Resah Akibat Karhutla, Sampai Kapan? 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Resah Akibat Karhutla, Sampai Kapan? 

Oleh Aulia Rahmah

Kelompok Penulis Peduli Umat

 

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan kembali terjadi. Di Kalimantan Barat saja, tercatat seluas 1. 962.59 ha. Walau angkanya lebih rendah dari tahun sebelumnya, namun dampak El Nino memungkinkan karhutla akan terus terjadi. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dengan menggandeng berbagai pihak, termasuk tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pencegahan karhutla dengan memasang satelit untuk memonitor titik hotspot, juga secara rutin dan terpadu melakukan patroli pencegahan karhutla dengan mengirimkan surat peringatan kepada perusahaan-perusahaan yang terindikasi. Disamping itu, pemerintah juga menerapkan sanksi administratif dan membentuk satgas penegakan hukum. Harapannya agar perusahaan pemegang konsesi menjalankan tata kelola perusahaan dengan baik di bidang pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengendalian karhutla.

Dari kerjasama yang baik dengan berbagai pihak, KLHK telah menggugat 22 perusahaan pemegang konsesi untuk bertanggung jawab dengan membayar ganti rugi dan menuntut perusahaan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup pada areanya. Mengingat, hal ini telah merugikan negara. Apalagi masyarakat, asap dari karhutla merusak kesehatan, asap dapat menghalangi mobilisasi barang dan orang, akibatnya kegiatan ekonomi dan pendidikan terganggu.

Mengutip dari menlhk.go.id, 18/8/2023, dari 22 perusahaan, sebanyak 14 perusahaan telah berkekuatan tetap. 7 perusahaan diantaranya dalam proses eksekusi, 7 lainnya masih persiapan ekseskusi. Dan hanya 2 perusahaan diantaranya yang sudah siap melaksanakan ganti rugi juga menerima konsekuensi berupa tindakan pemulihan lingkungan hidup sesuai dengan isi putusan pengadilan.

Kerugian, akhir dari kebijakan yang salah arah. Hutan sebagai milik umum haruslah digunakan untuk kepentingan umum. Fungsi hutan di Kalimantan sebagai paru-paru dunia harus dipertahankan. Negara sebagai penjamin kesejahteraan dan pelindung rakyat haruslah dapat membaca dampak kerugian jika memberikan konsesi kepada swasta, sebelum rakyat merasakan dampak buruknya. Kerugian di bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang dirasakan oleh masyarakat tidak dapat ditukar dengan uang. Masyarakat akan resah dan frustasi dengan kepulan asap yang terus menyelimuti.

Bagi perusahaan yang menganut Sistem Ekonomi Kapitalisme, sangatlah wajar jika mengabaikan pemeliharaan lingkungan hidup di areanya. Sebab, prinsip-prinsip ekonomi yang dipegang memang dengan meminimalkan modal untuk meraup keuntungan besar. Sungguh pemeliharaan lingkungan hidup membutuhkan energi dan dana yang besar pula. Sehingga hanya sebagian kecil saja perusahaan yang mau menerima dan melaksanakan konsekuensinya. Mereka mencukupkan hanya dengan membayar pajak kepada negara.

Paradigma Kapitalisme yang cenderung serakah sangat berkebalikan dengan paradigma Islam dalam mengelola kepemilikan umum, seperti hutan. Sebagai tanggung jawabnya negara dengan konsep Islam Kaffah akan mengelola hutan dan memelihara fungsinya dengan baik. Negara dengan segala kewenangan dan kekuasaannya akan menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya. Juga akan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti membuat kerusakan terhadap potensi hutan.

Dengan pemanfaatan hutan yang tepat dan memperhatikan lingkungan, negara dapat mewujudkan kesejahteraan dan ketenangan hati masyarakat dengan memenuhi kebutuhan dasarnya melalui pemanfaatan hutan. Warga akan tenang karena negara yang melaksanakan seperangkat hukum syariat, yang mengantarkan tujuan hidup dan bernegara untuk mencari Rida Allah, akan mudah menerima kritik yang membangun. Sehingga anugerah yang diberikan Allah berupa hutan yang luas yang berkontribusi bagi kesehatan udara dan keseimbangan lingkungan akan membawa kebaikan yang bertambah-tambah. Jaminan Allah ini sesuai dengan FirmanNya;

“Barangsiapa yang beriman dan bertakwa maka akan aku bukakan pintu-pintu RahmatKu dari langit dan bumi”(QS. Al A’raf: 96)

Begitu juga sebaliknya, jika rakyat justru terhalang tangannya dari menikmati hasil hutan, dan kini terdampak karhutla adalah karena negeri ini enggan bersyariah Kaffah dan mengabaikan aturanNya. Allah berfirman;

“Barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka baginya penghidupan yang sempit, dan kelak di hari kiamat mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta”(QS. Thaha: 124)

Maka untuk mengakhiri bencana karhutla yang terus berulang jalan satu-satunya adalah dengan kembali menerapkan Sistem Islam Kaffah. Yakni dengan mengambil konsesi dari perusahaan-perusahaan serakah untuk dikelola secara mandiri dan hasilnya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.

Wallahua’lam bi ash-Shawaab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *