KBRN, Jakarta: kasus aborsi ilegal kembali mencuat ke permukaan setelah tangkapan lima perempuan terduga pelaku aborsi yang ditangkap di sebuah klinik yang berlokasi di sebuah apartemen Kelapa Gading, Jakarta Utara. Menariknya, beberapa terduga pelaku hanya lulusan SMP dan SMA tanpa latar belakang medis.

Sosiolog Musni Umar mengaitkan kasus aborsi ilegal dengan pergaulan bebas yang berkembang di masyarakat. “Upaya pencegahan tidak hanya sebatas menangkap pelaku, tetapi juga membangun kesadaran moral dan spiritual di masyarakat. Orang tua dan guru perlu terus menyampaikan pesan-pesan moral agar anak-anak tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan,” kata Musni menegaskan.

Sungguh ironis melihat kondisi generasi muda saat ini. Dari mulai adab, sopan santun, perilaku hingga tata cara pergaulan yang dilakukan sehari-hari. Terutama perilaku dan pergaulan generasi muda saat ini yang lebih mengedepankan kebebasan dalam bertingkah laku. Mengapa hal demikian bisa terjadi?

Pergaulan bebas hingga berujung pada maraknya kasus aborsi tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh cara pandang sekuler-liberal yang tertanam di benak generasi muda. Cara pandang seperti ini telah menjauhkan generasi muda dari agama. Memisahkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Agama hanya digunakan pada saat melakukan ibadah ritual saja. Sedangkan dalam pergaulan, peran agama dijauhkan dan mendewakan kebebasan bertingkah laku.

Alhasil, pergaulan generasi saat ini tidak mengindahkan norma syariat dalam pergaulan terutama dengan lawan jenis sehingga sangat rawan terjadinya ikhtilat, berkhalwat, pacaran bahkan sampai terjadinya perzinahan. Dari perzinahan inilah yang akan mendorong pelakunya untuk melakukan aborsi terhadap janin yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Perzinahan dan yang lainnya sudah dianggap hal yang biasa terjadi. Padahal Allah SWT secara jelas telah melarang perzinahan sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Isra ayat 32 :

“Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.”

Begitupun Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila telah tampak zina dan riba di suatu kampung, sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah bagi mereka.” (HR. Ath-Thabrani dan al-Hakim).

Sistem yang rusak ini tidak hanya di ranah pergaulan saja namun di sistem pendidikan, sistem informasi maupun sanksi. Namun, berbeda dengan Islam. Islam bukan hanya sebuah agama namun di dalamnya terdapat serangkaian aturan yang diturunkan Allah SWT sebagai sang Khaliq untuk mengatur dan menjaga manusia agar hidup sesuai dengan syariat-Nya.

Dalam pendidikan, Islam menggunakan sistem pendidikan dengan kurikulum yang berlandaskan aqidah Islam. Dengan sistem ini akan terbentuk masyarakat yang islami dan berkepribadian Islam sehingga akan mampu mencegah terjadinya kemaksiatan seperti perzinahan. Karena setiap individu di masyarakat mempunyai kontrol yang kuat untuk saling amar ma’ruf nahi mungkar.

Dalam sistem informasi, Islam akan memfilter semua informasi dan tayangan yang beredar di masyarakat. Karena saat ini hampir semua tayangan di media baik itu film, sinetron, maupun iklan berbau pornografi dan pornoaksi. Sehingga, hal ini akan memberikan stimulus munculnya naluri seksual bagi generasi yang akhirnya menuntut adanya pemenuhan. Maka tak heran jika kasus pemerkosaan bahkan perzinahan makin merajalela.

Dalam sistem sanksi, Islam pun akan tegas dalam pemberian sanksi. Seperti halnya kasus perzinahan, maka sanksi bagi pelaku adalah hudud. Yaitu apabila pelakunya belum menikah maka dicambuk 100 kali sedangkan bagi yang sudah menikah maka akan di rajam sampai meninggal. Sanksi dalam Islam menjadi zawabir (pencegah) dan zawajir (penebus). Hal ini pun pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW meminta wanita pelaku zina dari (kabilah) Juhainah yang tengah hamil melahirkan bayinya dan menyusuinya sebelum wanita itu dijatuhi sanksi.

Sungguh, Islam hadir sebagai rahmatan lil ‘alamiin. Penerapan syariat Islam secara kaffah akan mampu menghapuskan semua perilaku yang rusak dan merusak. Islam melarang perzinahan dan mengharamkan upaya pembunuhan manusia seperti aborsi. Penerapan syariat secara kaffah akan mampu memahami tujuan hidup yang sesungguhnya, yaitu untuk beribadah kepada Allah, menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta berusaha selalu menggapai ridha-Nya. Islam akan mampu mencetak generasi yang tangguh, berkepribadian Islam, dan mampu menbangun peradaban. Hal ini semua hanya bisa terwujud dalam naungan Daulah Khilafah.

Wallahu ‘alam bhishshowab…

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *