Oleh : Sekar Pratiwi
Aktivis Dakwah Kampus
Pada 5 Oktober 2020 lalu, DPRD RI telah mengesahkan RUU Cipta Kerja yang menimbulkan banyak kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak, meskipun banyak yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja, tetapi DPRD justru terkesan malah terburu-buru mengesahkannya ditengah pandemi. Pengesahan RUU Cipta Kerja pun dilaksanakan pada rapat yang dilakukan pada malam hari.
Undang-Undang Cipta Kerja menuai kritik karena dikhawatirkan akan merugikan hak-hak pekerja serta meningkatkan penggundulan hutan di Indonesia dengan mengurangi perlindungan lingkungan. Rangkaian unjuk rasa untuk menolak undang-undang ini masih berlangsung dan menuntut agar undang-undang ini dicabut.
Keberatan terkait Undang-Undang ini juga disampaikan oleh Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta Presiden Joko Widodo mendengarkan penolakan undang-undang (UU) Ciptaker dari sejumlah kalangan. Khususnya para kepala daerah yang meneruskan aspirasi warganya.
HNW mengingatkan meski Indonesia merupakan negara kesatuan, bukan negara federal, tetapi kedudukan daerah sangat penting dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
“Ketentuan Pasal 18 ayat (2) menjamin adanya asas otonomi daerah dan Pasal 18 ayat (4) memberikan kewenangan otonomi yang seluas-luasnya,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu ( Detik News 10/10/2020).
Selain pengesahan Undang-Undang yang terbilang terburu-buru. Pemerintah juga memberikan sikap acuh terhadap aspirasi rakyat. Jika dilihat dari sikap wakil MPR dan para wakil daerah lainnya yang juga menolak Undang-Undang Cipta kerja ini, menunjukkan dengan gamblang bahwa DPRD tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya sebagai perwakilan rakyat, yaitu mendengarkan, menampung keluhan rakyat dan memberikan solusi atas keluhan yang dialami rakyat tadi.
Hal ini bukan pertama kalinya terjadi, pengesahan berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah yang kerap kali membawa polemik sering kali disahkan tanpa mempertimbangkan kepentingan rakyat.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat hanya memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu saja. Berbagai permasalahan yang timbul ditengah masyarakat selalu diselesaikan dengan permasalahan baru. Bukannya memberi solusi, kebijakan yang dibuat dianggap malah menambah masalah bagi rakyat.
Banyaknya demonstrasi yang mengatakan bahwa hal ini terjadi akibat penerapan sistem demokrasi yang tidak dijalankan dengan benar. Padahal sudah jelas bahwa dari dulu sistem inilah yang menghambat kesejahteraan masyarakat sendiri. Sistem yang ditetapkan oleh manusia adalah sistem yang lemah.
Demokrasi menyatakan kekuasaan tertinggi ada pada rakyat tetapi buktinya rakyatlah yang ditindas. Hal ini terjadi karena memang kekuasaan tertinggi seharusnya hanya milik Allah semata pemilik semesta. Jika aturan yang dibuat manusia sering kali dibuat berdasar pada nafsu duniawi semata jelas sangat bertolak belakang dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah sang maha segala maha.
Islam telah menetapkan seluruh aturan dalam menjalani kehidupan mulai dari bangun sampai kita tidur kembali. Dalam bernegara pun Islam telah mengaturnya secara detail. Pada masa kekhilafahan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh khilafah atau seorang pemimpin tidak akan pernah keluar dari koridor kesesuaian dengan Al-qur’an dan Hadis.
Tugas seorang pemimpin ialah mengayomi rakyatnya, segala kebijakan yang dibuat hanya demi kemaslahatan umat. Seorang khilafah sadar akan hakikat hidup di dunia, segala yang dilakukannya kelak akan mendapatkan balasan dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Merupakan suatu kesia-siaan memperjuangkan keadilan dengan terus mempertahakan sistem demokrasi saat ini. Hal semacam ini akan terus berulang, tidak akan berhenti. Penderitaan rakyat tidak akan kunjung usai bila terus menggembar-gemborkan keadilan melalui aturan yang dibuat manusia.
Satu-satunya solusi dari segala permasalahan kehidupan ialah kembali pada aturan yang Allah buat. Kembali pada ketetapan yang Allah berikan. Sebagai manusia ciptaan-Nya seharusnya kita bersyukur diciptakan dengan pedoman hidup yaitu Al-qur’an dan Hadis, sehingga tidak perlu lagi berlelah-lelah membuat hukum sendiri , memilih hukum sendiri karena Allah telah membuat hukum atau aturan untuk makhluk ciptaan-Nya.
Jika ingin mendapatkan keadilan yang sesungguhnya, bukanlah dengan hanya mengganti orang-orang berwenang yang saat ini menduduki pemerintahan tetapi sistem yang diterpakan pun juga harus diganti, kembali pada satu-satunya sistem yang diridhai Allah yaitu sistem Islam.
Tidak ada yang lebih mengetahui suatu ciptaan kecuali Pencipta itu sendiri. Maka sebagai makhluk ciptaan-Nya kita harusnya tunduk dan patuh atas segala yang telah Ia tetapkan. Mendapat ridha atas penerapan aturan yang telah Ia buat dan hidup sejahtera sebagai makhluk yang taat.
Wallahu’alam bi showab.