Tontonan Sebagai Tuntunan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Wulandari Muhajir

 

Siapa yang tidak mengenal tingkah lucu kakak beradik, nussa dan rara? Bagi penikmat tontonan animasi se-Nusantara, tentu tidak asing dengan tingkah menggemaskan dari dua bocah cilik beserta teman-temannya. Kabar baiknya, kepopuleran animasi buatan anak Indonesia tersebut bahkan sudah sampai ke negara Ginseng, korea selatan.

Dilansir dari Detikhot (21/06/2021) Film animasi Nussa dipromosikan tampil di world premiere Korea Selatan, tepatnya di festival Bucheon International Fantastic Film Festival (BIFAN). Acara tersebut dilaksanakan mulai 8 hingga 18 Juli 2021.

Seperti kata pepatah, semakin tinggi pohon, maka semakin kencang pula angin yang mengguncangnya. Dipuncak kepopuleran animasi Nussa dan Rara, ada saja orang-orang yang sakit hati, mereka menebarkan opini beracun. Barisan sakit hati ini menuduh nussa dan rara tidak sesuai dengan konsep nusantara. Tuduhan itu bukan hanya satu dua kali. Sering. Bahkan mereka menuduh tanpa ampun dan tanpa bukti. Yang berakibat pada dilarangnya animasi Nussa dan rara muncul di televisi beberapa waktu lalu.

Padahal kehadiran Nussa dan Rara seolah seteguk air ditengah kegersangan padang pasir. Lihat saja tontonan yang sangat tidak layak sebagai tuntunan ini berserak dimana-mana, mulai dari drama saling bersiteru, prank, dan tontonan yang sangat liberal lainnya, bahkan tontonan yang penuh dengan adegan dewasa pun tidak ketinggalan berselancar kemana-mana dan siap menerkam, mengguncang, serta mendangkalkan aqidah dan akhlak generasi penerus bangsa.

Pada tahun 2015 Indonesia masuk peringkat 12 dunia di bawah Lesoto, Papua Nugini, dan Malaysia, lewat pencarian film dewasa. Di tahun yang sama, angka milenial Indonesia pengakses situs pencarian film dewasa terbanyak dua di bawah India. Porsi milenial 74 persen, dan usia lebih tua sebesar 26 persen. Alhasil, dari data itu, Indonesia masuk statistik besar industri film biru dunia (Nalar.ID, 02/12/2018).

Kenyataan tersebut tentu membuat kita bingung. Pertama, negara seolah-olah absen dalam memproteksi warga negaranya dari tontonan menjijikkan itu. Kedua, mengapa mereka sangat berisik dengan animasi Nussa Rara yang jelas membawa banyak kebaikan didalamnya, dan sebaliknya bungkam dengan fakta dan data tentang film biru atau tontonan tidak bermoral lainnya yang merangsek keseluruh penjuru Nusantara.

Inilah wajah dari negara kita saat ini, liberal. Mengabaikan syariat islam dan lebih memilih sistem aturan yang diwariskan para penjajah barat, demokrasi. Maka tidak heran jika masyarakatnya pun lebih condong pada kebudayaan barat, yang berakibat pada merasa asing bahkan alergi dengan sesuatu yang berbau islam.

Diwaktu yang sama diaat masyarakat mulai terbuka dengan pemikiran asing barat, dengan liciknya negara-negara barat terus membordardir anak-anak bangsa dengan produk-produk rusak mereka. Dengan  menunggangi konsep HAM atau kebebasan, mereka dengan mudah  mendangkalkan aqidah dan akhlak anak.

Benarlah sabda Rasulullah bahwa kelak umat islam akan mengikuti gaya hidup orang-orang kafir.

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim).

Maka budaya maupun pemikiran asing yang merusak ini harus dihentikan. Dan satu-satunya yang mampu menghentikannya adalah dengan menanggalkan demokrasi, yang mana sistem inilah yang menjadi pintu bagi asing untuk pemikiran dan budaya rusak mereka kepada umat manusia, terkhusus umat islam.

WalLahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *