Pupuk Langka, di Mana Peran Negara

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pupuk Langka, di Mana Peran Negara

Oleh Ummu Kholda

(Pegiat Literasi, Komunitas Rindu Surga Bandung)

 

Kelangkaan pupuk masih menjadi salah satu masalah yang penting di negeri ini. Terutama pupuk subsidi yang dapat membantu dalam mengurangi beban pengeluaran bagi para petani dibandingkan dengan pupuk nonsubsidi. Namun sayangnya, keberadaan pupuk subsidi ini kerap terjadi kelangkaan, terutama di daerah-daerah yang sebagian besar penduduknya sebagai petani. Padahal seharusnya para petani mendapatkan pupuk tersebut demi kelangsungan pengolahan lahan pertanian untuk menghasilkan bahan pangan.

Melihat kondisi di atas, Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, menyoroti perbedaan angka e-alokasi dan realisasi kontrak terkait pupuk subsidi. Menurutnya, data yang ia peroleh menunjukkan bahwa pupuk subsidi yang dialokasikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tercatat sebesar 7,85 juta ton. Sementara dalam realisasi kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) antara Kementan dengan PT Pupuk Indonesia (Persero) hanya 6,67 juta ton. Oleh karenanya ia mempertanyakan perbedaan tersebut. (Bisnis.com, 30/8/2023)

Masih dari sumber yang sama, Direktur Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil, merespon pertanyaan tersebut. Ia menuturkan bahwa awalnya Kementan mengalokasikan sebesar 7,85 juta ton pupuk subsidi untuk seluruh kabupaten/kota. Akan tetapi, karena anggaran untuk pupuk hanya sekitar Rp25 trilliun, maka angka yang ada di kontrak berbeda, hanya mampu untuk 6,68 juta ton saja. Maka dari itu, Kementan meminta tambahan anggaran pupuk subsidi ke Kementerian Keuangan. Dengan begitu pupuk subsidi 7,85 juta ton dapat terpenuhi.

Distribusi dan Monopoli

Karut marutnya persoalan pupuk sebenarnya bukan hal baru, bukan pula sekadar masalah anggaran. Namun terkait erat dengan distribusi yang belum merata, bahkan cenderung diskriminatif. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Anggota Komisi IV DPR RI Suhardi Duka yang meminta kepada PT Pupuk untuk memperbaiki pola atau sistem distribusinya. Jangan sampai dimonopoli distribusinya oleh perusahaan, anak perusahaan hingga koperasinya. Alhasil, karena pola distribusi inilah, maka kerap terjadi kelangkaan, bahkan keberadaan pupuk seolah hilang di pasaran. Padahal banyak masyarakat yang sedang membutuhkan. Namun, pupuk sebagai bagian penting dalam pertanian sulit sampai di tangan mereka.

Sistem Kapitalisme Penyebabnya 

Ketimpangan distribusi pupuk tentu tak lepas dari kebijakan ekonomi yang diambil suatu negara. Sangatlah wajar jika monopoli distribusi terjadi saat ini. Karena memang negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme liberal meniscayakan adanya monopoli perusahaan yang memiliki modal besar. Mereka bebas mengatur pendistribusiannya bahkan mengatur harganya. Maka, kelangkaan pupuk tak ayal dijadikan ladang bisnis para kapitalis, untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya, tanpa memedulikan rakyatnya yang kian menderita. Sementara itu, penguasa yang seharusnya berada di garda terdepan membela rakyat justru terkesan abai, cenderung berperan sebagai regulator yang lebih memihak kepada para kapital.

Selain itu, sistem kapitalisme yang berlandaskan sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) memang telah menyimpang jauh dari aturan agama, terlebih lagi dari kemaslahatan umat serta fitrah manusia. Karena faktanya sistem ini justru kian memberi ruang bagi kapitalisasi aset negeri di berbagai sisi. Apalagi terkait kepengurusan rakyat, sistem ini jauh dari sabda Rasulullah saw. yang memerintahkan kepada penguasa untuk mengurusi dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya.

“Imam/khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari)

Sistem Islam Menjamin Ketahanan Pangan

Islam sebagai agama yang sempurna sangat memperhatikan urusan rakyatnya. Terlebih urusan pemenuhan kebutuhan dasar, yakni kebutuhan pangan. Dalam pandangan Islam, pupuk merupakan bagian penting bagi penyedia komoditas pangan masyarakat yang merupakan kebutuhan primer. Maka Islam memiliki tata aturan yang jelas dalam menangani hal tersebut. Negara akan menjamin keberadaan pupuk untuk tidak dimonopoli oleh pihak tertentu, dan memudahkan rakyat untuk memperolehnya, bahkan dengan harga yang sangat terjangkau.

Selain itu, negara yang menerapkan aturan Islam juga akan bertanggung jawab dalam memfasilitasi sarana produksi dan distribusi agar sektor pertanian dapat berjalan dengan baik. Untuk itu negara akan menjamin ketersediaan pupuk demi menunjang intensifikasi pertanian. Serta membatasi kuota impor pupuk semata hanya jika diperlukan saja, tidak dilakukan secara ugal-ugalan. Karena negara paham betul, bahwa impor pupuk bukanlah dalih untuk menjaga ketahanan pangan akan tetapi kemandirian panganlah yang menjadi paradigma utama di dalam sektor pemenuhan kebutuhan pangan.

Selain itu, negara akan melakukan kebijakan untuk memberdayakan pertanian dalam negeri secara masif dan penuh. Para ahli pertanian akan dibiayai untuk melakukan berbagai riset dalam rangka menghasilkan bibit tanaman unggul, juga riset berbagai jenis pupuk serta obat-obatan pertanian yang nantinya akan didistribusikan ke para petani secara merata. Sehingga tidak terjadi diskriminasi juga kesenjangan di antara mereka.

Kemudian, para insan intelektual akan diterjunkan untuk membina para petani di lapangan dalam bertani secara efektif dan efisien. Selain itu, negara juga berkepentingan untuk menginventarisasi berbagai jenis komoditas pangan yang diperlukan, jenis pupuk yang sesuai, termasuk jenis lahan serta status lahan tersebut. Itu karena perbedaan jenis lahan akan menentukan perbedaan jenis tanaman yang sesuai untuk ditanam di lahan tersebut. Sementara mengenai status lahan, apakah lahan tersebut milik individu, negara atau milik umum.

Begitu juga dengan kepemilikan, negara Islam akan membagi kepemilikan menjadi tiga yaitu, kepemilikan individu, negara dan kepemilikan umum. Potensi sumber daya alam dan energi yang besar akan dimanfaatkan untuk memutar roda perekonomian dan menyejahterakan rakyat.

Demikianlah, hanya sistem Islam yang akan mampu mewujudkan ketahanan pangan. Bukan sistem kapitalisme yang meniscayakan keberpihakannya pada segelintir orang, yakni para kapital serta berlepas tangannya penguasa terhadap tanggung jawab urusan rakyatnya. Oleh karenanya kita sebagai kaum Muslim sudah saatnya untuk memperjuangkan sistem yang shahih (benar) serta penerapannya secara menyeluruh yang akan membawa umat pada kesejahteraan yang sesungguhnya.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *