PHK Massal, Solusi Praktis Ala Ekonomi Kapitalis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Hamsia (komunitas Peduli Umat)

Lesunya, mungkin itu adalah sebuah kalimat yang tepat untuk menggabarkan kondisi pertumbuhan ekonomi di negara ini yang telah memberikan dampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sejumlah perusahaan telah melakukan PHK besar-besaran. Salah satunya PT. Karakatau Steel TBK (KRAS) berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawannya dalam rangka restrukturisasi. Awalnya PHK diperkirakan mencapai 1.300 orang. Jumlah itu terdiri dari karyawan organik dan outsourrching. PHK disebut sebagai langkah KS untuk restrukturisasi perusahaan. (Detikfinance, 17/02/2020).

Selain pabrik Karakatau Steel, PHK massal yang tidak kalah heboh adalah PT Indosat, Tbk mengakui telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 677 karyawannya pada Jumat (14/2). Perusahaan menyebut PHK tersebut merupakan langkah dari upaya transformasi perusahaan untuk bertahan di era disrupsi.

Direktor & Chief of Human Resources Indosat Irsyad Sahroni mengungkapkan “Bahwa pihaknya telah berkomunikasi terlebih dahulu kepada karyawan yang terdampak, perusahaan sudah mengkaji berbagai opsi terbaik. Dengan demikian PHK menjadi langkah strategis untuk menjadikan Indosat perusahaan telekomunikasi terdepan yang mampu memenuhi kebutuhan pasar.”

Langkah strategis lainnya adalah memperkuat tim regional dengan meningkatkan SDM dan kualitas layanan. Selain itu, Indosat melakukan pengalihan penanganan jaringan ke pihak ketiga yakni penyedia jasa Managed Service, sejalan dengan praktik terbaik di industri. Pungkasnya. (E-3) ANTARA (15/2).

PHK, Korban Liberalisasi Ekonomi

Jika aksi PHK massal tersebut terus berlangsung, maka angka pengangguran dipastikan semakin membesar. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,05 juta orang per Agustus 2019. Angka pengangguran tersebut naik secara jumlah dibandingkan Agustus 2018 sebesar 7 juta orang. Tingkat pengangguran tetinggi masih berasal dari lulusan SMK, tetapi trennya mulai menurun, “Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (15/11/2019).

Kondisi yang tidak menentu seperti ini diprediksi akan terus berlangsung, bahkan bisa jadi lebih memburuk. Para pengamat ekonomi Nouriel Roubini menyatakan tahun 2020 diperkirakan akan terjadi krisis ekonomi. Krisis ekonomi ini bukan sekali terjadi, tetapi sudah menjadi siklus 10 tahunan dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini.
Selain akibat perlambatan ekonomi yang merupakan imbas krisis ekonomi global. Tingginya angka pengangguran di negara ini tak bisa dilepaskan dari dampak sistem kapitalisme yang diadopsi negara ini. Sesungguhnya, konsep yang mereka gunakan ialah Freedom of Ownership alias kebebasan berpemilikan dalam ekonomi kapitalis problem pekerja tidak akan pernah selesai.

Dalam sistem ekonomi kapitalis, kepemilikan diatur atas dasar modal. Inilah yang menjadi dasar sistem ekonomi ini. Dimana kebebasan kepemilikan memberi ruang seluas-luasnya bagi individu untuk memiliki apapun dan menguasai kekayaan apapun dengan cara apapun. Sehingga yang menjadi tolak ukur perbuatan adalah manfaat, tidak ada prinsip benar dan salah. Semua sah asal ada manfaatnya. Prinsip ala Machievelli dengan menghalalkan segala macam cara untuk meraih tujuan menjadi ciri khas sistem ekonomi yang diemban saat ini (kapitalis).

Ironisnya, meskipun jumlah pengangguran di negara itu cukup tinggi, pemerintah justru membuka lebar-lebar pintu masuknya tenaga kerja asing. Salah satu China menjadi penyumbang nomor satu. Meningkatnya jumlah TKA asal Cina sejalan dengan meningkatnya aliran investasi dan pemberian utang dari negara China ke negara ini.

Di negara yang menganut sistem kapitalisme, isu pengangguran menjadi salah satu indikator utama untuk menilai keberhasilan pemerintah. Di Indonesia, angka pengangguran bersama dengan indikator lainnya seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kemiskinan dimasukkan dalam target-target pemerintah baik dalam APBN maupun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Jangka Panjang.

Islam Memandang
Peran negara dalam pandangan Islam, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan kepada setiap warga negaranya. Negara wajib menanggung mereka yang lemah secara fisik seperti orang cacat, orang tua, termasuk wanita jika mereka tidak memiliki kerabat atau kerabatnya tidak sanggup menafkahi mereka. Negara juga wajib membantu mereka yang lemah secara hukum, yakni mereka yang mampu bekerja namun tidak mendapatkan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara wajib menyediakan anggaran yang berasal dari Baitul Mal untuk menyediakan pekerjaan kepada mereka sehingga mereka dapat bekerja secara mandiri.

Berdasarkan hadis Rasulullah saw: “Imam (kepala negara) adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia pimpin (HR al-Bukhari).
Salah satu bentuk pelayanan pemimpin yang paling penting adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi orang yang mampu namun belum memiliki pekerjaan.

Rasulullah saw, juga bersabda: “Siapa saja yang meninggalkan harta maka harta itu untuk ahli warisnya. Siapa saja yang meninggalkan orang yang menjadi tanggungannya maka ia menjadi tanggungan kami.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dari hadis ini dapat dipahami orang yang wajib dinafkahi oleh negara. Hal ini juga bermakna wajib bagi negara menyediakan pekerjaan agar ia mampu menafkahi dirinya.

Bahkan, secara khusus Rasulullah saw. Sebagai kepala negara pernah menyelesaikan masalah seorang sahabat Anshar yang tidak memiliki pekerjaan. Rasulullah saw, meminta sahabat tersebut menjual aset yang dia miliki. Beliau bahkan ikut membantu menjualnya. Hasilnya kemudian digunakan untuk membeli kapak yang dijadikan sebagai sarana mencari nafkah sahabat tadi (HR Ibn Majah).

Pemimpin dalam Islam, selain menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (pangan, sandang dan perumahan) setiap rakyatnya, layanan pendidikan dan kesehatan juga digratiskan. Dengan kata lain, pembiayaan layanan primer tersebut tidak ditanggung oleh rakyat.

Lebih dari itu,negara di dalam Islam juga tidak terlibat dalam perjanjian ekonomi yang diharamkan dan merugikan negara seperti perjanjian yang mengandung liberalisasi ekonomi. Pasalnya, setiap kegiatan perdagangan barang dan jasa, aliran tenaga terikat pada hukum-hukum syariah dan wajib diterapkan dan dikontrol pelaksanaanya oleh negara. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *