Ramadhan, Tradisi Banjir Impor

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ramadhan, Tradisi Banjir Impor

Agung Andayani

Kontributor Suara Inqilabi

 

All umat muslim dibulan ramadhan saat ini sedang menjalankan ibadah puasa. Bulan istimewa yang senantiasa ditunggu-tunggu. Tidak hanya ditunggu oleh umat muslim saja. Namun non muslimpun juga menunggu terutama para pengusaha ataupun pedagang karena dibulan ini rata-rata omset penjualan meningkat tajam.

Tidak tahu kenapa fenomena di setiap bulan ramadhan menjelang lebaran kebutuhan konsumsi masyarakat meningkat. Hal ini berulang setiap tahun seperti sudah menjadi suatu tradisi. Karena berulang setiap tahun, seharusnya peningkatan kebutuhan pangan rakyat setiap menjelang ramdhan bisa diprediksi oleh negara. Dan negara sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari sehingga semua kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan harga yang stabil tanpa harus melakukan impor bahan pangan.

Faktanya pemerintah untuk memenuhi lonjakan kebutuhan pangan selalu mengandalkan strategi impor. Dan setiap menjelang lebaran harga-harga pangan meningkat. Kenaikan impor ini terjadi baik secara bulanan atau month to month (mtm) maupun tahunan atau year on year (yoy).

Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, nilai impor barang konsumsi per Februari 2024 sebesar US$ 1,86 miliar atau naik 5,11% dibanding Januari 2023. Sedangkan dibanding Februari 2024 yang senilai US$ 1,36 miliar naik 36,49%. Secara bulanan nilai impor barang konsumsi naik US$ 90,5 juta atau naik 5,11%. Untuk barang konsumsi yang berupa komoditas pangan, juga mengalami peningkatan pesat. Di antaranya beras naik 93% secara volume dan secara nilai naik 148,63% khusus periode Januari-Februari 2024. Lalu, bawang putih naik 374,20% secara volume, dan naik 357,01% secara harga. (cnbcindonesia.com, 15/03/2024).

Sekali lagi seharusnya peningkatan kebutuhan ini sudah bisa diprediksi dan diantisipasi oleh negara. Supaya tetap terwujud ketahanan pangan dan kedaulatan pangan RI. Ketergantungan pada impor hakekatnya dapat mengancam kedaulatan negara. Sesungguhnya menjaga kedaulatan negara ini tidak lain adalah tugas negara bukan tugas rakyat. Maka negara harus mencari solusi agar menjadi negara mandiri alias tidak bergantung pada negara lain (impor).

Dengan sistem yang diadopsi oleh negara saat ini yaitu sistem kapitalis, akan sangat sulit untuk tercapai ketahanan pangan. Karena sistem kapitalis ini membuat negara berperan hanya sebagai regulator. Yang seharusnya negara berperan sebagai mengurusi rakyat dan melindunginya. Akan tetapi dalam sistem ini hubungan antara negara dan rakyat seperti hubungan antara pedagang dengan pembeli. Dengan kata lain rakyat sebagai tempat untuk meraih keuntungan (cuan). Sehingga sistem kapitalisme yang diterapkan ini wajar dapat menghalangi terwujudnya negara mandiri.

Jika kita sandingkan dengan sistem warisan Nabi Muhammad saw, akan kita menjumpai keadaan yang sangat berbeda. Sistem itu yaitu sistem Islam, sebab dalam sistem Islam telah mewajibkan negara berdaulat dan mandiri termasuk dalam masalah pangan. Sehingga berbagai upaya akan dilakukana negara secara maksimal. Termasuk akan membangun berbagai sarana dan prasarana pendukung seperti membangun infrastruktur berkualitas, upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian dan peternakan. Juga dalam berinovasi meningkatkan teknologi tepat guna dan berkemampuan tinggi.

Selain itu sistem Islam juga mewajibkan negara untuk mewujudkan kesejahteraan. Salah satunya dengan memberikan subsidi pada rakyat yang membutuhkan termasuk petani dan peternak yang kekurangan modal atau tidak memiliki modal yang cukup. Negara Islam mampu mensupport rakyatnya karena memiliki sumber dana yang banyak dan beragam. Salah satu sumber dananya berasal dari SDA yang sepenuhnya akan dikelolah negara dan tidak akan diserahkan kepada aseng dan asing.

Wallahu’alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *