PTM : Minimnya Kesiapan Jadi Persoalan 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Abiyyu Shidqiia (Ibu Rumah Tangga)

 

Pembelajaran daring atau online yang sudah hampir berlangsung satu tahun lamanya memberikan dampak negatif yang begitu nyata bagi tatanan kehidupan, baik individu, keluarga, maupun masyarakat, bahkan sampai tingkat pemerintahan. Penurunan capaian belajar (learning loss), peserta didik yang putus sekolah, dan kekerasan pada anak yang terjadi, menjadikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadim Makarim beserta jajarannya segera merumuskan arah pembelajaran yang akan ditempuh yaitu Pembelajan Tatap Muka (PTM) dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat. Namun hal ini membawa polemik yang begitu komplek di masyarakat kita.

Relaksasi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), akan berisiko tinggi terjadi klaster baru. Ini terjadi jika sekolah tatap muka dilakukan tanpa persiapan yang memadai, baik secara infrastruktur maupun protokol kesehatan di lingkungan satuan pendidikan (kontan.co.id, 4/4/2021).

Sosialisasi Protokol Kesehatan (SOP) perlu dilakukan oleh pihak sekolah ke semua jajaran pendidikan, peserta didik dan orangtua. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menegaskan seharusnya April-Juni adalah waktunya melakukan penyiapan, bukan ujicoba secara terbatas. “Ujicoba pembelajaran tatap muka terbatas seharusnya dilakukan pada Juli 2021,” (Kontan.co.id, 2/4/2021).

Sebanyak 23 negara lain sudah menggunakan pembelajaran tatap muka. Negara yang melakukan sekolah tatap muka di masa pandemi telah melakukan persiapan dengan sungguh-sungguh dan memiliki mitigasi resiko yang baik, sehingga dapat mencegah sekolah dari kluster baru. Diantaranya adalah dengan menyiapkan semua infrastruktur adaptasi kebiasaan baru di sekolah. Sekolah diharapkan mampu menyediakan jumlah wastafel hingga Thermoghun yang memadai untuk kapasitas murid, menyediakan ruang isolasi untuk kondisi darurat, setiap guru dan siswa tidak boleh melepas masker, dan semuan pendidik serta tenaga kependidikan harus di vaksin terlebih dahulu. Ketaatan warganya terhadap himbauan pemerintah, sangatlah mendukung diterapkannya Pembelajaran Tatap Muka ini.

Lantas, apakah negeri kita ini Indonesia sudah benar- benar siap dan mampu untuk melakukan adaptasi kebiasaan baru sekolah seperti yang dipaparkan tersebut? Sebuah pertanyaan muncul di benak masyarakat khususnya dunia pendidikan. Mampukah himbauan pemerintah untuk melakukan pembelajaran tatap muka ini bisa berjalan dengan baik dan efektif? Tentunya kita sebagai masyarakat harus lebih cermat dan teliti dalam melihat situasi dan kondisi nyata pandemi saat ini.

Kesiapan yang Belum Matang

Hasil pengawasan KPAI pada Juni-November 2020 menunjukkan hanya 16,3% sekolah yang sudah siap pembelajaran tatap muka dari 49 sekolah di 21 kabupten/kota pada 8 provinsi. “Sementara yang mengisi daftar periksa pembelajaran tatap muka Kemdikbud, hanya 50% an sekolah yang sudah mengisi. Dan sekitar 10% yang sangat siap pembelajaran tatap muka. (liputan6.com)

Angka persentasi yang cukup minim, menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran tatap muka belum didukung oleh kesiapannya, demi menjaga kesehatan dan keselamatan siswa dan tenaga pendidik. Jika pemerintah benar-benar serius menerapkan program sekolah tatap muka, tentulah tidak hanya sekedar membebankan kepada pihak sekolah, atau hanya sekedar himbauan mematuhi pro-kes, menggunakan masker, jaga jarak dan mencuci tangan. Itu saja tidak cukup. Penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang aman bagi siswa untuk pulang dan pergi ke sekolah, juga wajib dipersiapkan. Program vaksin bagi guru pun belum tuntas dilaksanakan, bahkan harapan baik vaksin belum juga kelihatan.

Seyogyanya, negara sebagai pemegang kewajiban utama pengurus rakyat, wajib memberikan dukungan penuh jika pembelajaran tatap muka akan dilaksanakan. Tentulah bukan hal yang mudah, penyiapan sarana dan infrastruktur akan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Di tengah pengaturan ekonomi yang kacau, ditambah lagi pandemi yang belum kunjung usai, akankah negara kapitalisme ini mampu melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka yang aman dan efektif?

Jalan Penyelesaian

Munculnya problematika haruslah di sertai dengan solusi yang tepat agar tidak menimbulkan permasalahan baru. Tatanan dunia pendidikan yang baik, seharusnya tidak dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Karena pendidikan adalah ujung tombak majunya suatu negara.

Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. Negara sebagai pemegang wewenang kepengurusan rakyat, tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan, apalagi keselamatan rakyat taruhannya. Karena Allah akan meminta pertanggungjawaban seorang pemimpin atas orang-orang yang dipimpinnya. Kurikulum pendidikan berbasis aqidah Islam, menjadikan keimanannya kepada Allah akan mencegah segala bentuk tindakan kekerasan. Target belajar yang dititikberatkan pada kualitas pendidikan dan bukanlah kuantitas adalah dasar dalam proses belajar mengajar yang diterapkan dalam Islam. Sehingga guru tidak mengejar pencapaian materi, dan proses belajar di tengah pandemi lebih mudah untuk dihadapi.
Anggaran dana untuk pendidikan pun merupakan hal yang penting dipersiapkan. Melalui baitul maal, dana pendidikan akan disalurkan kepada masyarakat, sehingga biaya sekolah menjadi murah bahkan gratis. Suatu kemudahan dan kesejahteraan yang ditawarkan Islam demi tuntasnya problemantika mahalnya dana pendidikan saat ini.

Hebatnya solusi yang diberikan Islam di bidang pendidikan, memandang bahwasanya pendidikan tidak akan mampu berdiri sendiri. Integrasi ketaqwaan individu, kontrol masyarakat dan negara sangatlah penting dalam mewujudkan pendidikan yaitu memanusiakan manusia. Dan satu-satunya sistem pendidikan yang mau dan mampu mengintegrasikan ketiga pilar tersebut adalah sistem pemerintahan yang menerapkan Syri’at Islam secara menyeluruh di setiap sendi kehidupan dan elemen masyarakat, itulah Khilafah. Khilafah yang akan menerapkan semua aturan kehidupan dari Sang Pencipta Manusia.

Khilafah adalah sistem yang menjamin kesejahteraan bagi setiap individu, karena dalam Islam tugas negara adalah mengurusi urusan rakyat. Dan para pejabat di kekhilafahan sangat sadar bahwa setiap jabatan mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh Alloh SWT di akherat kelak. Hingga kebutuhan dasar pendidikan akan mereka penuhi dengan pelayanan prima, gratis, terbaik serta paripurna.
Allah SWT berfirman:
Dari Ibnu Umar RA dari Nabi SAW sesungguhnya bersabda: Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya (HR. Muslim).

Demikianlah sistem Islam telah mampu menjamin sistem pendidikan karena ditopang oleh negara, sudah seharusnya kita beralih dari sistem kapitalisme yang rusak ini kepada sistem Islam yang menjadikan rahmat bagi seluruh alam kehidupan manusia dan seisinya. Wallohua’lam bi showab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *