Oleh: Siti Maftukhah, SE. (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Pandemi yang melanda dunia seakan tak terlihat ujung akhirnya. Sudah hampir sepuluh bulan virus ini tak hengkang dari kehidupan. Malah semakin senang saja membersamai masyarakat. Dampak yang ditimbulkan juga luar biasa. Selain korban terus berjatuhan, baik yang positif maupun yang meninggal, dampak lain yaitu pertumbuhan ekonomi yang stagnan bahkan mundur juga terjadi.
Dan dampak itu hampir terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Namun IMF optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan segera pulih, bahkan diproyeksikan Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat sebesar 4,8% pada tahun 2021 dan 6% pada tahun 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar minus 1,7 persen hingga positif 0,6 persen. Namun akhirnya dikoreksi menjadi minus 1,7 persen hingga minus 2,2 persen. Menurut Sri Mulyani, tantangan perekonomian dengan adanya ekses pandemi menyebabkan kerangka pemulihan cukup kompleks. Negara mengalami tantangan berat karena pandemi yang masih berlangsung mempengaruhi kegiatan ekonomi. Menurunnya aktivitas masyarakat membuat kegiatan ekspor dan impor turun.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah tak jauh beda dengan lembaga internasional Asian Development Bank (ADB) maupun Bank Dunia. Meski sebelumnya ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran minus 1 persen.
Pandemi memang membawa dampak pada turunnya konsumsi dan produksi sehingga berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat yang juga menurun. Sebelum pandemi saja, masyarakat sudah mengalami kondisi yang terpuruk, apalagi sejak pandemi muncul, kondisi masyarakat semakin terpuruk.
Penanganan wabah yang sudah salah sejak awal menjadikan virus corona semakin menyebar tak terbendung. Sebenarnya, dunia termasuk Indonesia bisa saja melakukan langkah-langkah yang bisa menghambat virus semakin berkembang. Yaitu dengan melakukan karantina pada wilayah sumber virus yaitu China. Kemudian melakukan tes kepada semua orang sehingga bisa diketahui mana yang sakit dan tidak. Sehingga penanganan juga lebih mudah. Yang sakit segera diberi pengobatan hingga sembuh dan yang sehat dibiarkan beraktivitas sehingga roda ekonomi bisa tetap berputar.
Sayangnya, yang dilakukan adalah membiarkan mobilitas atau pergerakan orang-orang dari daerah sumber virus keluar wilayahnya. Bahkan Indonesia membuka pintu lebar-lebar untuk wisatawan asal China dengan alasan meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata.
Bahkan ada pejabat yang menjadikan wabah virus corona ini sebagai guyonan. Menganggap remeh virus ini. Penguasa mulai panik saat terjadi pertambahan kasus yang begitu cepat.
Lagi-lagi, penguasa tidak sigap dengan kondisi ini. Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), belajar dan bekerja dirumah (daring) dan pemberlakuan protokol kesehatan (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, jaga jarak) dilakukan dengan asumsi bisa menekan persebaran virus. Kebijakan PSBB malah menghentikan roda ekonomi secara perlahan. Sehingga wajar pertumbuhan ekonomi melambat, berhenti bahkan mundur. Dan ini tidak hanya Indonesia, dunia pun mengalami stagnasi ekonomi bahkan kemunduran ekonomi.
Meski wabah semakin menyebar dan korban semakin banyak, tidak ada salahnya jika pemerintah segera melakukan langkah-langkah sebagaimana yang dulu pernah dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab saat menghadapi wabah. Adanya karantina atas wilayah sumber wabah dan melakukan pemisahan orang yang sakit dan sehat. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, janganlah kalian tinggalkan tempat itu.” (HR. al-Bukhari)
Untuk saat ini, maka pemerintah bisa melakukan tes secara menyeluruh agar bisa diketahui mana yang sakit sehingga bisa dilakukan penanganan yang benar yaitu dengan diobati hingga sembuh.
Dan yang sehat bisa beraktivitas normal sehingga kehidupan sosial dan ekonomi bisa berputar dan membaik.
Masyarakat membutuhkan solusi yang tuntas bukan tambal sulam sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Dan bukan sekedar otak-atik angka pertumbuhan ekonomi, namun masyarakat membutuhkan aksi nyata dengan melakukan langkah-langkah sebagaimana tersebut di atas.
Namun rasanya sulit jika masih berpijak pada sistem Kapitalis. Karena dalam sistem ini, semua hal masih dihitung dengan untung dan rugi. Maka saatnya masyarakat mencari sistem yang mampu menyelesaikan masalah pandemi ini dengan solusi tuntas, yaitu dengan sistem Islam.
Wallahu a’lam bishawab.