Shrimp Estate Antara Teknologi Budidaya dan Kapitalisasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Shrimp Estate Antara Teknologi Budidaya dan Kapitalisasi 

Burhanuddin Ihsan, S.Pi., M.Sc

Dosen Perikanan Universitas Borneo Tarakan

 

Saat ini pemerintah telah melaksanakan pembangunan tambak Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) dengan istilah shrimp estate. Shrimp estate merupakan budidaya udang modern berskala besar yang terintegrasi pada satu kawasan. Shrimp estate yang terletak di Kebumen Provinsi Jawa Tengah telah diresmikan oleh presiden Joko Widodo dengan anggaran pembangunan mencapai 175 milyar dengan luas lahan tambak 60 hektar.

Selain itu pemerintah berencana akan membuat shrimp estate yang serupa di Waingapu Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan luas sekitar 1.800 hektar. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan produksi udang nasional. Indonesia menargetkan untuk produksi udang tahun 2024 mencapai dua juta ton dengan peningkatan produksi 250%. Shrimp estate yang dibangun pemerintah berfokus pada komoditas udang vaname yang dinilai memiliki pangsa pasar yang tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri.

Namun pembangunan ini dinilai banyak pihak dapat mengancam lingkungan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai proyek ini dapat mengancam ekosistem mangrove di Indonesia. Hal yang sama disampaikan oleh akademisi Dr. Ir. Ervia Yudiati, M.Sc, bahwa pembangunan kawasan tambak udang ini dinilai akan membabat habis hutan mangrove. Tidak hanya itu dampak negatif dari penggunaan bahan kimia secara terus-menerus dapat menimbulkan residu atau pencemaran.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut, Parid Ridwanuddin mengatakan bahwa proyek shrimp estate memiliki konsep yang sama dengan food estate, padahal food estate terbukti telah gagal dan merusak lingkungan. “Konsep food estate yang di hutan disalin ke pesisir. Jadi kalau di darat atau di hutan kita tahu gagal, nah kegagalan ini ingin diulang di pesisir.” (Tempo.co, 23-1-2024).

Kapitalisasi Sektor Perikanan

Direktur jendral perikanan budidaya kementrian kelautan dan perikanan Tb. Haeru rahayu menyampaikan bahwa, melalui program shrimp estate akan menarik pihak swasta untuk turut serta dalam pembangunan ini. haeru mengatakan program revitalisasi tambak menjadi shrimp estate harus melibatkan swasta, sebab program ini akan menyasar 13 daerah sentral produksi udang nasional dengan menargetkan areal lahan yang akan digunakan sekitar 9.000 hektar.

Program shrimp estate sarat dengan kepentingan kapitalis sebab penguasaanya diserahkan pada pihak swasta yang lebih berorientasi pada keuntungan tanpa melihat dampak yang akan ditimbulkan. Eksploitasi sumberdaya alam akan dikuras untuk meraih keuntungan para kapitaslis dengan alasan untuk memenuhi target produksi nasional. Walaupun hal tersebut dapat merusak lingkungan yang berdampak pada masyarakat langsung baik berkurangnya hasil tangkapan perikanan maupun timbulnya penyakit.

Jika kita lihat secara saksama, maka akan kita dapati bahwa program-program pembangunan indonesia lebih berorientasi pada kapitalisasi dengan seringnya melibatkan investor swasta dalam negeri maupun asing dan aseng. Padahal jika kita mau jujur dampak yang ditimbulkan dari pembangunan yang dilakukan oleh para kapitalis jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang didapatkan. Walaupun penting untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri agar tidak tergantung dengan negara lain khususnya di bidang perikanan. Namun jangan sampai dengan dalih meningkatkan produksi kita menyerahkan pengelolaannya kepada swasta baik asing maupun aseng.

Perspektif Islam

Shrimp estate pada dasarnya dapat dikembangkan dalam islam karena menyangkut perkembangan pengetahuan dan teknologi namun perlu mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya aspek berkelanjutan, lingkungan dan konflik agraria.

Aspek keberlanjutan dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan kimia dalam pengaplikasiannya, seperti antibiotik alternatifnya menggunakan bahan alam/herbal, pakan alternatifnya menggunakan probiotik maupun pencampuran atau pengkayaan bahan alami. Aspek lingkungan dengan tidak membabat habis hutan mangrove, karena pada dasarnya hutan mangrove dapat meningkatkan produktifitas primer. Sedangkan aspek agraria juga penting diperhatikan karena langsung menyasar masyarakat, jangan sampai ada penggusuran atau pengambilan tanah secara paksa.

Dalam islam pengelolaan kepemilikan dibagi menjadi tiga; kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Shrimp estate yang berada dikawasan pesisir hutan mangrove merupakan kepemilikan umum yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara dan tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing dan aseng. Rasulullah SAW bersabda “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pengelolaan shrimp estate untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat harus mengedepankan pelestarian lingkungan dan keberlanjutannya. Selain itu negara wajib memberikan ketersediaan dan keamanan pangan dengan protein tinggi pada masyarakat melalui regulasi yang sesuai dengan hukum syariah. Pengelolaan harus diberikan kepada ahlinya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR Bukhari – 6015).

Wallahu’alam bish-shawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *