Ramadan Setan Diikat, Tapi Kriminalitas Meningkat?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ramadan Setan Diikat, Tapi Kriminalitas Meningkat?

 

Fina Fatimah

(Anggota Kesatria Aksara Bandung)

 

Mayoritas umat Islam berbahagia saat bulan Ramadhan tiba. Hal ini dikarenakan banyaknya keutamaan, kemuliaan, dan juga berkah yang Allah janjikan pada bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan dikenal sebagai bulan Al-Quran karena pada bulan inilah pertama kali diturunkannya Al-Qur’an. Pada bulan ini, Allah ta’ala membuka pintu-pintu surga serta menutup pintu-pintu neraka, dan membelenggu para setan. Sebagaimana tertuang dalam hadits shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).

Dalam hadits tersebut terdapat kata “setan dibelenggu” atau dalam riwayat lain disebutkan setan diikat dengan rantai yang membuat banyak orang bertanya-tanya. Mengapa di bulan Ramadhan yang suci ini, dimana salah satu keutamaannya adalah diikatnya para setan, namun faktanya menunjukkan bahwa kriminalitas justru meningkat?

Miris rasanya saat masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan tentang maraknya tawuran antar pemuda berkedok “perang sarung” di banyak wilayah di Indonesia. Perang sarung ini banyak dilakukan selepas shalat tarawih, ada juga yang melakukannya pada dini hari dimana orang-orang tengah melaksanakan sahur. Para pemuda itu memodifikasi sarung yang notabene nya adalah alat ibadah menjadi sebuah senjata tajam. Dilansir dari Serambinews.com perang sarung sudah sampai memakan korban jiwa. Satu orang remaja dari Indramayu berinisial GP yang masih berusia 15 tahun tewas setelah dihadang beberapa orang saat menonton perang sarung usai salat tarawih. Dan mungkin masih banyak lagi korban dari fenomena perang sarung ini yang belum terungkap.

Tak hanya itu, fakta miris lainnya adalah banyak orang yang memanfaatkan bulan suci Ramadhan ini sebagai ajang dalam meraup keuntungan tanpa melihat apakah cara yang dilakukannya adalah halal atau tidak. Baru-baru ini diketahui adanya aksi maling dengan cara menyabotase QRIS pada kotak amal mesjid. Seorang pria tertangkap CCTV tengah menempelkan stiker QRIS miliknya di atas stiker yang telah ia kelupas sebelumnya milik mesjid Nurul Iman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Hal itu menyebabkan uang infaq jamaah otomatis masuk ke rekeningnya. Hal ini menjadi modus baru pencurian yang sudah terjadi di beberapa masjid. (Wartakotalive.com 10/04/2023)

Kembali pada pertanyaan sebelumnya, mengapa saat setan diikat namun kriminalitas meningkat? Dimana kita ketahui bahwa setanlah yang selalu menggoda manusia untuk berbuat maksiat.

Ada banyak pendapat dari ulama mengenai makna “setan diikat” ini, salah satunya adalah pendapat dari Qadhi Iyadh seorang ulama ahli hadits pada zamannya yang mengatakan bahwa hadits tersebut dimaknai secara hakikatnya, setan benar-benar dibelenggu atau diikat sebagai tanda untuk para malaikat bahwa Ramadhan telah tiba. Dan yang menyebabkan maksiat di bulan Ramadhan adalah hawa nafsu manusia sendiri yang sudah terlatih untuk berbuat maksiat sejak sebelum bulan Ramadhan tiba.

Memang tidak aneh hal ini terjadi di sistem yang menyerahkan standar sebuah perbuatan kepada manusia itu sendiri. Manusia yang membuat standar dan aturan hidup sesuai dengan kemauannya. Lucunya, selalu setan yang mereka kambing hitamkan di setiap perbuatan maksiat yang mereka lakukan. Padahal kemaksiatan tersebut dilakukan sesuai keinginannya sendiri yang dipengaruhi oleh sekulerisme dan kapitalisme

Sekulerisme ialah paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Tanpa disadari, masyarakat muslim telah terpengaruh paham ini. Sehingga dalam berperilaku mereka tidak terikat dengan hukum syara.Sementara sistem kapitalisme menjadikan standar kebahagiaan dengan pencapaian materi. Tidak peduli halal-haram. Jika kedua sistem ini diemban oleh masyarakat, maka daya rusak yang dihasilkan semakin besar. Standar aturan dari sang pencipta tak lagi dihiraukan.

Sayangnya kedua sistem tersebut tak hanya diemban oleh individu, tapi sebagian besar umat Islam. Mereka terbiasa menggunakan aturan buatan sendiri meski hal tersebut bertentangan dengan aturan Allah Ta’ala. Bisa kita lihat pada beberapa fakta diatas, mereka menghalalkan kekerasan dengan dalih kesenangan dan kebebasan. Mereka menghalalkan pencurian dengan dalih himpitan ekonomi atau mungkin hanya sebatas menyenangkan nafsunya semata. Jika hal ini dibiarkan terus, kriminalitas dan berbagai maksiat lainnya cenderung akan terus meningkat.

Berbeda halnya dengan sistem yang menerapkan seluruh aturan Islam dalam kehidupan. Umat yang berada dalam sistem ini memiliki kesadaran penuh dalam menjalankan semua aturan yang telah ditetapkan Allah dengan penuh keikhlasan dan kebahagiaan. Sehingga mereka bahagia saat melaksanakan perintah Allah Ta’ala salah satunya perintah berpuasa.

Dalam sistem Islam terdapat hukum-hukum yang dapat memberantas tindakan-tindakan kriminal. Imam Al-Mawardi memaknai kriminalitas sebagai Jarimah (jamak dari Jaraim), beliau mengatakan bahwa Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukum hadd atau ta’zir. Yang termasuk dari tindakan kriminal tersebut diantaranya adalah pergaulan bebas, pencurian, narkoba, minuman keras, pembunuhan, LGBT, pemerkosaan, dan lain-lain.

Pemberantasan kriminalitas dalam sistem Islam mencakup dua hal. Yang pertama adalah dengan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh di tengah kehidupan sebagai upaya pencegahan (preventif) dari terjadinya tindakan kriminalitas. Dan yang kedua adalah upaya pengobatan (kuratif) untuk pelaku kriminal dengan penjatuhan sanksi (‘uqubat) agar dia tidak mengulangi tindakan kriminalitas itu.

Sistem sanksi dalam Islam berbeda dengan sistem sanksi manapun. Dimana dalam sistem sanksi Islam tidak hanya berpihak terhadap korban saja melainkan terhadap sang pelaku juga. Sistem sanksi Islam bersifat jawazir (pencegahan) karena sanksi yang diberikan sangatlah tegas agar menimbulkan efek jera terhadap pelakunya. Contohnya saja dengan diberlakukannya hukum qishash akan mencegah terjadinya tindakan balas dendam antara pihak pelaku maupun korban. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 179)

Selain berfungsi sebagai zawajir, sanksi dalam hukum Islam juga bersifat jawabir (penebus dosa). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barang siapa melakukan pelanggaran batas (hukum Allah) lalu dijatuhi sanksi maka itu merupakan kafaratnya (penebus dosa).” (H.R. Ibnu Majjah dan Ibnu Hibban)

Selain dengan menerapkan sistem sanksi, penerapan sistem ekonomi berlandaskan syariat Islam juga akan meminimalkan faktor terjadinya tindak kriminal. Karena selama ini terungkap fakta bahwa mayoritas tindakan kriminal seperti pencurian dilatarbelakangi faktor ekonomi yang buruk. Selain itu, akan ada petugas-petugas yang senantiasa berpatroli untuk menjaga keamanan dan meminimalisir peluang bagi para pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan kriminal. Keamanan dan rasa aman akan dapat dirasakan setiap orang apabila syariah Islam diterapkan secara menyeluruh. Dengan begitu, terjagalah keamanan setiap individu, masyarakat, maupun negara.

Wallahu’alam bishawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *