Solusi Islam dalam Menangani Bencana

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Solusi Islam dalam Menangani Bencana

Euis purnama Sari

Ibu Rumah Tangga

Beberapa waktu lalu Rancaekek kabupaten Bandung, diguncang angin puting beliung yang mengakibatkan puluhan rumah bahkan industri yang berada di kawasan tersebut mengalami kerusakan parah. Beruntung bencana ini tidak memakan korban jiwa, namun bisa dipastikan kerugian material yang dialami masyarakat tentu tidak sedikit.

Usut punya usut, penyebab terjadinya fenomena angin puting beliung di kawasan ini adalah akibat dari pengalihfungsian lahan, dimana kawasan yang sebelumnya dipenuhi pepohonan lalu menjadi kawasan industri. (Tempo.co, jakarta, Sabtu 24 februari 2024)

Profesor Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, mengatakan bahwa kawasan itu telah beralih fungsi, perubahan tata guna lahan yang semula hujan jati, berubah jadi kawasan industri. Hal inilah yang menyebabkannya rawan akan terjangan pusaran angin.

Lebih lanjut Eddy menambahkan, bahwa kawasan industri cenderung menghasilkan gas emisi yang biasanya sulit terurai ke atmosfer. Hal ini bisa juga merupakan efek rumah kaca, di mana lama penyinaran matahari lebih dari 12,1 jam, itu sebabnya kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari. Perbedaan suhu yang signifikan antara siang dan malam itulah yang membuat kawasan di sekitar Rancaekek berada di tekanan rendah. Akibatnya, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek dan memunculkan pembentukan gumpalan awan-awan cumulus. “Proses pembentukan kumpulan massa uap air menjadi awan cumulus agak lama, sekitar 24 hingga 48 jam, yang nantinya membesar dan membentuk awan cumulonimbus. Proses ini dikenal dengan nama Pre-MCS.

Berdasarkan fakta diatas, pengalihfungsian lahan menjadi faktor utama terjadinya fenomena ini. Hal ini bisa dikatakan wajar mengingat wilayah Rancaekek telah menjadi kawasan industri sejak puluhan tahun lamanya. Maka tidak heran, selain bencana angin puting beliung, banjir juga menjadi bencana langganan di daerah ini.

Dalam sistem Kapitalisme seperti saat ini, pengalihfungsian lahan sudah menjadi hal yang lumrah untuk pengembangan industri. Pembebasan dilakukan secara jor-joran tanpa memperhatikan hak-hak warga setempat ataupun dampak lingkungan. Tidak hanya di Rancaekek, pengalihfungsian lahan juga marak terjadi di beberapa wilayah di Indonesia ini, sehingga menyebabkan banjir maupun longsor dimana-mana. Semua itu tidak lain karena ulah tangan manusia. Melalui regulasi alih fungsi lahan, semua ini menjadi malapetaka bagi alam, manusia, dan kehidupan.

Disamping itu, penyebab kainnya adalah karena watak rakus penguasa kapitalistik yang selalu berupaya mengubah lahan-lahan hutan dan pertanian menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi dan komersial, seperti pembangunan perumahan, hotel, pertambangan, dan sebagainya. Sistem kapitalisme telah menumbuhsuburkan proyek-proyek oligarki, yang mengubah fungsi hutan menjadi perkebunan, pertambangan ataupun pembangunan jalan tol. Keberadaan lahan hutan yang memiliki fungsi klimatologis pun berubah menjadi bencana ekologis.

Kebijakan penguasa kapitalis sarat dengan kepentingan para korporat. Hal ini terbukti pada lahirnya UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023 yang ditentang banyak pihak. Inilah wajah buruk sistem demokrasi kapitalisme yang meniscayakan lahirnya oligarki kekuasaan. Sistem inilah yang memuluskan kepentingan mereka

Cara Islam Mencegah Bencana Alam

Islam adalah agama yang sempurna dan komprehensif, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja, melainkan dengan manusia bahkan alam semesta. Manusia ditunjuk oleh Allah untuk mengurusi urusan umat dan alam semesta dengan menjalankan seluruh aturan Allah. Umat manusia butuh sebuah kepemimpinan yang mampu melindunginya dari berbagai bencana , termasuk kerusakan yang diakibatkan dari kerakusan para penguasa.

Kepemimpinan dalam Islam jauh dari fakta kepemimpinan dalam demokrasi. Di mana kekuasaan ditujukan untuk menjalankan syariat sesuai al-Qur’an dan Sunah. Syariat Islam mewajibkan seorang pemimpin menjadi pelindung (junnah) bagi rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda,

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai yang orang-orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya ia akan mendapatkan pahala. Akan tetapi, jika ia memerintahkan yang lain, ia juga yang akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kepemimpinan Islam sebagai pelindung akan terlihat dari arah kebijakan dalam mengurus politik luar negeri maupun dalam negeri. Dalam konteks melindungi rakyat dari potensi bencana, maka penguasa wajib berpegang pada ketentuan syariat.

Oleh karenanya, dalam Islam penguasa yang adil akan senantiasa menjadikan al-Qur’an dan Sunah sebagai pedomannya untuk memimpin negara. Serta tidak akan berpihak kepada oligarki ataupun segelintir orang dalam mengeluarkan kebijakan. Termasuk dalam hal pengalihfungsian lahan, pemimpin yang adil akan mempertimbangkan secara baik dengan melibatkan para ahli dalam mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan pemeliharaan alam ataupun kemaslahatan umat. Sehingga kemungkinan terjadinya bencana dapat diminimalisir.

Namun untuk mewujudkan kepemimpinan Islam yang mampu menjadi pelindung, kita tidak dapat berharap pada sistem Kapitalis-sekuler seperti yang diterapkan saat ini, karena ide dasarnya yang memisahkan agama dari kehidupan. Kepemimpinan Islam hanya akan terwujud ketika hanya aturan Allah yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan kehidupan.

Wallahu alam bish-shawwab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *