PHK Masal Menghantui, Kapitalisme Jadi Biang Keladi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

PHK Masal Menghantui, Kapitalisme Jadi Biang Keladi

Carminih S.E.

Kontributor Suara Inqilabi

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih berlanjut di tahun 2023. Satu persatu pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT), serta industri padat karya lainnya melakukan pemangkasan pekerja. Merumahkan karyawan, bahkan ada yang tutup permanen.

Alasannya karena tidak sanggup menghadapi serbuan produk impor baik legal maupun ilegal ke pasar dalam negeri. Hingga menyebabkan stok pabrik dalam negeri menumpuk lalu berujung pada pengurangan produk hingga PHK. Penyebab lain perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan utama pasar ekspor Indonesia, seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS). Mengutip catatan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) sejak awal tahun 2023 setidaknya sekitar 7.200 buruh telah jadi korban PHK. Dimana 700-an orang di antaranya terkena PHK karena pabrik tutup (CNBCIndonesia.com, 20/11/2023).

Dalam ekonomi kapitalis, kondisi di atas merupakan hal yang wajar terjadi. Bahkan akan terus berulang. Karena dalam sistem ekonomi kapitalis menggunakan uang kertas yang tidak memiliki nilai intrinsik. Dan yang lebih membahayakan lagi adanya kurs mata uang di masing-masing negara yang disandarkan pada dolar AS. Padahal sejak 1971 AS mencetak uang kertasnya sesuai dengan keperluannya tanpa adanya backup emas. Hal inilah yang menjadikan mudahnya perekonomian dunia mengalami inflasi.

Tidak adanya standar pengendalian percetakan uang kertas yang menjadikan kondisi jumlah komoditi lebih sedikit dari uang yang beredar atau sebaliknya. Ditambah lagi AS sebagai negara pemenang dalam perang dunia ll memiliki pengaruh kuat pada ekonomi global yang berdampak pada setiap negara di dunia. Sehingga negara negara tidak punya kemandirian dalam interaksi ekonominya baik ekspor maupun impor. Apalagi negara tersebut tergabung dalam organisasi dunia. Maka negara tersebut terikat penuh dengan aturan organisasi dunia tersebut.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah ini memang sangat sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini. Ekonomi global yang menerapkan sistem kapitalis menjadikan semua hal dihargai jika memiliki nilai materi. Akhirnya rakyat mau melakukan apapun untuk bisa mendapatkan uang. Namun apa daya ketika kesempatan kerja yang didapat dengan susah payah berakhir dengan PHK atau kalah tergantikan dengan AI.

Seolah untuk bertahan hidup saja sudah terlampau sulit. Rakyat hanya dipaksa untuk bisa mandiri memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Bahkan kemungkinan besar keadaan seperti saat ini disengaja agar rakyat hanya terpaku pada urusan pribadi dan terus-menerus disibukkan untuk mencari uang. Sehingga rakyat hanya bisa berkutat pada aktivitasnya yang monoton. Pemikirannya pun hanya akan digunakan sepenuhnya untuk memikirkan cara bertahan hidup di dunia yang materialistik ini.

Padahal jika saja setiap individu rakyat mau sedikit memikirkan tentang kerusakan yang telah nyata terjadi. Maka mereka akan sepakat pada satu tujuan, untuk mencampakkan sistem yang rusak dan merusak ini. Karena terus menerus bercengkerama dengan sistem rusak ini, akan menjadikan manusia semakin rusak moral dan akalnya.

Maka hanya ada satu solusi sebagai pemecah masalah manusia saat ini dan di masa mendatang yaitu dengan mengganti sistem kapitalis dengan sistem yang berasal dari Sang Maha Benar, Allah SWT., yaitu sistem Islam. Dengan Islam manusia akan diperlakukan sesuai dengan fitrahnya. Negara yang menerapkan sistem Islam sebagai landasan aturan dan hukumnya, akan menjadi pengayom dan penanggung jawab penuh atas hajat hidup tiap individu rakyatnya. Tiap kepala akan dijamin kebutuhan pokok dan kebutuhan dasarnya. Maka hanya akan ada kesejahteraan hidup dalam naungan negara Islam.

Negara yang mampu menentukan sikap ekonominya secara mandiri dan tegas di hadapan negara-negara lain di dunia. Karena sistem ekonomi Islam mampu menyokong kebutuhan negara dan rakyatnya. Siklus produksi, barang yang diperjualbelikan, kualitas dan jumlah komoditinya diawasi langsung oleh negara. Alat tukar yang digunakan memiliki nilai intrinsik yang tidak lekang oleh waktu dan tempat yaitu dengan menggunakan emas dan perak. Pos pemasukan dalam Baitul mal (seperti APBN) stabil karena sumbernya bukan dari pajak apalagi dari utang dengan organisasi dunia atau negara lain. Sehingga negara tidak akan terpengaruh dengan konstelasi ekonomi global apalagi dikendalikan dan patuh dengan arahan atau aturan dari pihak luar.

Wallahu a’lam Bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *