Tak Selamanya Politik itu Kotor

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tak Selamanya Politik itu Kotor

Reka Nurul Purnama

Praktisi Pendidikan

 

Politik menjadi kendaraan yang sangat penting baik pada masa sekarang maupun pada masa lalu, bahkan masa depan. Suatu istilah dan praktik yang kebanyakan orang menganggap hal itu kotor, hina, dan tidak pantas disandingkan dengan agama, begitulah politik hari ini. Memang pada praktiknya banyak sekali praktek keliru yang dilakukan oleh para politisi hari ini, seperti korupsi, politik uang, suap menyuap dan praktek-praktek lain yang semakin mencitra burukan politik hari ini. Sehingga banyak masyarakat yang tidak peduli dengan politik dan menyerahkan seluruh urusan politik hanya kepada partai politik dan politikus saja, padahal seluruh aturan yang saat ini lahir dan mengikat masyarakat adalah politik. Ibarat kata, beras mahal, minyak mahal, sampai tepung tapioka harganya melambung dan hal ini banyak dikeluhkan rakyat. Maka perlu kita memahami politik dalam pengertian yang benar, agar kita memahami politik dan bisa berperan dengan harapan agar kehidupan semakin baik.

Politik termasuk hal yang diatur oleh Islam. Politik (as-siyasâh) berakar dari kata sâsa–yasûsu–siyâsat[an], artinya ‘mengatur, memimpin, memelihara dan mengurus suatu urusan’. Dalam Islam, politik bukan menitikberatkan pada perebutan kekuasaan, melainkan pada pengaturan urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam, baik di dalam maupun luar negeri. Politik dilaksanakan oleh negara dan rakyat. Negara secara langsung melakukan pengaturan ini dengan hukum-hukum Islam. Rakyat mengawasi, mengoreksi, dan meluruskan negara jika menyimpang dari Islam. Gambaran ini diungkapkan oleh Ibnu Qutaibah (w. 276H).

“Perumpamaan antara Islam, kekuasaan, dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang, dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam. Tiangnya adalah kekuasaan. Tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya.” Keberadaan tiang (kekuasaan/negara), dan tali serta pasak (rakyat) adalah sebagai penopang untuk menegakkan tenda (Islam). Jika tenda (Islam) tegak, ia akan menaungi siapa saja yang berada di bawahnya, tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. (muslimah news)

Sayangnya politik dalam sistem kapitalisme sekarang ini, memiliki makna dan praktik yang jauh dari politik dalam pandangan Islam. Politik dalam sistem sekarang menjadi hal yang sangat penting dan menjadi kendaraan dalam mendapatkan kekuasaan dan materi. Apakah benar?

Hal ini perlu dianalisis terlebih dahulu. Seseorang yang mau mencalonkan dirinya menjadi pemimpin di sistem sekarang baik dalam cakupan kecil seperti desa, kecamatan, kabupaten, kota bahkan negara setidaknya memerlukan biaya yang sangat besar. Biaya politik memang tidak semuanya tentang suap menyuap, bisa saja untuk membuat media promosi seperti spanduk, iklan dan lain-lain. Tapi sudah menjadi rahasia umum, politik uang atau memberi uang kepada masyarakat dalam rangka supaya masyarakat yang bersangkutan memilih calon kepala desa atau calon bupati, DPRD, DPR RI atau bahkan presiden yang “bagi-bagi uang” dan akhirnya bisa menang. Maka, wajar ketika calon penguasa tadi korupsi, tidak peduli urusan rakyat dan abai terhadap kepentingan rakyat karena niat awal dan langkah yang ditempuh sudah keliru, yaitu menggunakan “uang” untuk mendapatkan “uang dan kekuasaan”.

Maka, beginilah yang terjadi pada sistem kapitalisme hari ini, urusan rakyat terbengkalai, negara abai, dan terjadi ketimpangan, kerusakan, kemiskinan yang tidak ada solusinya. Semua ini karena calon pemimpin yang mencalonkan dirinya berorientasi bukan untuk mengurusi urusan rakyat sebagaimana definisi politik dalam Islam, tapi kedudukannya sebagai seorang pemimpin digunakan sebagai alat mendapatkan kekuasaan dan materi semata.

Maka dari itu, Islam datang sebagai solusi atas permasalahan, sudah cukup lama kita percaya akan sistem demokrasi kapitalisme yang bukan berasal dari Islam tapi berasal dari musuh Islam. Sudah jemu dan muak dengan segala hal trik dan intrik yang terjadi untuk mendapatkan kekuasaan sebagai penguasa, karena kita semua tahu ujung dari “drama” dan perhelatan politik demokrasi saat ini adalah materi semata. Saatnya kita memilih pemimpin manusia yang dia mau memimpin dengan aturan Islam dan tentu tujuannya menjadi pemimpin adalah untuk mengurusi urusan rakyat agar mendapatkan rida Allah dan menghindari segala praktik yang mengundang murka Allah. Dia adalah pemimpin yang tegas dan berani menyampaikan yang hak dan mencegah yang bathil. Dia akan mengurusi urusan masyarakat dengan aturan Islam yang berasal dari sang pencipta yang tidak mungkin menzalimi siapapun. Itulah politik dalam Islam, politik adalah kendaraan untuk mencapai kekuasaan dalam mengurusi urusan rakyat dengan aturan Islam, aturan yang berasal dari Sang Pencipta yang tak mungkin keliru.

Wallahu’alam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *