SEBAB MINIM EDUKASI, KONFLIK HORIZINTAL DI TENGAH PANDEMI MEREBAK

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Hindun Camelia

 

Wabah yang tak kunjung usai, banyak mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Buktinya, sejumlah konflik antar anggota masyarakat hingga antara warga masyarakat dan nakes atau pelaksanaan terkait covid 19 kerap terjadi.

Dilansir dari situs iNews.id pada hari sabtu, 24 Juli 2021. Diberitakan pasien covid 19 yang sedang menjalankan isoman di sebuah gubuk, dihutan, ia merasa kurang penerangan hingga merasa tidak nyaman. Karena hal tersebut, pasien isoman ini berjalan-jalan keluar. Kemudian terjadilah aksi brutal pada pasien, dikarenakan warga merasa bahwa perbuatannya berjalan-jalan saat statusnya harusnya isoman akan meresahkan masyarakat sekitar. Tampak pada vidio yang tersebar, aksi memukuli pasien hingga menyeret pasien secara tidak manusiawi.

Kemudian, berita lain disampaikan kompas.com pada hari jumat, 23 juli 2021 tim pemakaman jenazah pasien covid 19 dihadang, dilempari batu dan dibanting warga. Lantaran mengambil paksa jenazah pasien covid 19 yang akan dimandikan.

Beberapa peristiwa ini menunjukkan minimnya pemahaman masyarakat terhadap covid 19. Apalagi hal ini terjadi di tengah kondisi masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi akibat wabah menjadikan emosi masyarakat.

Wabah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan membangun kerja sama yang baik dari berbagai pihak akhirnya tidak terealisasi. Bahkan yang tampak masyarakat justru mengambil solusi sendiri tanpa mempertimbangkan benar dan salah atas tindakan itu berikut dampak buruknya.

Kondisi semakin diperparah ketika para nakes yang berada di garda terdepan menghadapi wabah justru menjadi sasaran fitnah. Diantaranya ada yang mengatakan tenaga medis melakukan rekayasa terhadap pasien covid 19. Padahal banyak juga nakes yang wafat saat menjalankan tugas.

Nakes yang dituduh penipuan uang, saat menangani wabah corona. Tuduhan bahwa dokter dan nakes mengambil untung besar saat covid 19. Hal itu terus menerus bergulir sebagai berita viral.

Atas minimnya pemahaman masyarakat yang berujung fitnah dan kekerasan. Tidak bisa dilepaskan dari peran penguasa dalam membangun pemahaman masyarakat terkait wabah covid 19. Jika selama 1,5 tahun wabah masuk ke negeri ini, konflik sosial masih merebak, hal ini berarti pemerintah lalai dalam urusan ini. Bukankah penguasa yang memiliki semua perangkat dalam mengedukasi masyarakat?

Penguasalah yang harusnya mampu menjawab mengapa masyarakat masih banyak yang tidak peduli pada protokol kesehatan. Mengapa masih ada sebagian masyarakat tidak ikut andil dalam upaya mengendalikan wabah yang sudah dicanangkan pemerintah. Hingga mengapa berbagai fitnah pada para nakes masih kerap terjadi.

Meski hal itu ulah masyarakat, namun tidak bisa sepenuhnya masyarakat yang disalahkan. Mengingat situasi psikologis yang mereka hadapi di lapangan nyatanya memang benar-benar sangat berat. Situasi pandemi menyulitkan kehidupan masyarakat dan meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.

Saat pemerintah mencanangkan PPKM tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Hingga saat keluarga mereka menjadi korban covid 19 masyarakat kesulitan mendapatkan pelayanan yang baik.

Artinya konflik horizontal yang terjadi tidak bisa dilepaskan dari minimnya edukasi penguasa pada rakyatnya ditambah lemahnya pengurusan penguasa atas mereka. Saat nyawa dan kesehatan rakyat membutuhkan pertolongan, penguasa justru menyibukkan diri menyelamatkan nyawa korporasi. Dengan suntikan dana hingga memuluskan jalannya proyek-proyek investasi. Ditambah cuitan-cuitan penguasa di media sosial yang semakin mengiris hati rakyat. Sebab disaat rakyat sibuk mencari makan, penguasa malah sibuk mencari hiburan.

Wajar jika hari ini masyarakat tidak punya kesiapan cukup, termasuk dalam pengetahuan, lalu gagap menghadapi situasi yang mengancam. Watak rezim ini lagi-lagi menunjukkan buruknya sistem yang melahirkan mereka. Dan buruknya solusi dari sistem yang dijalankan rezim atas berbagai persoalan masyarakat.

Inilah sistem kapitalisme yang menempatkan kepentingan ekonomi diatas kepentingan nyawa. Berbeda dengan kepemimpinan yang lahir dari sistem islam. Dalam islam pemimpin sangat lekat dengan dimensi ruhiyah. Ia adalah amanah Allah yang pertanggung jawabannya sangat berat di akhirat. Islam menetapkan penguasa atau negara adalah pengurus (raain) dan penjaga (junnah) bagi rakyatnya.

Rosullullah SAW bersabda:

“imam (khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. BUKHORI)

Hubungan yang dibangun penguasa dan rakyat adalah hubungan gembala dan penggembalaannya atau seperti hubungan bapak dengan anak-anaknya. Sehingga dalam islam selalu memastikan rakyat terpenuhi kesejahteraannya dan terjaga dari segala marabahaya. Bahkan jaminan ini dipastikan akan diperoleh individu per individu. Semua itu dapat diwujudkan melalui penerapan syariat islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Sebab, penerapan syariat islam adalah jaminan terwujudnya rahmat bagi seluruh alam.

Wallahualam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *