Moderasi Agama, Mampukah Mewujudkan Generasi Bertaqwa?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Moderasi Agama, Mampukah Mewujudkan Generasi Bertaqwa?

Oleh Fitriani,S.Hi

(Guru dan pemerhati Generasi)

 

Saat ini upaya untuk menyebarluaskan faham moderasi beragama semakin massif dan terus digencarkan. Khususnya di sekolah Madrasah yang berada dalam naungan Kementrian Agama. Termasuk di Madrasah Aliyah Negeri 1 (MAN 1) jalan Limau Manis Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa Deli Serdang.

Bukan hanya sekali, sosialisasi Moderasi beragama di MAN 1 sudah beberapa kali dilakukan. Dengan mengambil tema : Menjunjung Toleransi Dalam Keberagaman sebagai kekuatan Bangsa menuju NKRI kuat dan Maju acara ini disi oleh ketua GP.Anshor Deli Serdang Rustam Lubis,MA dan Ka.MUI Deli Serdang KH.Amir Panatagama, S.Pdi.

Dalam Sambutannya Kepala sekolah MAN 1 Drs.Sucipto Gito Siswanto, MM menyampaikan bahwa Pada usia masa Madarasah Aliyah, seseorang cenderung mencari jati diri dan identitas, sementara diluar banyak kasus pelajar yang salah kaprah karena terpengaruh faham radikal, maka para pelajar perlu punya pemahaman tentang moderasi beragama agar bisa bersikap moderat (man1deliserdang.sch.id/07/10/2023)

Sejalan dengan Kepala sekolah saat menyampaikan materinya ketua GP.Ansor Rustam Lubis menyebutkan bahwa agar para pelajar khususnya siswa-siswi Madrasah memiliki sikap dan prilaku selalu mengambil jalan tengah, bertindak adil serta tidak ekstrem dalam beragama. Karena menurutnya banyak para pelajar hari ini yang terpengaruh dengan kajian-kajian yang mengarah pada sikap radikal.

Ketua MUI Deli Serdang sebagai pembicara kedua dalam tampilan slide nya menyebutkan tentang moderasi beragama secara detail yaitu sebagai sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan prilaku ekstrem dan radikal dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan berbagai elemen bangsa, sehingga harus menerapkan 7 prinsip dalam moderasi beragama yaitu wasathiyah (jalan tengah), tawazun (seimbang), i`tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (persamaan), syuro (musyawarah), ishlah (reformasi), dan awlawiyat (prioritas). Selain itu yang harus disyukuri adalah bahwa perbedaan itu sunnatullah, keanekaragaman adalah fitrah bangsa dan pancasila adalah cermin nilai asli masyarakat dan bangsa Indonesia.

Jika kita perhatikan, ikhtiar pemerintah untuk melakukan penguatan moderasi beragama khususnya oleh Kemenag memang tidak tidak main-main bahkan mereka begitu serius. Secara massif terus mereka lakukan, sosialisasi ke sekolah-sekolah madrasah yang tidak hanya sekali namun berkali-kali dalam rangka untuk mempersiapkan kader muda dari para pelajar khususnya siswa-siswi MAN untuk menjalankan program dan rencana aksi dimasyarakat dalam rangka menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Nantinya diharapkan para pelajar-pelajar inilah yang akan menyampaikan ketengah-tengah masyarakat pentingnya moderasi beragama.

Selain itu, mereka juga membuat kampung moderasi beragama yang juga akan mempromosikan perdamaian, toleransi serta menjaga kerukunan diantara anggota masyarakat.

Sekilas kita lihat seolah-olah begitu penting sosialisasi moderasi beragama ini dilakukan sehingga begitu gencar dan massif untuk terus dilakukan, karena dianggap sebagai solusi dan jawaban atas masalah keagamaan yang dihadapi masyarakat dinegeri ini. Bahkan dianggap bisa mencegah agar konflik tidak semakin meluas dan cara pandang moderat dianggap sebagai solusi terbaik. Namun benarkah realitasnya seperti itu? Apakah konflik keagamaan yang terjadi dinegeri ini sudah sedemikian berat sehingga memang solusinya adalah dengan sosialisasi moderasi beragama? Lalu ketika moderasi beragama yang diterapkan apakah ia juga mampu menyelesaikan berbagai konflik tersebut?

Jika kita mau jujur dengan semua permasalahan yang terjadi dinegeri ini, apalagi masalah yang terjadi di dunia pendidikan justru kita mempertanyakan urgensinya sosialisasi moderasi beragama ini untuk apa? Bukankah justru tidak nyambung menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi dengan mengambil solusinya adalah sosialisasi moderasi beragama. Kasus bullying di sekolah yang semakin meluas, tawuran antar pelajar yang tidak terkendali, geng motor yang makin mengkhawatirkan, narkoba yang semakin merajalela, belum lagi kasus seks bebas dikalangan pelajar dan remaja yang makin hari persentase nya tidak pernah berkurang. Maka apakah moderasi beragama adalah solusinya? Yang ada moderasi beragama justru menjadikan para pelajar-pelajar ini jauh dari ajaran agamanya yang kafah.

Moderasi beragama justru berhasil menjauhkan para generasi muda dari Islam yang sesungguhnya. Padahal bisa jadi para orang tua yang menyekolahkan anaknya di Madrasah yang basicnya adalah agama punya harapan besar anak-anak mereka akan tumbuh menjadi generasi yang beriman dan bertaqwa serta memiliki kepribadian Islam. Namun faktanya jauh panggang dari api, moderasi beragama justru mengancam aqidah generasi hari ini. Sebab moderasi Islam merusak keyakinan tentang kebenaran Islam, karena sikap moderat justru menganggap semua agama sama karena kebenaran sifatnya relative.

Selain itu moderasi beragama menjadikan seseorang mengalami krisis identitas bahkan menjadi Islamophobia. Karena takut dianggap radikal, ahirnya malu mengakui diri sebagai seorang muslim bahkan malu menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslim yang sesungguhnya karena takut dianggap ekstrem. Walhasil yang terjadi adalah generasi-generasi yang terbentuk adalah generasi yang sekuler, alih-alih menjadi generasi yang bertaqwa, yang ada justru terwujud generasi yang tidak menganggap penting penerapan syariat Islam, yang penting esensinya saja.

Dari sini kemudian muncul anggapan bahwa seseorang yang soleh itu justru yang memiliki sikap toleran, cinta tanah air, anti kekerasan, ramah terhadap keragaman budaya local, bahkan ridho dengan bebagai kemaksiatan seperti menganggap lumrah LGBT, dan sebagainya. Tapi yang ingin menjalankan dan menerapkan Islam Kaffah dianggap sesat, ekstrem dan radikal. Mereka juga kahirnya menolak pemahaman Islam Kafah termasuk diantaranya maslah Jilbab, jihad dan Khilafah. Alhasil mereka mengambil Islam hanya dalam aspek spiritual semata, tapi menolak penerapan Islam secara Kafah dalam seluruh aspek kehidupan.

Maka inilah yang dihasilkan oleh moderasi beragama. Maka umat harus betul-betul memahami hakekat moderasi beragama ini. Dan yang penting untuk difahami juga oleh kaum muslim bahwa agenda moderasi beragama ini merupakan agenda barat untuk menjauhkan Islam Kaffah. Penyataan Prof.DR.Hamid Fahmi Zarkasyi kepada Media Umat bahwa moderasi beragama adalah wajah lain dari liberalisasi Islam sehingga ini adalah upaya untuk meliberalisasi pemikiran umat dalam rangka menjauhkan dari Islam Kaffah. Maka ini adalah ancaman nyata bagi generasi saat ini. Untuk itu saatnya para generasi muda mengatakan Tidak! Pada moderasi beragama.

Karena hakikatnya moderasi beragama ini adalah racun berbalut madu. Maka harus ada upaya melindungi generasi bangsa ini dari bahaya moderasi. Sehingga membutuhkan peran semua pihak, mulai dari individu, masyarakat dan negara. Dan perlindungan secara menyeluruh ini hanya dapat diwujudkan ketika Islam secara kafah diterapkan dalam naungan khilafah Islamiyah. Maka inilah yang harus menjadi agenda utama perjuangan umat dalam rangka terwujudnya generasi-generasi yang beriman dan bertaqwa.

Wallahu`alam bisshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *