Riba Merajalela, Akibat Kesampingkan Agama 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Riba Merajalela, Akibat Kesampingkan Agama 

Oleh Euis Purnama Sari

Ibu Rumah Tangga 

 

Praktik rentenir masih menjadi masalah serius yang terjadi di tengah masyarakat. Seperti yang dialami oleh warga di Kabupaten Bandung, tepatnya di wilayah Solokan jeruk. Dalam kegiatan Jumat Curhat pada tanggal 13 Oktober 2023 lalu, warga menyampaikan keresahannya terkait oknum yang biasa disebut bank emok tersebut. Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo menyatakan pihaknya akan segera melakukan beberapa langkah agar warga tidak terjerat pinjaman berbunga tinggi, untuk itu pihaknya akan memasifkan sosialisasi. Ia menghimbau agar warga masyarakat tidak mudah tergiur dengan bujukan para penyedia jasa pinjaman ini. Praktik rentenir ini pada dasarnya kan terjadi karena ada penawaran dan permintaan. (IniSumedang.Com, Jumat 13 Oktober 2023)

Tentu untuk menanggulangi masalah ini tidak cukup dengan himbauan saja, karena faktanya masyarakat seolah tetap melakukannya karena terdesak kebutuhan. Dan dengan fakta bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi di kabupaten Bandung saja, melainkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Maka jelas keberadaannya menjadi masalah serius yang harus ditangani oleh negara, karena menyangkut kebutuhan dasar rakyat.

Terlebih seharusnya yang dilarang bukan hanya rentenir saja. Tetapi semua macam praktek riba, baik bunganya kecil atau besar, legal ataupun ilegal. Karena faktanya, di tengah masyarakat berseliweran praktik rentenir, mulai dari bank emok, koperasi, pinjol hingga pinjaman modal yang merupakan program pemerintah dalam meningkatkan ekonomi rakyat.

Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, ekonomi berbasis ribawi menjadi hal yang lumrah. Pasalnya, yang menjadi asas sistem kapitalis-sekuler ini adalah manfaat. Jadi, selama ada keuntungan sekecil apapun, akan tetap dikejar. Sayangnya, hal itulah yang dilakukan penguasa kepada masyarakatnya. Dengan alasan untuk menumbuhkan perekonomian, pemerintah membuat program berupa pinjaman modal bagi UMKM, KUR (kredit usaha rakyat) dan program lainnya.

Alih-alih membantu rakyatnya untuk memiliki usaha, pemerintah justru mengambil keuntungan dari bantuan yang diberikan kepada masyarakat. Wajar, jika mereka mudah tergiur penawaran pinjaman disertai bunga tanpa harus pengajuan, antri atau pergi ke bank.

Jelas ini bertentangan dengan aqidah mayoritas muslim di negeri ini. Dalam Islam riba dengan tegas diharamkan. Sekecil apapun bunganya, seperti apapun bentuknya riba hukumnya tetaplah haram. Maka dalam hal ini diperlukan adalah solusi agar masyarakat tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan penciptanya.

Islam memiliki seperangkat aturan yang sempurna, termasuk dalam hal ekonomi. Upaya untuk menjaga rakyatnya terbebas dari praktik rentenir adalah dengan melakukan edukasi berupa penanaman akidah dan memberikan pemahaman mengenai syariat Islam sehingga masyarakat mampu membentengi diri dari perbuatan maksiat.

Adapun jika alasannya karena kebutuhan mendesak, maka hal itu menjadi tanggung jawab negara yang wajib menjamin kebutuhan setiap rakyatnya. Karena tugas mereka adalah memelihara urusan umatnya (ri’ayah suunil ummah). Apalagi menyangkut kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, papan, hingga dalam memenuhi kebutuhan sekundernya seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain. Semua itu wajib dipenuhi oleh negara, sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Dan Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengatur dan pengelola) dan ia dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya itu.” (HR. Muslim)

Tidak ada alasan bagi negara untuk tidak memberikan bantuan kepada rakyatnya, karena Allah Swt. telah menciptakan manusia lengkap dengan apa yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupannya beserta seperangkat aturan untuk memenuhinya. Seluruh kekayaan alam harus dikelola dengan baik sesuai aturan-Nya, maka manusia tidak akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi sampai harus melakukan praktik rentenir, yang jelas dilarang dalam agamanya. Negara harus mampu memenuhinya dengan mengelola kekayaan alam dan mendistribusikan hasilnya kepada rakyat. Bukan dengan diserahkan pengelolaannya kepada swasta seperti yang terjadi saat ini.

Sepanjang sejarah pemerintahan Islam tidak pernah terjadi penguasa memberikan pinjaman disertai bunga. Justru para khalifah saat itu memberikan bantuan secara cuma-cuma, apalagi jika menyangkut kebutuhan dasar rakyatnya. Karena itu bagian dari tanggungjawab nya yang harus dipenuhi seorang pemimpin. Bahkan para khalifah membantu rakyatnya yang memiliki hutang untuk melunasinya tanpa mengambil keuntungan.

Untuk menumbuhkan ekonomi mandiri, negara harus memberikan bantuan modal kepada rakyatnya sampai ke masalah mekanisme pendistribusiannya. Dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya agar tidak terjadi pengangguran bagi kaum laki-laki.

Sungguh jauh perbedaan solusi yang ditawarkan Islam dan kapitalisme dalam menuntaskan masalah ekonomi. Saatnya kita beralih pada sistem yang mampu memberikan kehidupan, yakni diterapkannya syariat Allah dalam sebuah pemerintahan Islam.

Wallahu a’lam bishawaab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *