Pesta Demokrasi, Rawan Depresi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pesta Demokrasi, Rawan Depresi

Andika Ramadani

(Aktivis Muslimah)

Pesta demokrasi sebentar lagi terlaksana. Beberapa pihak mulai menyiapkan segala hal untuk mengatasi problem saat setelah pengumuman pemenang pesta demokrasi. Sebab, akan ada yang gagal caleg dan akan mengalami gangguan mental.

Di sejumlah rumah sakit telah menyiapkan ruangan khusus untuk mengantisipasi calon legislatif (caleg) yang mengalami stres atau gangguan jiwa akibat gagal dalam pemilihan legislatif (Pileg) di Pemilu 2024.

Salah satu rumah Sakit Oto Iskandar Dinata, Soreang, Bandung Jawa Barat, misalnya, sudah menyiapkan ruangan khusus untuk para caleg yang mengalami gangguan mental.

Mereka mengatakan sudah memiliki dokter spesialis penyakit jiwa, kegiatan pasien-pasien yang kasus ringan itu bisa dilakukan dengan rawat jalan. Rencananya ada 10 ruangan VIP untuk persiapan Pemilu,” kata Irfan Agusta, Wadir Pelayanan RSUD Oto Iskandar Dinata dalam tayangan Kompas Petang, Jumat (24/11/2023).

Kegagalan dalam pemilu dapat menyebabkan stres yang amat tinggi. Kontestasi berbalut politik ala demokrasi semacam ini memang rawan menimbulkan permasalahan kejiwaan. Sebab banyak dari calon peserta pemilu yang menggantungkan harapan begitu tinggi, sementara realitasnya di luar ekspektasi.

Jika dicermati, pemilu dalam sistem demokrasi tidaklah murah. Modal yang dikeluarkan sangatlah tinggi. Akan tetapi, tidak menjamin akan menang dalam kontestasi pemilihan umum. Wajar jika sering kali dijumpai ada yang menggunakan segala cara untuk meraih kemenangan.

Bukan rahasia umum lagi. Kandidat caleg harus menyediakan dana milyaran rupiah agar bisa digunakan untuk berbagai macam, misalnya kampanye, untuk memproduksi baliho, kaos dan iklan; biaya untuk tim suksesnya dan pengumpulan massa; dan sebagainya.

Jika kandidat caleg kekurangan dana, maka mereka melakukan utang dengan jaminan harta benda yang dimiliki atau menjadi sponsor. Maka untuk menjadi kandidat caleg membutuhkan perjuangan dengan mengarahkan segala macam cara untuk meraih kemenangan. Baik itu halal maupun haram.

Jabatan hari ini menjadi impian, karena dianggap dapat menaikkan harga diri. Selain itu, juga jalan untuk mendapatkan keuntungan materi dan kemudahan untuk fasilitas lainnya. Dengan tujuan mereka ini untuk mendapatkan kekuasaan dan materi. Tak di pungkiri pula, ada di antara kandidat caleg ini benar-benar ikhlas untuk membangun bangsa, tetapi jumlahnya sedikit.

Para caleg ini telah melakukan segala hal untuk mewujudkan tujuan mereka untuk menang pada pesta demokrasi ini. Tetapi pastinya ada yang gagal sehingga kekecewaan ini hingga mengalami gangguan mental. Fenomena ini membuktikan bahwa pemilu dalam sistem hari ini rawan menyebabkan depresi.

Demokrasi yang berasaskan sekuler membuat masyarakat jauh dari agama. Selain itu juga mengaburkan tujuan manusia itu diciptakan. Sehingga materi menjadi tujuan mereka. Biaya pun mahal sehingga jika sewaktu-waktu memenangkan pemilu akan melakukan korupsi atau menerima gratifikasi untuk mengembalikan modal pada saat pemilu dan mengambil keuntungan dari jabatan tersebut.

Kekuatan mental seseorang akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap hasil pemilihan. Sayangnya, pendidikan hari ini hanya berorientasi pada capaian angka, namun gagal membentuk individu berkepribadian yang kuat. Akibatnya, meningkat kasus gangguan mental di masyarakat. Inilah yang menjadi akar persoalan stres atau gangguan mental terjadi. Sistem ini berbeda dengan sistem Islam.

Dalam Islam sistem ideal untuk membentuk kepribadian yang kuat, utamanya bagi para pemimpin atau calon pemimpin adalah sistem yang turun dari Sang Pencipta, Allah SWT, yaitu sistem politik Islam.

Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Pelaksanaannya pun harus disandarkan pada ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Sistem pendidikan Islam menghantarkan individu menjadi orang yang memahami kekuasaan adalah amanah dan beriman pada qada dan qadar yang telah ditetapkan Allah, dan melahirkan individu yang selalu dalam kebaikan karena selalu bersyukur dan bersabar. Dengan begitu, terhindar dari gangguan mental.

Dalam hal pengangkatan kepala negara, Islam mengaturnya dengan metode baku, yaitu baiat syar’i. Baiat syar’i terjadi ketika mendapat dukungan dari masyarakat melalui Majelis Umat. Berdasarkan ijma’ sahabat, batas waktu pengangkatan (kepala negara) adalah tiga hari. Begitulah cara Islam secara efektif dan menghasilkan pemimpin yang berkualitas.

Hanya sistem Islam yang mampu menjaga, melindungi, dan mengurus semua keperluan umat. Pemimpin dalam Islam sangat tahu dengan pasti akan amanah dan tanggung jawabnya, juga atas apa yang ia pikul dan ia pimpin karena semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Wallahu Alam Bish-shawwab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *