PERSELINGKUHAN MARAK TERJADI, SEKULERISME BIANG KELADI    

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

PERSELINGKUHAN MARAK TERJADI, SEKULERISME BIANG KELADI
 
 
Ummu Aqeela

Kontributor Suara Inqilabi

Pada penghujung tahun 2023 lalu, media sosial X (dulu Twitter) sempat diramaikan dengan kicauan soal perselingkuhan antara awak kabin sebuah maskapai penerbangan. Kemudian pada awal tahun 2024, masih di platform yang sama, isu perselingkuhan lainnya terungkap dan diduga dilakukan oleh dua dokter koas yang disebarkan oleh istri sah. Fenomena bongkar-bongkaran aib ini pun seolah menunjukkan perubahan pola komunikasi di masyarakat yang tak jarang menimbulkan sensasi dan kontroversi. Pemberitaan meluas dengan cukup cepat dan sering mendapat atensi besar dari masyarakat. (Kompas.com, 2 Januari 2023)

Selingkuh seolah menjadi budaya bagi sebagian negara, bahkan dianggap lumrah. Setidaknya dalam pernikahan terjadi minimal 1 kali perselingkuhan. Ada beberapa alasan mendasar perselingkuhan. Yaitu ketidakpuasan dalam hubungan yang akhirnya mencari kepuasan di luar ataupun hanya dengan dalih mencari kesenangan semata. Selain itu, ketidakmampuan untuk mengendalikan hasrat seksual menjadi penyebabnya dan tak adanya komitmen yang kuat terhadap sebuah hubungan. Akhirnya mereka bisa dengan mudah mencari pengganti jika hubungannya berakhir.

Alasan-alasan logis ini memang mendasar, akan tetapi seharusnya manusia mampu mengontrolnya. Justru maraknya perselingkuhan ini menunjukkan rapuhnya ikatan pernikahan dalam bangunan keluarga. Memang benar banyak penyebab yang mempengaruhinya, akan tetapi faktor ketertarikan secara fisik dan mencari kesenangan adalah hal yang paling dominan. Kondisi ini adalah hal wajar dalam sistem sekuler kapitalis. Manfaat dan kesenangan jasmani menjadi tujuan utamanya. Rendahnya keimanan pada seseorang membuat persepsi bahwa selingkuh sebagai salah satu solusi persoalan.

Selain itu, ada banyak hal yang akhirnya mengkondisikan selingkuh sebagai pilihan. Antara lain bebasnya sistem sosial atau tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Kemudian rusaknya sistem pendidikan dimana tak ada pembinaan kepada masyarakat. Dan juga bebasnya media dalam memfasilitasi dan mengakses konten pornografi. Ditambah lagi dengan banyaknya aplikasi pencarian pasangan yang justru memuluskan jalan kemaksiatan.

Semua dilandasi sekularisme kapitalis sehingga memudahkan terjadinya perselingkuhan. Semua ini terjadi karena rendahnya ketakwaan individu dan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap masalah sosial. Serta minimnya regulasi negara dalam memfasilitasi akses media yang justru mengarahkan pada kemaksiatan. Untuk mengatasi hal ini tentunya perlu keterkaitan peran antara individu, masyarakat, dan negara. Meski ada hukum dan undang-undang yang diterapkan nyatanya tak mengurangi tingkat perceraian selama sistem sekuler masih menjadi patokan. Kehidupan sosial yang bermartabat tidak akan terwujud.

Di dalam Islam, perselingkuhan adalah sebuah kemaksiatan bahkan menjadi dosa besar jika sampai berzina. Karena itu, Islam menjadikan pernikahan sebagai ibadah dan merupakan bagian dari menyempurnakan agama. Sebagaimana hadis dari Anas bin Malik r.a, Nabi saw. bersabda:

من رزقه الله امرأة صالحة فقد أعانه على شطر دينه فليتق الله في الشطر الباقي

“Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang salihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah setengah sisanya.” (HR. Baihaqi)

Dalam Islam ketakwaan individu akan melahirkan masyarakat yang lebih berakhlakul karimah. Naluri yang lahir didasari keimanan sehingga lebih terkontrol karena setiap manusia ingin meraih pahala dan surga. Tidak lagi kesenangan dunia yang dikejar, akan tetapi akhirat yang dirindukan.

Sementara masyarakat berkewajiban menjaga keluarga dan lingkungan, sehingga jika ada sesuatu yang melanggar atau kemaksiatan terpampang dihadapannya maka berani menegur dan memperingatkan kepada pelaku kemaksiatan. Karena itu keberlangsungan pernikahan wajib dijaga, tak hanya oleh pasangan suami istri saja, namun juga oleh masyarakat.

Dan yang terpenting adalah peran negara sebagai penegak hukum. Yang akan menjaga kuatnya ikatan pernikahan dengan berbagai hukum atau aturan yang diterapkan. Tak hanya sebagai regulator, tapi juga periayah keseluruhan aspek sehingga terwujud masyarakat yang mulia yang berfikir seribu kali untuk melanggar syari’at-NYA.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *