Tiktok Shop di Tutup Demi Melindungi UMKM dan Pedagang, Benarkah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tiktok Shop di Tutup Demi Melindungi UMKM dan Pedagang, Benarkah?

Oleh Novita Mayasari, S.Si 

Kontributor Suara Inqilabi

 

Sambil rebahan memainkan Handphone pilih-pilih barang yang di inginkan kemudian buat pesanan(checkout) lakukan pembayaran atau bisa juga menggunakan fasilitas COD lalu tunggu beberapa hari dan akhirnya pesanan yang ditunggu-tunggu datang di bawa oleh kurir sampai depan rumah. Bukankah sangat menyenangkan belanja dari rumah, tidak perlu desak-desakan di pasar, tidak perlu panas-panasnya dan tidak perlu antri.

Hanya dengan Handphone di tangan apapun yang di inginkan entah itu makanan, minuman, baju, tas, keperluan rumah tangga dan lain-lain dengan sangat mudah kita order. Namun sayang, berita akhir-akhir ini dikejutkan dengan adanya larangan untuk belanja di TikTok Shop, banyak orang yang tidak rela TikTok Shop tutup karena memang harga-harga yang dipatok sangat jauh lebih murah dari toko online tetangganya yaitu si orange, hijau dan biru.

Sebagaimana dilansir dari tirto.id (Rabu, 4 Oktober 2023) terkait diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, yang merupakan penyempurnaan Permendag 50/2020 tentang perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, pengawasan, dan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik, justru banyak dikeluhkan pelaku usaha. Terlebih, beleid tersebut menjadi dasar hukum untuk melarang media sosial merangkap platform perdagangan (social commerce) seperti TikTok Shop.

Menurut TikTok Indonesia dalam keterangan persnya (Selasa, 26/09/2023) menyatakan, “Kami menerima banyak keluhan dari penjual lokal yang meminta kejelasan terhadap peraturan yang baru dan prioritas utama kami adalah untuk menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang ada di Indonesia.”

Walaupun begitu nyatanya masyarakat banyak yang merasa keberatan jika Tiktok Shop ini ditutup, karena Tiktok Shop ini faktanya menjual dengan harga barang-barang di bawah harga normal pada umumnya. Tentu hal ini sangat disukai masyarakat apalagi dari kalangan ibu-ibu dengan banyak anak, karena bisa membeli berbagai macam kebutuhan rumah tangga dan anak seperti, diapers, minyak telon, shampo, sabun, minyak goreng dan lain-lain dengan harga yang sangat-sangat miring. Namun pemerintah mengklaim justru dengan adanya kebijakan ini yaitu larangan belanja di Tiktok Shop sesungguhnya demi melindungi UMKM dan pedagang. Lantas, benarkah kebijakan larangan belanja di Tiktok Shop ini akan melindungi UMKM dan pedagang?

Sistem Ekonomi Kapitalis Menguntungkan Pihak Pemilik Modal Besar. Memang benar banyak sekali variabel yang berpengaruh terhadap aktivitas perdagangan hari ini, seperti adanya pedagang bermodal besar yang siap menguasai pasar dan dengan mudahnya akan bisa melakukan monopoli perdagangan tentunya dengan dukungan para oligarki yaitu mereka yang menjalankan pemerintahan sedangkan kekuasaanya dipegang oleh sekelompok orang tertentu.

Terkait TikTok Shop yang semakin viral ini memang kehadirannya mampu mengganggu mekanisme pasar yang sehat, karena TikTok Shop ini dapat menjual barang-barangnya di bawah harga standar dan bahkan sampai di bawah biaya produksi barang itu sendiri. Kondisi seperti ini dinamakan Al-Gabhn al-Fahisy, yaitu suatu bentuk penipuan yang akan mematikan pesaingnya di pasaran.

Marketplace tersebut akan mengeluarkan subsidi yang sangat besar untuk menurunkan harga barang dengan maksud agar pedagang lain kolaps, dan akhirnya gulung tikar alias bangkrut. Setelah para pesaing banyak yang bangkrut maka marketplace tadi akan mengembalikan harga yang terjun bebas tadi menjadi harga normal, sehingga mau tidak mau para konsumen pun akan berbelanja di marketplace tersebut.

Sungguh permainan yang sangat jahat, namun hal seperti ini adalah sesuatu yang wajar terjadi di dalam sistem ekonomi kapitalis, dimana tujuan utamanya adalah materi tidak peduli apakah yang dilakukannya berbahaya kah atau tidak, merugikan orang lain atau tidak selagi hal tersebut mampu mengeruk uang sebanyak-banyaknya maka cara apapun akan ditempuh.  Ditambah lagi sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan hari ini pun bertumpu pada pajak dan utang, tentu kesemua ini lagi-lagi menguntungkan para pemilik modal dan mematikan para pedagang yang minim modal.

Sistem Ekonomi Islam Menciptakan Keadilan dalam Aktivitas Perdagangan. Negara di dalam islam merupakan pelayan rakyat, sebagaimana hadis Rasulullah SAW: Imam adalah penggembala (pengurus rakyat) dan ia akan bertanggung jawab atas gembalaannya atau rakyat yang diurusnya (HR. Al Bukhori dan Ahmad).

Maka dari hadis diatas negara bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat yang diurusnya. Negara tidak boleh membuat rakyatnya hidup dalam kesusahan dan kesengsaraan. Seharusnya negara mampu menciptakan pasar yang sehat dan adil, dimana harga diserahkan kepada mekanisme pasar yaitu kekuatan suplai dan demand (hukum permintaan dan penawaran).

Negara di dalam islam akan melakukan penataan pasar lewat qadhi Muhtasib, negara berperan dalam melakukan pelarangan pungutan pajak,mengontrol penjual dan pembeli agar benar-benar tercipta pasar yang sehat dan memastikan semua aktivitas jual beli berjalan sesuai dengan syariat islam. Selain itu tentu islam juga melarang segala praktik yang bertentangan dengan islam seperti Al-Ghabn al-Fahisy dan riba, yang saat ini menghiasi transaksi jual beli pada e-commerce, maisir(judi), gharar(ketidakjelasan), serta negara juga akan melakukan larangan menutupi cacat barang, mengiklankan produk dengan banyak kebohongan dan sekaligus larangan ihtikar (menimbun).

Disamping itu negara juga akan melakukan pengontrolan terhadap para pembeli, dimana pembeli tidak boleh menimbun harta, tidak boleh berlaku kikir atau boros serta berfoya-foya, kemudian tidak boleh mengelabui para penjual. Adapun terkait mekanisme pasar, maka negara pun tidak boleh ikut campur, sehingga di dalam islam negara tidak boleh mematok harga. Tugas negara ialah melakukan berbagai cara untuk menghilangkan segala jenis gangguan agar mekanisme pasar berjalan sebagaimana mestinya.

Terkait marketplace pada dasarnya di dalam islam membolehkan karena dihukumi sebagai pasar penyedia lapak, dimana marketplace bertujuan hanya sebagai pasar online(virtual) tentunya jika marketplace menyediakan tempat untuk berjualan maka bagi sesiapa yang mau berjualan di marketplace tersebut maka berlaku akad sewa lapak. Begitulah ketika semua aturan dikembalikan lagi kepada syariat islam insya Allah keadilan akan tertegakkan dan kesejahteraan pun akan dirasakan seluruh rakyat.

Wallahu’alam Bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *