Peserta Didik Tidak Memiliki Keterampilan Dasar, Kok Bisa?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Peserta Didik Tidak Memiliki Keterampilan Dasar, Kok Bisa?

Oleh Susianti, S.Si., M.Si

Kontributor Suara Inqilabi

Saat ini pendidikan Indonesia tidak dalam keadaan baik-baik saja. menurut PISA (Programme for Internasional Sudents Assessment), performa pendidikan Indonesia ada di peringkat ke-62 dari 70 negara. World Bank melaporkan bahwa Dari 22 negara di Asia Timur dan Pasifik, terdapat 14 negara yang memiliki tingkat learning poverty di atas 50%, antara lain Myanmar, Kamboja, Filipina, Laos, termasuk Indonesia (Republika, 24-9-2023)

Learning poverty adalah kondisi di mana anak usia 10 tahun tidak dapat membaca dan memahami sebuah teks sederhana. Membaca merupakan pintu untuk kegiatan belajar. Ketidakmampuan membaca di kalangan pelajar adalah indikasi serius terhadap sistem pendidikan yang mungkin tidak memberikan dukungan yang memadai untuk membantu siswa dalam pengembangan keterampilan membaca.

Dalam konteks yang lebih luas, ini bisa berdampak negatif pada kualitas generasi suatu negara dan potensi pengembangan mereka. Peningkatan sistem pendidikan yang fokus pada literasi dan keterampilan membaca adalah suatu keharusan untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Lantas, apa yang salah dan bagaimana agar Indonesia bisa meningkatkan mutu pendidikannya

Setidaknya ada dua faktor penyebab tingginya learning poverty ini. Pertama, kualitas tenaga pengajar yang rendah. Peneliti Bank Dunia (World Bank), Rythia Afkar menilai bahwa kualitas guru di Indonesia rendah berdasarkan hasil survei yang pihaknya lakukan pada 2020, baik kompetensi hingga kemampuan mengajarnya.

Di antara faktor penyebabnya adalah rendahnya gaji guru dan minimnya program pelatihan dan pengembangan terutama guru-guru di pelosok pedesaan dan daerah miskin. Hal demikian menyebabkan guru tidak fokus mengajar karena harus mencari penghasilan tambahan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Inilah yang mengakibatkan guru kehilangan semangat untuk terus berinovasi dalam pengajaran.

Kedua, kurikulum pendidikan sekuler. Sistem pendidikan di Indonesia pada hari ini hakikatnya masih ada dalam lingkaran sistem sekuler kapitalisme dimana peran agama (Islam) dikerdilkan, bahkan disingkirkan sehingga menjadikan orientasi dari pendidikan adalah materi. Para pendidik hanya mengajar karena tuntutan profesi. Begitupula anak didiknya, hanya belajar untuk tuntutan materi. Alhasil, kualitas pendidikan hanya terbatas pada seberapa besar pendidikan mampu meraup materi.

Pendidikan tidak menjadi jalan pembangun karakter yang dapat membangun bangsa. Dengan arah pendidikan yang salah ini, tidak dipungkiri kecurangan merajalela, karakter anak bangsa menjadi rusak. Pentingnya sistem pendidikan islam. Indonesia sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia tentu terancam bahaya jika pendidikannya minim atau bahkan niragama.

Islam memosisikan pendidikan sebagai pilar utama dalam membangun peradaban manusia.Dari sistem pendidikan yang baik, akan lahir generasi yang gemilang, yaitu generasi terbaik yang siap menyinari bumi dari gelapnya kebodohan.

Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasannya dan syariat sebagai pedomannya. Pendidikan semacam ini pernah lahir pada masa peradaban Islam selama 13 abad lamanya.

Peradaban Islam telah banyak melahirkan cendekiawan dan ilmuwan yang ahli berbagai bidang. Semisal Al Khawarizmi, seorang ahli matematika, dikenal Barat dengan Algebra atau Aljabar. Dengan kecerdasannya, beliau merumuskan hitungan matematika jauh lebih mudah dengan angka nol ketika kala itu Peradaban Romawi masih menggunakan angka romawi yang susah dipelajari.

Islam mengajarkan bahwa hakikat hidup manusia adalah sebagai hamba Allah SWT yang memiliki tugas di dunia untuk semata beribadah kepada-Nya. Inti dari proses mengajar adalah bentuk ikhtiar untuk melahirkan individu yang berkarakter Islam, yaitu berpola pikir Islam dan beramal sesuai dengan tuntunan syariat dan kemaslahatan umat.

Dari pemahaman tersebut, akan lahir semangat belajar yang tinggi dari para murid sebab motivasi ruhiah menjadikan mereka serius mempelajari ilmu, bersungguh-sunggu belajar membaca dan menulis karena hal itu merupakan gerbang menuju amalan tertingginya, yaitu bermanfaat untuk umat manusia.

Begitu pula para pengajarnya, dengan motivasi ruhiah, mereka akan memberikan usaha terbaiknya untuk menjadi guru yang kompeten. Mereka akan terus mencari cara terbaik untuk proses mengajarnya agar anak didik paham apa yang diberikan. Ini karena ilmu yang bermanfaat merupakan amalan jariah yang tidak terputus walaupun seseorang telah masuk liang lahat. Alhasil, saatnya membuang sistem pendidikan sekuler dan beralih ke sistem pendidikan Islam.

Wallahualam Bishawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *