Tanpa Khilafah Pakaian Muslimah Dihujat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Atika Marsalya (Aktivis Dakwah Jambi)

 

Penyerangan terhadap syariat Islam masih terus terjadi. Baik di negeri yang penduduk muslimnya minoritas maupun di negeri muslim sendiri. Pakaian muslimah atau yang biasa dikenal dengan sebutan hijab, jilbab, kerudung dan niqob masih saja mendapat stigma negatif, bahkan dilarang penggunaannya di berbagai penjuru dunia.

Seperti sebuah kejahatan dan tindak kriminal, penggunaan pakaian muslimah menuai beragam cibiran dan penolakan bahkan larangan untuk digunakan. Negara seperti Belanda contohnya, melarang pemakaian cadar di sekolah-sekolah publik serta transportasi umum. Di Rusia, cadar dan kerudung juga dilarang di tempat umum dan di gedung-gedung publik. Di Jerman, pada 2011 silam, setengah dari 16 negara bagiannya melarang guru mengenakan kerudung. Italia, terdapat larangan menutup wajah menggunakan burqa, niqab, atau pakaian yang menutupi wajah di tempat umum. Hal yang serupa terjadi di Tunisia dengan alasan mencegah ekstremisme. Ikut juga Belgia, Prancis, Suriah, Australia, dan Spanyol melarang penggunaan pakaian muslimah di sana. (liputan6.com, 13/1/2015)

Para muslimah di Turki harus menempuh jalan panjang dalam memperjuangkan penggunaan kerudung. Di sana, larangan berkerudung mulai diterapkan pada 1980-an dan menjadi lebih ketat setelah 1997. Larangan tersebut menjadi isu penting dalam debat publik dan politik sepanjang 1990-an dan 2000-an. Secara bertahap, larangan pun dicabut untuk mahasiswa setelah 2010, sementara larangan untuk pegawai negeri dicabut pada 2013. (dailysabah.com, 11/12/2018)

Di dalam negeri, Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia pun turut menampakkan sikap yang tidak pro terhadap penggunaan hijab. Alih-alih mendorong kaum muslimah menggunakan hijab, pemerintah justru memberi kebebasan kepada guru dan siswa dalam memilih jenis pakaiannya. Dikutip dari laman Kompas.com, “Aturan yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri itu menyatakan, pemda maupun sekolah tidak diperbolehkan untuk mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut agama”. (Kompas.com, 05/02/2021)

Jutaan muslimah kemudian mengalami dilema di antara berbagai pilihan sulit antara pakaian muslimah, keyakinan, pendidikan, atau profesi mereka.

Serangan Terhadap Hijab, Serangan Terhadap Syariah

Bagi muslimah, menggunakan hijab adalah kewajiban. Bentuk ketundukannya kepada Assyari’, selaku pembuat hukum. Karenanya, menggunakan pakaian yang menuutup aurat seperti jilbab dan kerudung, adalah syariat yang harus dipatuhi oleh muslimah. Semestinya, berpakaian muslimah menjadi hal yang dilindungi negara agar pemakainya merasa aman dan tenteram dalam menjalani ketentuan syariat. Ironisnya, justru terhalang berbagai aturan negara yang melarang penggunaannya.

Pakaian muslimah terus dianggap sebagai simbol ekstremis yang menjadi musuh bersama para penguasa muslim antek Barat. Barat dan kaki tangannya di setiap negeri, berharap umat Islam menjauhi tuntunan syariat. Berbagai upaya mereka lakukan untuk menjauhkan kaum muslimah dari pemahaman Islam yang lurus.

Ketika syariat mewajibkan jilbab dan kerudung, mereka berupaya memonsterisasi dengan melabelinya sebagai ciri-ciri ekstremis, radikal, dan teroris. Maka tak heran, para penguasa muslim pro Barat mendukung pencegahan ekstremisme lewat larangan berpakaian muslimah yang syar’i.

Belum lagi budaya Barat yang terus menggerus keyakinan setiap muslimah agar menanggalkan kerudungnya dan menghiasi diri tanpa pakaian yang sempurna menutupi tubuhnya, dengan alasan modernisasi, demokratisasi, atau tuntutan profesi. Penyerangan terhadap pakaian muslimah jelas penyerangan terhadap syariah Islam.

Tanpa Khilafah, Pakaian Muslimah Dihujat

Pakaian muslimah adalah salah satu hukum syara’ di dalam Islam. Islam sebagai agama memiliki seperangkat aturan yang komprehensif bagi pemeluknya khususnya para muslimah. Aturan berpakaian merupakan manifestasi hubungan muslimah dengan dirinya sendiri. Meski dengan dirinya sendiri, muslimah tidak boleh semaunya dalam memperlakukan tubuhnya. Itu sebabnya, Allah Subhanahuwata’ala menurunkan aturan berpakaian, seperti wajibnya muslimah menggunakan jilbab, Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (TQS. Al-Ahzab:59)

dan perintah berkerudung, Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)…” (TQS. An-Nuur:31)

Ini jelas perintah Tuhan bagi orang-orang yang beriman, namun kini dihujat di berbagai penjuru dunia.

Mengapa hal ini terus terjadi? Ketiadaan negara yang menerapkan Islam secara kaffah, adalah awal malapetaka yang menimpa umat, khususnya umat Islam. Sejak runtuhnya institusi politik Islam global pada tahun 1924 di Turki, sistem Islam tidak lagi dijamin penerapannya oleh negara. Barat sebagai pihak adidaya hari ini menerapkan sistem kapitalis sekuler  dan menyusupkan pemahamannya ke tengah-tengah kaum muslim.

Pemahaman sekuler adalah pemahaman yang tidak menghendaki aturan agama mengatur kehidupan manusia. Agama hanya boleh mengatur hubungan dirinya dengan Sang Pencipta. Sebagai pihak yang berkuasa, barat mendikte para penguasa muslim untuk membuat aturan sesuai dengan kepentigannya. Termasuk aturan pelarangan peggunaan pakaian muslimah di berbagai negara.

Negara sangat ampuh dalam menjamin penerapan aturan. Negara juga punya kewenangan untuk memaksa rakyatnya agar mematuhi setiap aturan yang telah dibuat. Sayangnya, aturan yang hari ini diterapkan bukanlah aturan yang bersumber dari wahyu, melainkan hawa nafsu manusia yang memisahkan agama dari negara. Inilah yang menjadi penyebab terjadinya penyerangan terhadap pakaian muslimah.

Dalam sistem sekuler, kebebasan merupakan sesuatu yang dijamin oleh negara, termasuk dalam berpakaian. Atas nama hak asasi manusia (HAM) seseorang diberi kebebasan termasuk dalam memilih pakaian yang akan ia gunakan. Sementara, jika suatu lembaga atau institusi mewajibkan penggunaan pakaian muslimah, dianggap melanggar hak asasi manusia, harus segera ditindak karena tidak boleh memaksakan ajaran agama pada seseorang.

Sementara dalam Islam, menggunakan pakaian yang sesuai tuntunan syariah merupakan suatu kewajiban, bukan pilihan. Apabila dipatuhi maka seorang muslimah terbebas dari dosa dan siksa Tuhannya.

Ketaatan Muslimah Membutuhkan Hadirnya Khilafah

Tidak hanya syariat tentang kerudung dan jilbab, banyak syariat lainnya terkait perempuan yang tidak bisa diterapkan sempurna tanpa adanya negara yang menerapkan syariah Islam kaffah. Mengenai pernikahan, perceraian, nafkah, pengasuhan anak, dan lain sebagainya.

Banyak bukti menunjukkan, dalam sistem demokrasi, perempuan justru dijauhkan dari berbagai syariat Islam. Melalui kampanye ide kesetaraan gender, mereka membuat takut kaum perempuan, mengajak perempuan menuntut hak yang sama atas laki-laki, pembagian warisan yang sama, atau bisa bekerja di ranah publik tanpa membedakan jenis pekerjaannya.

Apalagi tuntutan aneh yang disuarakan kaum feminis, yaitu kaum perempuan berhak mengontrol reproduksinya dan bebas berbusana (melepas pakaian muslimah). Menyerahkan urusan perempuan pada sistem demokrasi berarti membiarkan perempuan terus menjauh dari syariat-Nya. Alih-alih solusi yang didapat, malah kehancuran bagi perempuan, kehormatan dan kemuliaannya jadi tidak terjaga.

Pakaian muslimah saja berani dihujat, maka tak tertutup kemungkinan kaum perempuan juga dihinakan dengan berbagai kebijakan sistem demokrasi. Oleh karena itu, keberadaan Khilafah adalah satu-satunya jalan bagi perempuan agar sesuai dengan fitrah. Tidak akan ada satu pun yang berani menghujat pakaian muslimah bahkan memaksa seorang muslimah untuk melepaskannya. Khalifah sebagai raa’in (pengurus) akan berupaya menjaga kehormatan dan kemuliaan perempuan meski harus menurunkan ratusan pasukannya.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *