Perlukah Sertifikasi Nikah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Taqi (Pemerhati Umat dari Konawe, Sulawesi Tenggara)

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengatakan bahwa calon pengantin tidak boleh menikah jika belum memiliki sertifikat layak kawin.

“Ya sebelum lulus mengikuti pembekalan enggak boleh nikah,” kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 14 November 2019.

Muhadjir mengatakan, rencana ini akan mulai diberlakukan tahun depan. Calon pengantin wajib mengikuti pelatihan mengenai ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi. Ia menuturkan, program ini merupakan penguatan terhadap sosialisasi pernikahan yang sebelumnya dilakukan kantor urusan agama (KUA). “Selama ini kan hanya KUA dan menurut saya belum mantap,” kata dia.

Dalam program sertifikasi perkawinan, Muhadjir akan melibatkan sejumlah kementerian dalam memberikan pembekalan, seperti Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Wacana ini juga mendapat dukungan dari Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakha’i. Ia mengaku setuju dengan rencana pemerintah mewajibkan sertifikasi perkawinan bagi calon pengantin. “Saya setuju jika yang dimaksud sertifikasi adalah sertifikat yang diberikan pasca mengikuti suscatin (kursus calon pengantin) yang telah digagas Kementerian Agama,” kata Imam dalam pesan singkatnya kepada Tempo, Kamis, 14 November 2019.

Imam menilai, wacana mewajibkan sertifikasi perkawinan merupakan upaya negara dalam membangun keluarga yang kokoh, berkesetaraan, dan berkeadilan. Sehingga, pasangan yang sudah menikah diharapkan mampu membangun keluarga sejahtera.

Sertifikasi Nikah Solusi Atau Ilusi?
Sebetulnya, kata Imam, program tersebut sudah dimulai oleh Kementerian Agama melalui suscatin. Bahkan, Kementerian Agama telah melakukan bimbingan teknik bagi penghulu, penasihat perkawinan, dan Kepala Kantor Urusan Agama di seluruh Indonesia terkait materi suscatin. “Intinya Kemenag ingin membangun keluarga yang kokoh dengan prinsip keadilan dan kesalingan,” ujarnya.

Sebenarnya program sertifikasi layak nikah cukup baik, yakni dengan beberapa tujuan diantaranya menekan angka perceraian, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), mengatasi masalah stunting, kesehatan reproduksi, serta meningkatkan ekonomi keluarga. Namun apakah masalah-masalah diatas bisa teratasi dengan pembinaan pra-nikah melalui sertifikasi layak nikah atau bahkan malah melahirkan problematika baru?

Memang benar kita banyak disuguhkan dengan berita tingginya angka perceraian dan KDRT di tanah air serta, masalah rumah tangga lainya yang dipicu oleh banyak faktor. Tingginya angka perceraian misalnya dipicu oleh perselingkuhan yang semakin marak, berujung pada KDRT pada pasangan wanita dalam hal ini yang banyak menjadi korban. Bahkan seorang ibu tega menghabisi nyawa anak kandungnya karena depresi, tekanan rumah tangga yang dialaminya. Ditambah lagi sulitnya perekonomian kita saat ini membuat seorang ayah semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sehingga tak jarang tindak kriminal menjadi pilihan.

Kasus stunting (gizi buruk) yang terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan hidup anggota keluarga untuk makan pun susah sehingga kelaparan menjadi pemicu stunting pada anak. Lagi-lagi masalah ekonomi menjadi sebab permasalahan dalam rumah tangga jadi negara tidak cukup sekedar memberi penyuluhan tetapi memfasilitasi ayah sebagai pencari nafkah agar dimudahkan dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Sehingga ibu tidak perlu keluar rumah meninggalkan anak-anaknya untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, ibu bisa dengan tenang menjalankan fitrahnya sebagai ummu warobbatul bayt (pengurus dan pengatur rumah tangga.

Begitu juga dengan kesehatan reproduksi banyaknya kasus penyakit kelamin disebabkan karena pergaulan bebas, LGBT, Homoseksual, PSK, dll. yang saat ini dianggap hal wajar adalah faktor utama rusaknya kesehatan reproduksi jadi negara tidak cukup memberikan penyuluhan kesehatan ala barat tetapi menanamkan keimanan dalam diri rakyat tentang keharaman aktivitas tersebut serta menutup setiap celah yang menghantarkan pada perbuatan tersebut.

Belum lagi kerumitan sertifikasi nikah serta proses yang berbelit-belit ditakutkan malah membuat beberapa pasangan yang ingin menikah malah memilih gaya hidup ala barat hidup bersama tanpa ikatan pernikahan karena dianggap rumit, kehidupan seperti ini selain tercela dalam agama dan norma malah semakin mudah menimbulkan masalah rumah tangga.

Solusi Dalam Islam

Islam tidak hanya sebatas ibadah ritual, Islam diturunkan oleh Allah SWT sebagai agama sekaligus aturan lengkap bagi seluruh kehidupan manusia tidak terkecuali masalah pernikahan. Islam memandang pernikahan sebagai “perjanjian yang berat”(mitsaqan ghalizan) (Q.s. an-nisa’ 4:21)yang menuntut setiap orang yang terikat didalamnya untuk d memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Seorang suami sekaligus ayah dia berkedudukan sebagai pemimpin rumah tangga dan bertugas memenuhi seluruh kebutuhan keluarga. Pun seorang istri atau ibu dia memiliki kedudukan mulia sebagai Ummu warobbatul bayt (pengatur dan pengurus rumah tangga). Dengan kata lain, pernikahan haruslah dipandang sebagai bagian dari amal saleh untuk menciptakan pahala sebanyak-banyaknya dalam kedudukan masing-masing melalui pelaksanaan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya.
Tentunya juga didukung peran negara sebagai pengurus urusan umatnya dalam hal ini kehidupan rumah tangga. Menyediakan pekerjaan yang layak, layanan kesehatan yang mudah dan gratis, pendidikan gratis, serta menjaga kondisi masyarakat agar terjaga dari hal-hal yang bisa menghantarkan pada tindak kriminal.

Semua itu adalah kewajiban negara dalam hal ini biaya diambil dari hasil tambang, laut, dll. semua digunakan untuk kesejahteraan rakyat, karena sudah menjadi tugas negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan rakyat berhak menerima semua itu. Hanya dengan menerapkan aturan Islam semua itu bisa terwujud, bukan dalam sistem kufur dari barat yang menerapkan kehidupan serba bebas seperti sekarang ini. Wallahu ‘alam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *