Refleksi Hari Guru: Merdeka Belajar dan Dilemanya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Refleksi Hari Guru: Merdeka Belajar dan Dilemanya

Oleh Aisyah Humaira 

(Aktivis Mahasiswa)

 

Guru adalah sosok yang pada dirinya senantiasa tersematkan tagline digugu dan ditiru. Hal ini disebabkan guru banyak berkorban memberikan pengaruh besar dalam proses kita menimba ilmu. Sebagai pendidik, ia berkiprah tidak hanya menjadi sumber belajar tapi juga orang tua siswanya di sekolah. Itu sungguh mulia, sehingga sangatlah layak dan pantas untuk kita menghargai dan berterima kasih atas jasanya. Namun jangan sampai kita lupa bahwa sebesar apapun peran dan seberat apapun amanah yang ia emban, tetaplah saat ini mereka hanya bisa pasrah mengikuti penguasa. Dalam bertugas, mereka menerapkan kurikulum yang ditetapkan dan tidak punya hak untuk menolak sekalipun ada kesalahan. Inilah yang kemudian membuat dilema.

Mengutip dari muslimah.news (23/11/2023) diketahui bahwa berdasarkan Surat Edaran Mendikbudristek Nomor 36927/NPK.A/TU.02.03/2023, seluruh instansi pemerintahan, termasuk bidang pendidikan, diperintahkan untuk melaksanakan Upacara Hari Guru pada Sabtu, 25-11-2023. Tema yang diusung tahun ini adalah “Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar”.

Melalui tema tersebut jelas menunjukan bahwa peringatan hari guru kali ini ditujukan secara tegas untuk memahamkan masyarakat khususnya dalam dunia pendidikan terkait penerapan kurikulum merdeka. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kurikulum merdeka adalah kurikulum yang digagas oleh Pak Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim dengan tujuan untuk menghasilkan lulusan siap kerja dan dapat memenuhi kebutuhan industri.

Sedihnya, peringatan ini seakan euforia semata tanpa makna sebab bersanding dengan kondisi generasi sekarang yang dilanda berbagai problematika. Satu di antaranya seperti yang kerap diberitakan akhir-akhir ini adalah bunuh diri. Usut punya usut banyak faktor yang melatari kejadian ini, mulai dari masalah percintaan, masalah keluarga, terlilit utang hingga tekanan tugas di dunia kuliah dan kerjapun banyak. Belum lagi kekerasan seksual, perundungan dan lainnya. Naudzubillah.

Fenomena yang menimpa generasi ini menunjukan bahwa dunia pendidikan belum berjalan baik. Adapun pergantian menteri dengan kurikulum barunya terus saja bergilir tanpa menyolusi bahkan yang terjadi justru mengalami degradasi. Semua ini harusnya menjadi lampu kuning bagi penguasa, tapi hingg kini mereka bersikap seakan tak ada introspeksi mencari solusi atas akar masalah yang terjadi.

Hingga kini tak ada kebijakan yang berarti dari penguasa dalam menjawab problematika yang terjadi khususnya di dunia pendidikan. Pasalnya penguasa yang kini berperan hidup dibawah pengaruh sistem kapitalisme dengan akidahnya yang sekuler telah membentuk mereka menyikapi hidup tanpa melibatkan aturan Pemilik Kehidupan, Tuhan Semesta Alam. Semua aturan yang ditetapkan merupakan buah dari pemikiran manusia yang berkuasa. Alhasil rusaklah dunia.

Akibat akal yang tidak ditundukan di bawah aturan tuhan inilah akhirnya melahirkan perasaan angkuh yang menjadikan mereka diperbudak hawa nafsu. Beginilah kondisinya jika kepemimpinan diambil alih oleh orang-orang yang menjadikan kapitalisme sebagai ideologi. Oleh sebab itu, sesering apa pun negara tersebut mengganti kurikulum, selama pemimpinnya masih memakai kapitalisme dan sekularisme sebagai landasan dalam berbuat, generasi akan sulit untuk diperbaiki.

Hanya ada satu solusi yang hakiki dalam menjawab berbagai problematika umat tak terkecuali dalam dunia pendidikan yakni diterapkannya sistem pemerintahan berlandaskan pada akidah Islam yakni khilafah. Khilafah memandang generasi sebagai aset berharga bagi bangsa dan negara dimana kelak ia akan melanjutkan estafet perjuangan dan kepemimpinan negara.

Dalam Islam, sistem pendidikan merupakan satu dari sekian aspek yang diurus kemaslahatannya untuk umat. Sistem Islam (Khilafah) akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai landasannya. Adapun tujuan dari penerapannya adalah untuk memuliakan manusia agar memiliki pola pikir dan sikap Islam.

Khalifah akan membuat kurikulum sesuai dengan pandangan Islam, bukan berorientasi materi belaka. Contohnya, pada tingkat dasar, anak-anak akan ditanamkan tentang akidah Islam agar paham antara yang haq dan bathil. Pada tingkat tinggi, baru diberikan soal pendidikan yang mengandung hadharah. Ini bertujuan agar pemahaman generasi dari hadharah yang bertentangan dengan Islam dapat terjaga.

Konsep pembelajaran sistem pendidikan Islam pun jauh berbeda dengan sistem sekarang. Pembelajaran dalam Islam adalah lebih untuk diamalkan. Apa pun yang dipelajari, nantinya untuk diamalkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Alhasil, generasi akan selalu berpikir membuat karya untuk umat, bukan untuk kepuasan akal pribadi.

Begitu pula dengan para pendidiknya, penghargaan untuk mereka tidak sekadar dengan mengadakan Hari Guru. Negara juga tidak akan membiarkan gelar ‘pahlawan tanpa tanda jasa’, melainkan akan memuliakan dan memberikan gaji yang senilai dengan kerjanya. Sebagaimana pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, gaji guru mencapai 15 dinar (1 dinar setara 4,25 gram emas). Jadi, guru dalam sistem Islam terpenuhi kebutuhannya dan terjaga kemuliaanya.

Wallahu alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *