Oleh : Asha Tridayana
Dilansir dari m.cnnindonesia.com 13/11/2020 bahwa Greenpeace International melakukan investigasi bersama Forensic Architecture dan menemukan dugaan anak usaha perusahaan Korea Selatan, Korindo Group di Papua telah membakar hutan Papua secara sengaja untuk usaha perkebunan kelapa sawit. Namun, temuan Greenpeace itu dibantah oleh Korindo Group.
Dalam penelitian tersebut, tim gabungan dua organisasi menggunakan citra satelit NASA untuk mengidentifikasi sumber panas dari kebakaran lahan yang berlokasi di Merauke, Papua. Selain itu, mereka menggunakan data yang dikumpulkan dari rekaman video survei udara. Ditemukan pola deforestasi dan kebakaran yang menunjukkan bahwa pembukaan lahan menggunakan api.
Menurut Samaneh Moafi, peneliti Forensic Architecture bahwa pola, arah dan kecepatan munculnya titik-titik api sangat sesuai dengan arah, pola, dan kecepatan pembukaan lahan di area konsesi. Ini adalah bukti bahwa kebakaran lahan terjadi secara disengaja. Jika api berasal dari luar area konsesi atau terjadi karena kondisi cuaca yang kering pola kebakarannya akan bergerak dengan arah yang berbeda (www.bbc.com 12/11/2020).
Dikutip dari news.detik.com 14/11/2020 bahwa anak usaha perusahaan Korea Selatan, Korindo Group ini telah menguasai lebih banyak lahan di Papua daripada konglomerasi lainnya. Perusahaan ini telah membuka hutan Papua lebih dari 57 ribu hektare, atau hampir seluas Seoul, ibu kota Korea Selatan.
Tidak disangka, daerah di belahan timur Indonesia tengah menangis. Papua kembali dirundung duka, hutan yang menjadi kekayaan alamnya pun turut dibakar demi pembukaan lahan kelapa sawit. Parahnya, hal ini dilakukan oleh perusahaan asing yang tentunya tidak memikirkan kelangsungan hidup rakyat Papua lebih lanjut. Tidak hanya itu, sebelumnya sudah banyak sumber daya alam Papua yang dieksploitasi asing seperti tambang emas, biota laut dan kondisi alam yang semakin rusak. Hingga rakyat Papua pun kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena mereka tak mampu menikmati sumber daya alam yang melimpah, justru menjadi buruh tanpa jaminan kesejahteraan dan keselamatan yang pasti.
Adanya kasus tersebut memperlihatkan semakin gagalnya sistem kapitalis demokrasi dalam melindungi rakyat dan hak rakyat atas sumber daya alam dari campur tangan dan perusakan yang dilakukan asing. Pembakaran hutan yang dilakukan perusahan Korea Selatan, menambah sederet nama perusahan asing yang mengeksploitasi kekayaan negeri. Maka tidak cukup jika hanya melihat kerugian ekonomi dan lingkungan hidup sebagai dampak yang ditimbulkan. Karena sejatinya lebih dari itu, keadaan tersebut juga menunjukkan simbolisasi campur tangan asing yang semakin mencengkeram situasi politik dan ekonomi Papua.
Sebagai bagian dari negeri ini, Papua telah kehilangan haknya untuk dilindungi, bahkan merasa seperti dianaktirikan. Maka tidak heran, jika situasi politik Papua semakin memanas dan tuntutan otonomi khusus pun semakin menguat. Papua merasa lebih mampu mengurusi wilayahnya sendiri tanpa komando dari pusat. Karena terbukti, negeri ini semakin abai atas jaminan kelangsungan hidup rakyatnya. Kondisi sarana prasarana di Papua sangatlah minim baik aspek kesehatan, pendidikan, transportasi, fasilitas umum dan lain sebagainya. Ditambah lagi, keleluasaan campur tangan asing yang telah memainkan kepentingan ekonomi dan politiknya di wilayah Papua. Adanya pengaruh asing ini semakin mendominasi wilayah Papua.
Hal ini membuktikan penerapan sistem kapitalis demokrasi juga tidak mampu menjamin kedaulatan wilayah. Padahal Papua dipenuhi kekayaan alam yang melimpah seharusnya mendapatkan penjagaan dan perlindungan lebih. Termasuk hutan Papua yang kini menjadi sasaran berikutnya. Namun, kenyataan justru berkebalikan, negara membuka kran investasi besar-besaran. Negara membuat aturan-aturan kerjasama yang semakin mempermudah campur tangan asing tanpa mempedulikan nasib rakyat. Seolah semua itu dilakukan demi kesejahteraan rakyat, padahal hanya demi keuntungansekelompok orang tak lain para penguasa dan pemilik modal. Begitulah ketika sistem rusak dan merusak yang dianut, sistem kapitalis menjadi biang permasalahan. Sistem yang berorientasi mencari manfaat di segala aspek kehidupan, urusan rakyat nomer sekian.
Sangat berbeda dengan sistem Khilafah yang menerapkan syariat Islam di setiap sendi kehidupan. Syariat Islam mewajibkan negara melindungi setiap jengkal tanah di wilayahnya. Khilafah akan bekerja keras mati-matian menjaga dan melindungi wilayah dan kekayaan sumber daya alam dari intervensi asing. Sebagai bukti kedaulatan negara yang mampu menjamin perlindungan dan kelangsungan hidup rakyat. Di dalam Islam, hutan termasuk harta kepemilikan umum yang pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara bukan swasta apalagi asing. Negara berwenang memanfaatkannya demi kemaslahatan rakyat. Karena rakyat berhak menikmati dan menggunakan sumber kepemilikan umum dalam hal ini sumber daya alam hutan. Seperti sabda Rasulullah saw : “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Tidak diragukan lagi, penjagaan Khilafah terhadap hak rakyat dan kekayaan alam negeri dari intervensi asing. Kedaulatan syariat Islam mencegah asing mendominasi wilayah di negeri Khilafah. Perlindungan yang dijamin Khilafah menjadikan setiap wilayah tidak berusaha melepaskan diri karena tentu lebih merasa aman menjadi bagian Khilafah. Hal ini telah terbukti selama lebih dari 13 abad, syariat Islam dalam naungan Khilafah mencapai puncak kegemilangan. Maka satu-satunya solusi hakiki kondisi saat ini yang kompleks permasalahan, hanya dengan kembali menegakkan syariat Islam di segala aspek kehidupan.
Wallahu’alam bishowab.