PR Besar Mengentaskan Kemiskinan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

PR Besar Mengentaskan Kemiskinan

 Bunda Erma E, S.Pd.

(Pemerhati Keluarga dan Generasi)

 

Berbicara tentang kemiskinan di negeri ini seolah tidak pernah berakhir, justru data menunjukkan semakin meningkat. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bank Dunia yang merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia supaya mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity. (cnbcindonesia.com)

Pasalnya, Bank Dunia telah mengubah standar garis kemiskinan baru yang mengacu pada aturan purchasing power parity (PPP) 2017. Masih menurut Bank Dunia, seharusnya garis kemiskinan di negeri ini diukur melalui besaran pendapatan sebesar US$ 3,20 PPP per hari, atau skitar Rp. 47.235,- per hari. Bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011, yakni US$ 1,9 per hari atau Rp. 28.000,- per hari. (cnbcindonesia.com)

Data dari Bank Dunia, bahwa jumlah penduduk miskin kelas menengah ke bawah di Indonesia dengan standar PPP 2011 berkisar 54 juta jiwa. Apabila mengacu pada standar PPP 2017 jumlah tersebut akan menigkat menjadi 67 juta jiwa. Hal ini menjadikan jumlah masyarakat miskin di Indonesia berpotensi naik hingga 13 juta jiwa. (cnbcindonesia.com)

Menurut Center for Economic and Law Studies (Cellos) standar ukuran garis kemiskinan yang digunakan pemerintah Indonesia tergolong rendah. Direkur Eksekutif Cellos Bima Yudhistira memaparkan ukuran garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia lebih rasional.

Respon yang berbeda datang dari Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani. Menurut Bu Sri, ukuran itu tidak bisa seketika digunakan di negeri ini, disebabkan salah satunya masing-masing wilayah di Indonesia memiliki struktur harga yang berbeda satu sama lain. Sehingga, pengeluaran masyarakat untuk hidup berbeda-beda. Oleh karena itu, Bu Menkeu menganggap ukuran yang dijadikan acuan Bank Dunia itu harus ditelaah lebih lanjut untuk menyesuaikan dengan kondisi perekonomian domestik.

Dari data-data ini menunjukkan bahwa negara sejatinya dzalim ketika menetapkan standar kemiskinan dengan sangat rendah. hal itu menunjukkan bahwa negara abai terhadap kondisi rakyatnya, bahkan seolah bukti bahwa kesejahteraan rakyat bukan hal utama yang diperhatikan oleh negara.

Kemiskinan Struktural

Saat ini kemiskinan yang menimpa masyarakat lebih merupakan kemiskinan struktural (sistemik). Yaitu kemiskinan yang dimunculkan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara atau penguasa, yaitu sistem kapitalisme- liberalisme- sekulerisme. Sistem usang inilah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati hanya segelintir orang.

Di negeri yang kaya SDA ini, telah lama terjadi privatisasi sektor publik, seperti jalan tol, air, pertambangan gas, minyak bumi dan mineral. Dampaknya, jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut, yang sejatinya adalah milik mereka. Akibat lanjutannya, terjadi kesenjangan sosial yang cukup tinggi di tanah air.

Disisi lain, rakyat seolah dibiarkan dan dipaksa untuk hidup mandiri. Penguasa (negara) hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, sehingga lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Bidang kesehatan misalnya, rakyat diwajibkan membayar iuran BPJS setiap bulan. Itu berarti sebenarnya warga sendiri yang menjamin biaya kesehatan mereka bukan negara.

Solusi Islam

Sudah saatnya umat Islam Kembali kepada syariat Islam yang berasal dari Allah SWT. Syariat Islam telah terbukti mampu menjamin keberkahan hidup manusia. Syariat Islam memilki mekanisme khas dalam mengentaskan kemiskinan sebuah negara.

Dalam Islam, kemiskinan tidak dilihat dari besarnya pengeluaran atau pendapatan rakyat, tapi dari pemenuhan kebutuhan asasiyah secara perorangan. Islam mewajibkan negara memenuhi kebutuhan tersebut secara layak, baik itu kebutuhan asasiyah seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Pertama, secara individual Allah SWT memerintahkan setiap muslim yang mampu bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya, sebagaimana tuntunan dalam surat cinta-Nya yakni surat Al-Baqarah ayat 233.

Kedua, secara kolektif Allah SWT memerintahkan kaum muslimin untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan bantuan.

Jika seseorang miskin, ia diperintahkan untuk bersabar dan bertawakkal seraya tetap berprasangka baik kepada Allah sebagai Dzat Pemberi Rizki. Haram bagi kaum muslim untuk berputus asa dari rizki dan rahmat Allah SWT.

Ketiga, Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk memastikan terpenuhinya jaminan kebutuhan asasiyah mereka.

Di Madinah Al-Munawarah, sebagai kepala negara, Rasulullah SAW menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau, ada ahlu suffah, yakni mereka adalah para sahabat tergolong dhuafa’. Mereka dibolehkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapat santunan dari kas negara.

Di masa Umar bin Al-Khattab ra. saat menjadi Kh4l1f4h, beliau terbiasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang baru lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Amirul mukminin juga membangun rumah tepung (dar ad-daqiq) bagi para musafir yang kehabisan bekal.

Sejarah mencatat pada masa kekhilafahan Abassiyah, dibangun rumah sakit- rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya. Kemudahan para Kh4l1f4h menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya tidak bisa dilepaskan dari penerapan ekonomi Islam tentang kepemilikan.

Regulasi kepemilikan dalam Islam menetapkan, bahwa harta yang termasuk kepemilikan umum, seperti barang tambang atau fasilitas umum tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu atau swasta. Pengelolaan kepemilikan umum wajib dikelola negara untuk dikembalikan keuntungannya kepada rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan gratis. Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara juga akan membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas bagi rakyat.

Demikianlah, bahwa hanya syariat Islam yang mampu mengentaskan kemiskinan dan menjamin kesejahteraan rakyat dalam istitusi negara Kh1l4f4h individu per individu.

Wallahu’alam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *