Pengedar Narkotika Mendapat Grasi Presiden, Bukti Lemahnya Perlindungan Generasi Mudah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pengedar Narkotika Mendapat Grasi Presiden, Bukti Lemahnya Perlindungan Generasi Mudah

 

Oleh : Tutik Indayani

Pejuang Pena Pembebasan

 

Mengutip laman media Jawa Pos, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut baik keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba, Merry Utami. Menurut ICJR, kebijakan ini merupakan grasi pertama yang diberikan Presiden Jokowi kepada terpidana mati kasus narkotika.

Adigama menjelaskan berdasarkan pernyataan kuasa hukum Merry Utami, kliennya diberikan grasi oleh Presiden Jokowi pada Kamis, 24 Maret 2023 lalu. Keputusan Presiden No. 1/G/2023 ini mengubah pidana mati Merry Utami menjadi pidana seumur hidup.

Semakin membuktikan bahwa apa yang menjadi keputusan presiden ini sangat lemah dan dipengaruhi oleh kepentingan global yang berazaskan sekulerisme. Dimana hukuman mati sangat di tentang yang dinilai melanggar HAM.

 

Perlindungan Generasi Muda Semakin Lemah

Generasi muda adalah pilar sebuah negara, dan penguasa negeri seharusnya menyadari itu. Suatu peradaban akan menjadi gemilang bila generasinya sangat dijaga.

Dapat dibayangkan, bila generasi muda menjadi kecanduan narkotika, selain diharamkan dampak dari semakin merebaknya narkotika sangat berbahaya, diantaranya :

a. Perkembangan otak akan terganggu, yang berakibat mempengaruhi keputusan yang berakibat pada tingkah lakunya yang cenderung melakukan hal-hal yang berisiko

b. Mengakibatkan kecanduan, sehingga akan mengalami gangguan serius. Selain itu dapat mengidap penyakit berbahaya dan sampai pada hal kematian

c. Emosi tidak terkontrol seperti mudah marah dan tersinggung, yang akhirnya timbul gesekan antar remaja yang dapat mengakibatkan pertengkaran

d. Adanya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja

e. Penurunan prestasi, kedisiplinan dan nilai-nilai pelajar

f. Pergaulan bebas

Dengan lemahnya hukum yang diberikan pada pengedar narkotika, maka dampak buruk yang diakibatkan oleh barang haram tersebut tidak dapat dihindari, karena para pengedar ini akan semakin leluasa memasuki pasar perdagangan obat-obatan terlarang.

Pemberian grasi atas pidana mati kasus narkoba ini membuat wajah hukum di Indonesia semakin buruk, ditambah lagi proses hukumnya yang berbelit-belit dan membawa ketidakpastian.

Hanya karena dunia Internasional menolak hukuman mati, bukan lantas Indonesia mengikuti. Sebagai negara merdeka dan berdaulat seharusnya memiliki ketegasan sendiri dalam masalah penetapan hukuman, karena hukum ini urusan dalam negeri, pihak luar dilarang ikut campur.

 

Islam Punya Solusi 

Islam pun melarang umatnya mengkonsumsi narkoba, menurut Ibnu Taimiya Rahimahullah berkata,

“Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (majmu’ alfatawa,34:214).

Hukuman atas kejahatan narkoba yang tidak memberikan efek jera itu justru makin memperparah masalah. Jangankan membuat jera orang lain, orang yang sudah dihukum pun tidak jera. Wajar saja jika rehabilitasi pecandu narkoba dan pemberian grasi kepada pengedar dan bandar dinilai bisa melemahkan pemberantasan narkoba.

Pemberantasan narkoba yang terus digencarkan BNN pun akan bernilai tidak efektif karena sama sekali tidak memberikan efek jera teradap pelakunya, sedang disisi lain Indonesia terus menjadi incaran sindikat narkoba maka tidak aneh jika kasus narkoba tiap tahun mengalami peningkatan yang sangat pesat.

Dibutuhkan sistem hukum yang memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan narkoba baik pencandu, pengedar apalagi bandar. Sebuah sistem hukum yang kebal uang dan berfungsi sebagai pemberi efek jera kepada pelaku kejahatan tanpa terkecuali. Sistem hukum seperti ini bisa kita dapatkan jika kita menginduk kepada aturan Islam.

Syaikh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-‘Uqûbât menyatakan, tidak ada pemaafan atau pengurangan hukuman. Beliau juga menyatakan, jika vonis telah ditetapkan maka hal tersebut mengikat seluruh masyarakat sehingga tidak boleh dibatalkan, dihapus, dirubah atau diringankan ataupun yang lain, selama vonis itu masih berada dalam koridor syariah.

Selain dua aspek di atas, pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama dari waktu kejahatan dan dijatuhkannya vonis. Pelaksanaan hukuman hendaknya disaksikan oleh masyarakat seperti dalam had zina sehingga masyarakat memahami bahwa itu adalah sanksi atas kejahatan tersebut. Dengan begitu setiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan serupa. Maka dengan itu kejahatan penyalahgunaan ataupun pengedaran narkoba akan bisa diselesaikan tuntas melalui penerapan syariah Islam.

Sistem hukum yang digunakan Indonesia saat ini sudah tidak mempan untuk memberantas kejahatan narkoba dan hampir mustahil diharapkan. Pemberian grasi untuk Merry Uttarni adalah bukti nyata hukuman bagi pelaku kejahatan narkoba begitu lemah. Dengan keadaan yang terus seperti itu artinya kejahatan narkoba akan terus mengancam seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Kejahatan narkoba itu hanya bisa dibasmi ketika syariah Islam diterapkan secara total dan sempurna dalam institusi negara.

Wallahua’lam bi shshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *