THR Belum Merata, Kesejahteraan Pegawai Merana

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

THR Belum Merata, Kesejahteraan Pegawai Merana

Istiqomah, S.E

Kontributor Suara Inqilabi 

Tradisi THR (Tunjangan Hari Raya) ternyata hanya ada di Indonesia. Sejarah THR di Indonesia diketahui sudah ada sejak tahun 1951 silam. Awal mulanya hanya untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun kini THR dibagikan kepada pekerja sesuai aturan perundangan.

Adapun sejarah THR di Indonesia dari masa ke masa dilansir dari situs Indonesia Baik dan LIPI. THR adalah hak pendapatan bagi pekerja yang wajib diberikan oleh pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan sesuai peraturan yang berlaku. (detiknews.com,28/3/2023)

Ramadhan tahun ini Tunjangan Hari Raya (THR) selalu dinanti-nanti oleh rakyat. Baik itu pegawai negara maupun swasta. Karena selama ini pegawai hanya mendapatkan gaji rutin setiap bulan. Sedangkan ketika Ramadhan,mereka biasanya mendapatkan THR sebesar satu kali gaji. Maka, wajarlah THR selalu dinanti.

Adanya THR, pegawai sedikit bisa mencicipi “kesejahteraan”. Mereka menggunakan uang THR untuk kebutuhan menyambut lebaran sepertii beli baju baru, untuk hidangan Lebaran, untuk bingkisan keluarga, hingga untuk ongkos mudik. Meskipun setelah Lebaran uang THR itu akan nyaris habis, setidaknya rakyat bisa merayakan Hari Raya dengan penuh senyuman. Namun sayangnya, belum semua rakyat bisa mencicipi “kesejahteraan” ini, meskipun ia sebagai pegawai negara.

Pemerintah sudah memastikan bahwa perangkat desa dan honorer tidak akan mendapatkan THR dan gaji ke-13 pada tahun ini. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa perangkat desa, termasuk kepala desa, bukan termasuk aparatur sipil negara (ASN) sehingga pemerintah tidak menganggarkan THR untuk mereka (antaranews.com, 15-3-2024)

Adapun ketentuan Pemerintah yang mendapatkan THR dan gaji ke-13 sesuai PP yang diterbitkan No 14 Thn 2024 untuk tahun ini tenaga honorer tidak mendapatkan THR dan gaji ke-13, kecuali yang telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Siapa yang Berhak Mendapatkan THR?

Semua pegawai negara sejatinya berhak mendapatkan THR tanpa ada pembedaan. Karena posisi mereka yang menjadi abdi negara, sebagaimana ASN dan PPPK, sedangkan anggaran THR berasal dari APBN&APBD seharusnya semua yang bekerja mengabdi pada negara mendapatkan THR, bukan dipilih-pilih sehingga tidak merata.

Dapat dibayangkan nasib para tenaga honorer. Selama ini mereka mendapatkan gaji yang kecil di bawah gaji ASN. Hal ini tentu menjadi harapan agar pada momen lebaran ada THR untuk melengkapi kebahagiaan di Hari Raya. Akan tetapi, harapan itu musnah seiring pengumuman pemerintah.

Dengan tidak meratanya THR, pemerintah tampak membeda-bedakan antara satu pegawai dengan pegawai lainnya berdasarkan status ASN atau bukan ASN. Hal ini merupakan suatu kedzaliman. Padahal jika kita berbicara tentang kebutuhan, semua rakyat kebutuhannya hampir sama ketika Lebaran. Jikalau perangkat desa dan tenaga honorer tidak mendapatkan THR, bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhannya?

Apakah mereka tidak berhak menikmati Hari Raya dengan gembira?

Penyebab Pemberian THR Tidak Merata

Penyebab tenaga honorer dan perangkat desa tidak mendapat THR ini merupakan keniscayaan dalam sistem Kapitalisme di Indonesia hingga hari ini diterapkan. Dengan diterapkannya Sistem kapitalisme telah menjadikan kekayaan alam dikuasai oleh segelintir oligarki/pengusaha kapitalis. Akibatnya, hasil kekayaan alam yang semestinya masuk ke APBN dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat justru masuk ke kantong para oligarki/pengusaha kapitalis.

Sehingga uang para oligarki makin gendut, sedangkan APBN kurus, hanya mengandalkan pada pemasukan dari pajak dan utang. Selain dari para itu, sumber pemasukan negara di dalam sistem kapitalisme sangat terbatas, yang utama hanyalah pajak, sumber lain, tidak ada yang mengkibat anggaran menjadi sempit.

Anehnya, anggaran negara yang sempit ini menjadikan pemerintah itung-itungan ketika hendak memberikan hak rakyat, termasuk THR. Seharusnya semua pegawai, apa pun statusnya, berhak mendapatkan THR. Akan tetapi, realisasinya tidak demikian. Para pejabat yang sudah kaya mendapatkan THR besar. Sedangkan tenaga honorer dan perangkat desa yang kekurangan justru tidak mendapatkannya.

Solusi dalam Islam

Di dalam Negara Khilafah yang menerapkan sistem Islam APBN atau Baitulmal memiliki 12 pos penerimaan tetap. Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah bahwa terdapat tiga bagian pemasukan negara diantaranya:

Pertama, Bagian fai dan kharaj, meliputi seksi ganimah (mencakup ganimah, fai, dan khumus), seksi kharaj, seksi status tanah, seksi jizyah, seksi fai, dan seksi dharibah (pajak).

Kedua, Bagian pemilikan umum. Meliputi seksi migas, Seksi listrik, seksi pertambangan; seksi laut, sungai, perairan, dan mata air; seksi hutan dan padang rumput; dan seksi aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus.

Ketiga, Bagian sedekah. Meliputi seksi zakat uang dan perdagangan, seksi zakat pertanian, dan seksi zakat ternak.

Total ada 15 seksi pemasukan bagi baitulmal. Dengan banyaknya pos pemasukan ini, wajar pemasukan Daulah Khilafah sangat besar hingga mampu menyejahterakan rakyatnya dengan kesejahteraan hakiki, yaitu terpenuhinya sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi tiap-tiap individu rakyat secara kontinu, bukan hanya pada momen-momen tertentu seperti Hari Raya.

Negara Khilafah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok ini bagi tiap-tiap rakyat, bukan hanya pegawai negara. Setiap warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, pegawai negara maupun bukan, semuanya berhak mendapatkan jaminan kesejahteraan. Adapun terkait pegawai negara, Khilafah akan menerapkan syariat Islam terkait pengupahan (ijarah). Allah Swt. berfirman, “Berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS Ath-Thalaq: 6).

Para pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan akad yang mereka buat dengan negara. Akad itu mencakup jenis pekerjaan, jam kerja, tempat kerja, juga upah yang disepakati kedua belah pihak yang besarannya berbeda-beda sesuai besarnya tanggung jawab yang diemban.

Solusi THR dan Kesejahteraan

Berkaitan dengan THR, praktik di Masa Khilafah Utsmaniyah menunjukkan bahwa Khalifah dan penguasa lainnya membuka pintu rumah mereka selama Ramadhan dan menyediakan hidangan berbuka puasa kepada masyarakat umum. Ayşe Osmanoğlu, putri Sultan Abdül Hamid II, menyebutkan bahwa sang Sultan memberikan hadiah kepada para tamunya, terutama rakyat miskin. Sedangkan pada Idul Fitri, para Khalifah Utsmaniyah mengadakan perayaan Şeker Bayramı selama tiga hari penuh. Sepanjang perayaan, khalifah berbagi cokelat, baklava, dan permen bonbon.

Itulah gambaran Idulfitri penuh kebahagiaan dalam Khilafah. Penguasa mensejahterakan rakyatnya selama setahun penuh, bukan kesejahteraan sesaat ketika lebaran saja dan tidak merata. Penguasa juga mengalokasikan anggaran negara untuk kebahagiaan rakyatnya pada momen Idulfitri dengan banyak memberikan sedekah bagi rakyat yang membutuhkan. Seharusnya umat Islam punya impian tersebut. Karena masalah THR dan kesejahteraan dapat tersolusikan dengan tuntas hanya dengan diterapkannya Islam kaffah dalam sistem Khilafah bukan sistem Kapitalisme.

Wallahu’alam Bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *