Oleh: Widhy Lutfiah Marha (Pendidik Generasi dan Member AMK)
Bukan Indonesia kalau tidak ada kegaduhan. Lembaran kegaduhan demi kegaduhan nampaknya tidak pernah selesai terjadi di Indonesia. Sepanjang hari, sepanjang tahun masyarakat Indonesia hidup di tengah kegaduhan. Entah sampai kapan.
Dalam waktu berdekatan, gaduh soal new normal belum selesai, muncul kegaduhan soal melonjaknya tagihan listrik. Beriringan dengan kasus tagihan listrik, RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menjadi sumber lain dari kegaduhan di Tanah Air. RUU HIP menjadi polemik di masyarakat.
Meski pemerintah telah memutuskan menunda pembahasan RUU HIP, namun di masyarakat telah terjadi polarisasi. Tentu sangat disayangkan, RUU yang terindikasi berbau komunisme ini dibahas di tengah-tengah seluruh masyarakat Indonesia fokus mengantisipasi penyebaran wabah covid-19. Bahkan ada yang menyebut, pemerintah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Hingga saat ini, polarisasi dalam penyikapan RUU HIP masih terjadi. Gelombang penolakan terhadap RUU ini semakin kencang dan deras bak gelombang tsunami. Penolakan tidak hanya disampaikan melalui rilis pernyataan sikap atau diskusi saja, namun sudah berupa aksi unjuk rasa turun ke jalan dengan massa yang tidak sedikit.
Masyarakat menginginkan RUU tersebut tidak hanya ditunda, melainkan dicabut atau dibatalkan. Aspirasi ini tentunya harus didengar oleh pemerintah. Organisasi massa Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Front Pembela Islam (FPI) dan lain-lain bersepakat meminta pembahasan RUU HIP dihentikan.
Akan tetapi rasa sulit menyampaikan aspirasi masyarakat dipenuhi ataukah justru ditolak. Karena menurut pengalaman sebelum-sebelumnya pendapat masyarakat jarang didengar atau direspon positif. Artinya penguasa akan tetap menjalankan kebijakan-kebijakanya dengan ada atau tidaknya respon dari masyarakat.
Aneh, padahal RUU HIP ini diharapkan menjadi pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun kebijakan pembangunan nasional di berbagai bidang.
RUU ini justru memuat banyak polemik mulai dari makna Pancasila sebagai ideologi, apa saja yang bertentangan dengan ideologi, juga bagaimana mewujudkan integrasi hingga polemik soal implementasi di berbagai bidang termasuk bidang ekonomi. Di satu sisi menetapkan peran negara yang harus lebih dominan dalam menjaga ekonomi rakyat namun juga mendorong kebijakan utang luar negeri dengan alasan memperkuat ekonomi.
Karena RUU HIP di dalamnya mengesampingkan beberapa persoalan yang bersifat fundamental yaitu memunculkan tumpang tindih dalam sistem ketatanegaraan dan menurunkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi yang disusun para pendiri bangsa.
Indikator paling sederhana adalah tidak terdapat TAP MPRS No. XXV tahun 1966 tentang pembubaran PKI dan pelarangan ideologi komunisme dan leninisme.
RUU HIP juga mengindikasikan adanya sekulerisme bahkan atheisme. Salah satunya tercermin pada pasal 7 ayat 2 “…ketuhanan yang berkebudayaan… ” akan dijadikan panduan dalam tata kelola kekuasaan dan pemerintahan yang coraknya di arahkan bernafas komunisme dan liberalisme.
Upaya memeras Pancasila jadi trisila bahkan ekasila, akan membuat negara ini berpijak pada pilar sosial dan politik, bahkan hanya fokus pada urusan gotong royong dengan mengesampingkan nilai nilai Ketuhanan.
Bahkan didalam Draf Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) juga memuat ketentuan mengenai demokrasi ekonomi Pancasila yang di antaranya mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada seseorang atau kelompok tertentu. Tapi di sisi lain, draf yang telah disetujui DPR sebagai inisiatif lembaga tersebut juga mencantumkan poin yang membolehkan negara berhutang demi memperkuat perekonomian nasional.
Padahal jelas-jelas negara kolaps karena beban bunga hutang yang sangat besar. Alih-alih memperkuat ekonomi tapi justru rakyat terbebani karena harus ikut menanggung beban karena dihilangkannya berbagai subsidi akibat negara bingung mencari sumber pendapatan karena tingginya angka hutang berikut bunganya.
Pada intinya RUU HIP merupakan tafsir resmi negara terhadap Pancasila dan bisa diisi sesuai kemauan rezim yang sedang berkuasa dan akan menjadi alat gebug yang efektif terhadap orang-orang yang berseberangan dengan kebijakan kebijakan Pemerintah.
Ideologi Islam Satu-Satunya Solusi
Pancasila lahir ditengah kepungan ideologi besar yaitu ideologi kapitalis, ideologi sosialis – komunisme, dan ideologi Islam. Dua ideologi hasil pemikiran dan kebudayaan manusia yaitu sosialis – komunis dan kapitalis, sedang satu-satunya ideologi yang berasal dari Sang Pencipta adalah ideologi Islam.
Pancasila hanya sebuah nilai, indikasinya tidak bisa melahirkan suatu sistem. Karenanya Pancasila rentan diboncengi oleh ideologi lain. Pancasila akan lumpuh saat menjadi undang undang, maka rezim yang berkuasa melalui Pemerintah bisa menjadi penafsir tunggal dengan memasukkan ideologi kapitalis atau bahkan ideologi sosialis – komunis serta meminggirkan Islam dan ajaran-ajarannya.
Kita Umat Islam meyakini Islam adalah Ideologi rahmat bagi semesta alam. Ideologi yang membawa keselamatan dunia dan akherat dan meyakini ideologi dan sistem Islam yang terbaik.
Kita Umat Islam telah berikrar akan menjadi pembela Islam, melawan semua kekuatan dan ideologi yang ingin memadamkan cahaya Islam. Dan akan berjuang bahwa RUU HIP harus ditolak bukan ditunda. Ideologi Islam yang terbaik dengan sistem dan hukumnya.
Dan harus disadari pula oleh semua komponen bangsa bahwa ancaman tidak kalah besar bahayanya bersumber dari berkembangnya Kapilatisme dan liberalisme yang makin mengakar di sektor-sektor strategis umat.
Jadi urgensitas mengenalkan Islam sebagai ideologi yang sangat komprehensif dan terintegrasi, yaitu menjelaskan penyelenggaraan negara mulai dari aspek filosofi hingga sistem adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Karena hanya dengan Islam yang bisa memberi identifikasi yang sangat jelas tentang apa saja yang bertentangan dengannya. Dan dalam Islam tidak ada saling kontradiksi antar bagiannya dan sistemnya secara integral hanya mewujudkan keutuhan, keadilan dan kesejahteraan.
Maka dari itu tidak ada jalan lain bagi kita yang mendambakan keberkahan hidup dan meniti jalan pendahulu kita, kecuali berjuang merealisasikan kembali proyek agung kehidupan Islam agar kita bisa merasakan keselamatan dunia akhirat.
Wallahu a’lam bishshawab .