Predator Seksual Diganjar Kebiri, Solusikah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nun_Ashima

Banyaknya kasus kejahatan seksual terhadap anak membuat banyak pemerintah di dunia memberlakukan hukuman kebiri, sebagai ganjaran yang lebih berat bagi para pelakunya. Salah satunya di Indonesia dengan kasus terbaru Seorang pria berusia 20 tahun yang menjadi pelaku pemerkosaan Sembilan anak perempuan di Mojokerto menjadi yang pertama dijatuhi hukuman kebiri kimia.. CNN Indonesia, Kamis, 29/08/2019

Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. PP itu tertuang dalam Nomor 70 Tahun 2020 yang ditetapkan per 7 Desember 2020, tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Tujuan aturan diteken karena menimbang untuk menekan dan mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, juga sebagai efek jera terhadap predator seksual anak. detik.com

Dengan ini, pemerintah menganggap kebiri sebagai sanksi tertinggi untuk hentikan predator seksual.

Tapi apakah hukuman ini efektif?

Sebenarnya, Indonesia bukan negara pertama atau pun satu-satunya yang memiliki hukuman kebiri kimia. Beberapa negara Eropa juga mengizinkan penggunaan pengebirian kimia untuk mengendalikan penyimpangan seksual. Kebanyakan berasal dari Eropa utara, seperti Swedia, Finlandia, dan Jerman.

Prosedur hukum kebiri kimia berlaku di beberapa negara seperti Australia, Hungaria, Spanyol, Korea Selatan, Perancis, Indonesia, Rusia, Selandia Baru dan Amerika Serikat.

Meski pemerintah menganggap kebiri merupakan cara paling efektif untuk melindungi publik dari kejahatan seksual pada anak, namun ada risiko bagi penerima hukuman tersebut. Diantaranya efek samping dari digunakan hukuman ini adalah pengapuran tulang atau osteoporosis, perubahan pada kesehatan jantung, kadar lemak darah, tekanan darah, dan gejala yang menyerupai menopause pada perempuan. Beberapa negara pun telah mencabut hukuman tersebut.

Apa penyebab semua ini?

Padahal Aksi predator seksual dipicu banyak faktor yang diantaranya minimnya iman dalam diri yang mengakibatkan penyimpangan dalam penyaluran naluri seksualnya, dipicu lagi  dengan kehidupan yang sekuler dan pemikiran liberal yang memandang hidupnya diatur oleh dirinya tidak ada campur tangan Tuhan dalam kehidupannya, sehingga pemikiran dan gaya hidupnya bebas tak terkendali, didukung kembali dengan adanya fasilitas eksternal memadai dalam pengaksesan konten-konten negatife (pornografi) yang menjadikan candu seksualnya memuncak, ditambah lagi sanksi yang diberikan Negara kepada pelaku lebih ringan, jadi mereka serta merta menyepelekan dari kejahatan seksual ini.

Kejahatan seksual seperti lagu lama yang diputar kembali, artinya kasus yang terus berulang dan berulang lagi hingga tak ada ujungnya. Seharusnya dalam mengatasinyapun harus secara komprehensif atau keseluruhan, tidak hanya dengan hukuman kebiri karena memang tidak menyelesaikan dari permasalahan dan malah menimbulkan masalah. Penanganan yang salah akan mengakibatkan semakin membabi buta para generasi bangsa ini.

Lantas bagaimana penyelesaiannya?

Dalam Islam, negara menjadi panglima dalam mewujudkan sistem perlindungan anak. Negara tidak akan mengandalkan penyelesaian kekerasan seksual belaka, melainkan negara akan mengeluarkan sejumlah kebijakan tegas dari kesemuanya yang berkaitan dengan permasalahan ini.

Negara akan menutup serta melarang akses semua konten porno dan melarang semua bisnis dan media porno serta pelacuran. Sebab semua itu merupakan keharaman, mengundang azab Allah dan terbukti menghasilkan  kerusakan akan maraknya kekerasan seksual.

Selain itu, negara juga menutup bisnis miras dan mengatasi peredaran narkoba, karena dua benda haram tersebut sering menjadi pemicu kekerasan termasuk pada anak. Negara pun melakukan perubahan pada sistem pendidikan agar mampu menghasilkan pribadi takwa yang tidak menghalalkan segala cara untuk memuaskan nafsunya.

Semakin merebak dan sadisnya kejahatan seksual jaman ini membuktikan sistem yang digunakan saat ini adalah sistem yang bobrok, tidak memanusiakan manusia. Korban makin mengganas dan penjahat merajalela bebas diluaran sana. Ini merupakan bentuk kepedulian perempuan dan para ibu yang semestianya ditindaklanjuti dengan perubahan bangsa kepada penerapan sistem Islam.

Hanya dengan sistem islam yang kaffah semua persoalan di dunia akan terselesaikan, terutama dalam hal kejahatan seksual. Karena memang bukan hanya kesalahan dari para penjahat seksual saja tetapi peran Negara sangatlah penting disini dalam hal pengaturan, pengayoman dan perlindungan kepada segenap masyarakat.

Syariat Islam telah menetapkan hukuman untuk predator anak sesuai perincian fakta perbuatannya. Tidak boleh melaksanakan jenis hukuman di luar ketentuan syariat. Jika yang dilakukan adalah perbuatan zina, hukumannya adalah hukuman untuk pezina, yaitu dirajam jika sudah menikah atau dicambuk seratus kali jika belum menikah.

Jika yang dilakukan adalah sodomi, hukumannya adalah hukuman mati. Jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, hukumannya ta’zir.

Hukuman ini tidak cukup untuk mengatasi berulangnya kasus-kasus kekerasan seksual saja tanpa peran negara yang menerapkan aturan yang komprehensif dari Allah swt. Dengan inilah efek jera akan diterima oleh para penjahat seksual.

Yaitu, hanya Khilafah yang mampu mewujudkan kesemuanya. Karena Khilafah akan menegakkan seluruh aturan Allah swt yang memberikan kepada semua makhluk atas ketentraman, rasa aman dan perlindungan sehingga akan berbuah ridloNya yang bernilaikan Surga.

Wallahu a’lam bishshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *