Pembangunan Berbasis Gender ataukah Ideologi Islam?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Hanan (Aktivis Muslimah)

 

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan di Indonesia tengah mendapat sorotan. IPM perempuan pada tahun 2019 dilaporkan berada di bawah laki-laki, yakni sebesar 69,18 berbanding 75,96 (kemenpppa.go.id,25/3/2021). Capaian statistik ini dinilai oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sebagai wujud tingginya problematika yang dihadapi perempuan di segala bidang. Apakah itu dalam perkara ekonomi maupun tindak kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan. Keberadaan mereka seolah menjadi warganegara kelas dua dan termarjinalkan hak-haknya.

Ketertindasan yang dialami oleh perempuan konon dipicu oleh adanya budaya patriarki di tengah masyarakat. Patriarki telah menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah daripada laki-laki dalam interaksi sosial. Padahal dari sisi jumlah, populasi perempuan di negeri ini cukup besar yaitu 49,42 persen dengan perkiraan jumlah 133,54 jiwa (kemenpppa.go.id,25/3/2021). Asumsi pun bergulir jika potensi besar perempuan dalam hal populasi mereka, dan diibaratkan mayoritas mereka berpartisipasi aktif dalam ekonomi maka akan terjadi peningkatan pendapatan domestik bruto sebesar USD 135 miliar per tahun.

IPM menjadi perkara penting karena menjadi standar keberhasilan capaian pembangunan di suatu wilayah. Karena itu semakin tinggi IPM menunjukkan berhasilnya pembangunan yang digerakkan oleh sumber daya manusia (SDM) di daerah tersebut. Meskipun demikian, tingginya angka IPM tidak menutup kemungkinan adanya potensi ketimpangan antara IPM laki-laki dan perempuan. Dalam kondisi seperti ini dapat memunculkan celah diskriminasi gender. Kaum perempuan dikhawatirkan dapat mengalami ketertinggalan dibanding laki-laki dalam beberapa hal seperti kesehatan, pendidikan dan ekonomi (kumparan.com,1/11/2020).

Berbagai upaya dilakukan guna menaikkan IPM perempuan. Diantara langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah terkait hal tersebut adalah dengan mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik. DAK ini nantinya akan diperuntukkan pelayanan perlindungan perempuan dan anak (kemenkeu.go id,16/12/2020). Pengadaan DAK ditujukan bagi peningkatan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari segala potensi kekerasan dalam rumah tangga. Capaian peningkatan kualitas hidup perempuan diharapkan dapat menghasilkan kesetaraan gender sebagaimana yang tercetus dalam program global Planet 50:50.

Melalui kesetaraan gender diharapkan akan berkorelasi pada naiknya indeks pembangunan manusia (IPM) perempuan Indonesia. Faktor yang juga dianggap berkontribusi dalam menghalangi terpenuhinya hak kaum perempuan adalah adanya pemahaman terhadap ajaran keagamaan. Cara pandang terhadap perempuan yang merujuk pada agama diyakini telah menghalangi mereka dalam mengembangkan potensi diri mereka di ranah publik. Setaranya derajat perempuan dalam masyarakat kemudian diukur dengan capaian ekonomi. Perempuan dipandang meningkat derajatnya saat mereka mampu berdaya secara ekonomi dan menyumbang nilai ekonomi bagi negara.

Pembangunan hakikatnya adalah proses peningkatan kualitas hidup manusia. Beragam aktifitas dilakukan dalam pembangunan, baik dalam perkara yang bersifat fisik seperti sarana dan prasarana maupun non fisik seperti nilai moral. Membahas seputar pembangunan tentu tak sekadar fokus pada subjek pelaku, namun dengan konsep apa pembangunan tersebut dijalankan. Berbicara konsep akan terkait erat dengan cara pandang tentang kehidupan, itulah ideologi. Ideologi yang diadopsi oleh suatu bangsa akan melahirkan visi dan misi yang jelas.

Ideologi Islam menjadikan aqidah Islam sebagai asas segala aturan yang terpancar darinya. Ideologi Islam menumbuhkan suasana kehidupan masyarakat yang senantiasa mengakar pada standar, pemahaman dan poros Islam. Syariat Islam menempatkan Allah SWT sebagai satu satunya penentu kebijakan, baik dalam urusan dalam maupun luar negeri. Alhasil, pembangunan yang berlandaskan ideologi Islam akan mengarah pada terlaksananya hukum-hukum Allah SWT. Dalam aspek ri’ayah atau pemeliharaan urusan umat, Syara’ mewajibkan agar pemimpin atau Khalifah bertanggungjawab atas urusan rakyatnya.

Ideologi Islam memberikan jaminan atas keberlangsungan hidup manusia secara layak. Setiap warganegara Daulah Islam akan dijamin pemenuhan hajat hidupnya melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang terintegrasi dengan sistem lainnya. Negara akan mewajibkan setiap kepala keluarga untuk mencari nafkah, memberikan akses bagi mereka untuk meraih nafkah yang halal dan bertanggugjawab pada keluarga. Adapun perempuan tidak diposisikan sebagai pencari nafkah, karena mereka adalah pihak yang diberi nafkah. Syariat Islam juga memberikan kesempatan kepada setiap muslim untukk berkontribusi bagi peradaban selama tidak melanggar aturan Syara’.

                Arah pembangunan dalam koridor ideologi Islam sangat jelas. Setiap aktifitas yang dilakukan oleh negara Islam selalu dikembalikan kepada hukum Syara’. Islam tidak condong pada siapa  yang lebih dominan dalam menjalankan pembangunan. Islam meniscayakan seluruh warganegara untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi peradaban Islam. Jadi permasalahan utama krisis pembangunan bukan terletak pada penindasan salah satu gender atas yang lain. Problem mendasar pembangunan berada pada shahih atau bathil nya ideologi yang mendasarinya. Ideologi Islam jelas mengurai problem pembangunan karena bersumber dari pencipta manusia, Allah SWT.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *