Tingginya Kasus Kekerasan Anak Bukti Rusaknya Fungsi Keluarga Dalam Sistem Sekuler

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tingginya Kasus Kekerasan Anak Bukti Rusaknya Fungsi Keluarga Dalam Sistem Sekuler

Oleh Fatmawati

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Seorang ibu di Subang tega melakukan pembunuhan sadis terhadap anak kandungnya sendiri tepatnya pada tanggal 4 oktober 2023. Tanpa belas kasih si ibu membanting, menindih, menyumpal, memukul bahkan membuang anaknya sendiri ke sungai dalam kondisi hidup dan tangan terikat ke belakang, parahnya di dalam menjalankan aksinya si ibu dibantu oleh kakek dan paman korban. Kejadian ini dipicu emosi si ibu karena si anak sering mengambil hpnya meski pada akhirnya dikembalikan (kompas.com, 08/10/2023).

Saat penyelidikan terungkap jika korban Rauf 13 tahun ternyata memiliki keluarga yang broken home. Bapak dan ibunya sudah bercerai setahun yang lalu. Setelah perceraian ia tinggal bersama sang ibu, namun ia lebih sering tidur di pos ronda, bahkan agar bisa makan ia meminta makanan atau mencuri ditempat warga. Pada hari kejadian ia pulang ke rumah kakeknya melalui atap rumah. Pada saat itulah sang kakek memergokinya dan timbul lah keributan.

Kasus Rauf bukanlah satu-satunya kasus kekerasan anak yang terjadi di lingkungan keluarga, melainkan kasus ini menunjukkan peningkatan bahkan sudah pada level darurat dan mengkhawatirkan. Berdasarkan data KPAI sepanjang 2011-2021, kasus pada klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif memiliki jumlah kasus tertinggi. Di tahun 2022 saja terdapat 1.706 kasus pemenuhan hak anak berasal dari klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, contohnya kasus ibu menggelonggong anaknya dengan air hingga meninggal, ibu yang meracuni anaknya, ibu yang mengajak anaknya bunuh diri dari lantai atas, ibu yang menbuang bayinya,belum lagi kasus kekerasan seksual dan kekerasan verbal.

Sungguh miris seorang anak menjadi korban kekerasan ibu dan kerabat dekat dalam keluarga. Padahal keluarga sebenarnya memiliki peran penting dalam mewujudkan kebaikan. Keluarga merupakan benteng terakhir perlindungan anak apabila ia merasa terancam dan keluarga lah tempat yang tepat untuk bernaung.

Melihat kasus terbunuhnya seorang anak oleh ibunya serta keluarga dekat, menunjukkan tidak berfungsinya keluarga. Terlebih hilangnya fungsi religiusitas, tidak adanya fungsi agama dalam keluarga, menjadikan setiap masalah yang dijumpainya dihadapi dengan emosi, hilangnya kendali diri, putus asa, perceraian, pembunuhan dan kejahatan yang lain.

Buah dari Sistem sekuler

Penerapa sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan dalam negeri ini berperan besar dalam memicu munculnya berbagai faktor yang merusak fungsi keluarga.

Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan keluarga muslim jauh dari pemahaman islam yang sohih dan kaffah. Alhasil hukum-hukum islam yang sejatinya memiliki aturan yang komprehensif dalam keluarga sudah tidak dijadikan pedoman dalam kehidupan keluarga muslim.

Disisi lain derasnya arus kapitalisasi dan liberalisasi turut menggerus nilai-nilai islam dalam keluarga akibatnya masalah demi masalah menimpa keluarga muslim hingga semakin parah, sebagai konsekuensi tidak dipahaminya dan tidak dilaksanakannya nilai-nilai islam.

Berbagai solusi penyelesaian sudah ditempuh diantaranya pembangunan keluarga, kota layak anak, komisi perlindungan anak bahkan undang-undang perlindungan anak pun tidak mampu menuntaskan persoalan tersebut sebab semua ini dibangun dengan ruh sekulerisme dan kapitalisme sehingga tidak menyentuh akar masalah bahkan dari sini tampak bahwa negara abai terhadap pengurusan urusan rakyat utamanya keluarga.

Solusi Islam

Islam memiliki paradigma yang khas dalam kasus kekerasan dan kejahatan ini dengan penetapan aturan yang integral dan komprehensif. Pilar pelaksanaan aturan islam adalah individu atau keluarga, masyarakat dan negara.

Individu dan keluarga

Keluarga adalah tempat pertama bagi manusia memahami makna hidup. Keluarga dalam islam memiliki kewajiban membentuk kepribadian islam kepada seluruh anggota keluarganya. Keluarga menjadi madrasah pertama yang mengajarkan hukum-hukum islam kepada seluruh anggota keluarga sehingga menumbuhkan jiwa ketaatan kepada Allah. Keluarga juga harus memastikan anggota keluarganya sehat baik fisik maupun psikis dan menjadi tempat lahirnya generasi berkualitas.

Masyarakat

Masyarakat juga wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Budaya saling menasehati tumbuh subur dalam masyarakat islam, jika ada kemaksiatan atau tampak ada potensi munculnya kejahatan, masyarakat tidak akan diam, mereka akan mencegahnya atau melaporkan pada pihak berwenang. Masyarakat juga wajib mengontrol peran negara sebagai pelindung rakyat. Jika ada indikasi bahwa negara abai terhadap kewajibannya, maka masyarakat akan melakukan koreksi kepada penguasa sebagai bentuk muhasabah lilhukkam.

Peran Negara

Negara memiliki tanggungjawab sebagai penganyom, pelindung dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya demikian juga anak. Nasib anak menjadi kewajiban negara untuk menjaminnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya” ( HR. al-Bukhari, Muslim).

Mekanisme perlindungan dilakukan secara sistemik melalui penerapan berbagai aturan syara’ yaitu :

Penerapan sistem ekonomi islam. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyat perindividu sehingga negara wajib menyediakan lapangan kerja yang cukup dan layak agar kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya sehingga tidak ada anak yang terlantar dan jauh dari krisis ekonomi yang dapat menyebabkan kekerasan anak akibat orang tua yang stres. Para ibu akan fokus pada fungsi mendidik dan mengasuh anak.

Penerapan sistem pendidikan. Negara menetapkan kurikulum berdasarkan akidah islam yang akan melahirkan individu yang bertakwa mampu melaksanakan seluruh hukum syara’ dan membentuk kepribadian islam pada setiap individu muslim. Negara juga memenuhi segala sarana dan prasarana pendidikan dengan kualitas yang terbaik dan terjangkau oleh semua rakyat. Alhasil pendidikan yang berbasis islam akan mencetak ilmuwan yang menguasai berbagai ilmu sekaligus ulama.

Dalam sistem sosial, negara mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan syariat, diantaranya menutup aurat bagi wanita, tidak berbaur, tabarruj dimana hal ini merupakan sumber perselingkuhan dan perceraian dalam rumah tangga. Selain itu negara juga mengatur berita dan informasi yang disampaikan oleh media hanyalah konten yang akan membina dan menumbuhkan ketakwaan.

Terakhir adanya penerapan sistem sanksi yang tegas terhadap para pelaku kejahatan termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan dan penganiayaan anak. Hukuman yang tegas akan membuat jera dan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan.

Demikianlah negara hadir mengatur dan mengurus urusan rakyat dengan hukum syariat sehingga islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam dan anak-anak akan tumbuh dan berkembang menjadi generasi pemimpin yang berpengaruh pada pembentukan peradaban islam yang gemilang.

Wallahu a’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *