PERNIKAHAN DINI,MEMBAHAYAKAN GENERASI?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Adhiim

 

Sejatinya, pernikahan di Indonesia telah ditentukan batas bawah usianya baik perempuan dan laki-laki pada UU Nomor  16 Tahun 2019tentang perkawinan. Namun, fenomena pernikahan dini  itu masih terjadi dengan syarat ada dispensasi atau keringanan berkaitan dengan adat dan keyakinan atau agama (CNN Indonesia,13/02/2021).

 

Atas dasar itu, Ketua pengurus asosiasi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Nursyahbani Katjasungkana mengatakan persoalan dispensasi atau keringanan  batas minimal usia pernikahan yang diberikan Kantor Urusa Agama (KUA) harus diusut.

 

“Karena orang tua setuju dan KUA memberikan dispensasi,saya kira soal dispensasi oleh KUA ini mesti diusut betul,” kata Nursyahbani dalam Konferensi Pers Respons Terhadap Kasus Promosi Perkawinan Anak, Kamis (11/12) yang digelar secara virtual.

 

Pernikahan adalah perjanjian agung dihadapan Allah Swt yang harus dijalani sebagai bentuk ibadah. Menikah adalah ibadah terlama yang dijalani manusia. Sejatinya pernikahan harus senantiasa dihiasi ketaatan kepada Allah Swt.

 

Nikah muda seharusnya diberi bimbingan dan binaan. Termasuk bagaimana menjalani pranikah sesuai syariah, prosesi pernikahan sesuai syariah dan kehidupan pasca menikah yang juga sesuai syariah.

 

Larangan pernikahan dini dengan pembatasan usia 19 tahun jelas bertentangan dengan syariat Islam, bahkan kebijakan ini sarat dengan kepentingan politik yang bertujuan mengurangi populasi penduduk muslim.

 

Pembatasan usia pernikahan minimal 19 tahun  akan mengurangi waktu yang memungkinkan hamil. Hal ini diketahui seiring gencarnya Kampanye Kesehatan Reproduksi  Remaja dengan klaim berbagai macam bahaya kehamilan di usia dini.

 

Sungguh tidak masuk akal apabila usia 18 tahun masih dianggap anak-anak (usia dini), padahal mereka sudah matang secara reproduksi. Secara mental pun 18 tahun sudah cukup stabil apabila mereka mendapat pendidikan dan lingkungan islami.

Selain itu, pembatasan usia pernikahan ada tujuan yang sarat dengan kepentingan ekonomi kapitalis yaitu upaya menyediakan pekerja bagi sektor industri dengan mendorong para pemuda untuk bersekolah dan masuk dunia kerja.

 

Namun disisi lain, sarana yang mengantarkan pada pergaulan bebas seperti film-film murahan, lagu-lagu picisan dan berbagai tayangan yang mengumbar aurat dan membangkitkan syahwat dibebaskan tanpa ada larangan.

 

Bahkan tidak ada aturan yang melarang pergaulan bebas, yang ada justru melegalkan aborsi untuk memberi solusi kehamilan akibat pergaulan bebas.

 

Untuk mencegah berbagai penyimpangan dan kerusakan seperti pacaran, pergaulan bebas, hamil di luar nikah ,aborsi, pemerkosaan serta pencabulan. Maka, Islam memiliki aturan preventif dengan 3 pilar.

 

Pertama, ketakwaan individu. Yaitu individu yang menjaga kehormatan karena iman, menjaga pergaulan karena takut terhadap Allah Swt. Dengan menikah bagi yang sudah mampu dan berpuasa bagi yang belum mampu menikah.

 

Kedua, kontrol masyarakat. Yaitu masyarakat yang menegakkan amar makruf nahi mungkar. Generasi akan terjaga kebaikannya karena ada kontrol yang bagus dari masyarakat. Masyarakat yang memiliki perasaan dan pemikiran yang sama bahwa maksiat itu terlarang dan menikah itu adalah ibadah.

 

Ketiga, negara yang menerapkan aturan. Yaitu negara berkuasa dan memiliki peran penting dalam mencegah kemaksiatan. Negara menerapkan kurikulum yang berbasis aqidah islam dimana output yang dihasilkan adalah individu yang bertakwa. Negara mempunyai wewenang mencegah dan melarang tayangan televisi, internet dari hal-hal yang membangkitkan syahwat. Negara juga memberlakukan hukum tegas bagi pezina sebagai tindak kriminal. Negara juga yang melarang tempat atau pabrik yang memproduksi hal-hal yang diharamkan Allah Swt.

 

Dalam Islam, pernikahan dini tidak dilarang bahkan bisa menjadi solusi  menjauhkan anak-anak muda  dari keburukan zina dan menjaga kehormatan mereka.

 

 

Upaya melarang pernikahan dini bisa dianggap salah satu bentuk kedurhakaan, karena apa yang telah dihalalkan Allah Swt tidak boleh diharamkan manusia.

 

Sebagaimana firman-Nya

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS.Al Maidah : 87)

 

Pernikahan dini diperolehkan (halal) selama tidak ada paksaan dan telah ada kesiapan dari kedua belah pihak yang akan menikah yaitu kesiapan ilmu, kesiapan materi (kemampuan nafkah) serta kesiapan fisik.

 

Jadi, menikah dini selayaknya didukung bukan dipasung. Menikah dini hendaknya tidak melulu dituding merusak masa depan  generasi bangsa. Justru pacaran dan pergaulan bebas adalah perusak generasi bangsa yang tumbuh subur akibat paham liberalisme di negeri ini.

 

Kehidupan pernikahan baik di usia muda ataupun tua akan lebih muda dijalani jika ditunjang dengan sistem kehidupan yang mendukung optimalnya setiap peran dalam keluarga. Itulah sistem Khilafah Islamiyah yang menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

 

Wallahu a’lam bishshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *