Menilik Polemik pengesahan Perppu Corona dan Reformasi Di Era Wabah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ervina Nurfiani (Mahasiswi Dan Aktivis Dakwah)

Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa 12 Mei 2020 kemarin telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020. Perppu Nomor 1 tahun 2020 ini mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.

Namun Kehadirannya malah membawa polemik di masyarakat terutama adanya dugaan kekebalan hukum dari penyelenggara negara. Bahkan sudah ada lembaga yang hendak menggugat Perppu ini ke Mahkamah Konstitusi karena dianggap memberi perlindungan hukum yang tidak sesuai UU.

Anggapan seolah-olah adanya kekebalan hukum tersebut adalah terkait Pasal 27 Perppu 1/2020 Pasal 1, 2 dan 3. Pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian dari krisis bukan kerugian negara, pejabat pemerintah terkait pelaksanaan Perppu tidak dapat dituntut perdata ataupun pidana jika melaksanakan tugas berdasarkan iktikad baik, dan segala keputusan berdasarkan Perppu bukan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara.

Perppu 1/2020 dikeluarkan karena pemerintah menganggap adanya kegentingan yang memaksa disebabkan adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat. Kegentingan yang memaksa adalah timbulnya Pandemi yang disebabkan oleh virus Covid-19.

Dalam aturan tersebut juga, kebijakan pemerintah yang dilakukan adalah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (ABPN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun. (Kompas.Com 13/4/2020)

Meski mendapatkan penolakan dari salah satu partai di Parlemen, Perppu Nomor 1 tahun 2020 ini tetap disahkan karena ada 8 fraksi yang menyetujuinya dan perppu ini juga telah ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sebagai landasan hukum kebijakan keuangan di tengah situasi yang genting akibat pandemi Covid-19 karena kekosongan hukum.

Menjadi satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan Perppu Nomor 1 tahun 2020, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menganggap bahwa perpu ini berpotensi melanggar konstitusi.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah, PKS menilai hal ini terkait dengan kekuasaan Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara.

Di saat yang sama, pejabat Negara di sektor keuangan dan Investasi berbicara untuk memanfaatkan momentum wabah untuk melakukan reformasi besar-besaran di pemerintahan.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan bahwa pandemi virus Corona atau Covid-19 telah menciptakan reformasi besar di pemerintahan.

Luhut menyatakan ada hikmah yang bisa diambil dari pandemi Covid-19. Dia menuturkan bahwa Covid-19 mendorong pemerintah untuk melakukan langkah efisiensi, efektivitas, dan digitalisasi. (Bisnis.Com 222/4/2020)

Di satu sisi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun ikut berkomentar mengatakan bahwa wabah Covid-19 diperkirakan tak akan selesai dalam waktu dekat. “Belajar dari sejarah pandemi Flu Spanyol tahun 1918 yang berlangsung hingga 18 bulan, Covid-19 juga diperkirakan akan berlangsung tidak singkat,” ujar dia dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR. Selasa, 12 Mei 2020.

Karena itu, ia mengatakan kondisi tersebut bisa mengakibatkan pelemahan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Indonesia. Namun demikian, Sri Mulyani meminta semua pihak tidak patah semangat dan kehilangan orientasi. “Justru dengan adanya krisis pandemi Covid-19, harus dapat dimanfaatkan untuk melakukan reformasi di berbagai bidang,” kata Sri Mulyani. (Tempo.Co 12/5/2020)

Disahkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 ini menjadi bukti kepada kita bahwa hukum hari ini berpihak hanya pada mereka para penguasa. Bagaimana tidak, dengan disahkannya perppu ini yang mana pemerintah dapat menggunakan uang negara sebesar Rp. 405 triliyun tanpa bisa dituntut hukum, malah membuka peluang besar bagi mereka para korupsi untuk mencuri uang rakyat lagi. Sangat heran, Kebijakan ini bukan malah untuk mengakhiri para koruptur tapi justru memuluskan nafsu korporasi dan elit pemilik Kursi. Meskipun dalih berbicara untuk kepentingan pandemic hari ini.

Namun tak heran di sistem kapitalis, menggunakan berbagai cara demi memuluskan materi meskipun hasil dari mencuri. Meskipun dalam keadaan pandemic pun mereka para korupsi yang lahir dari sistem kapitalis tak akan peduli dengan keadaan saat ini.
Harusnya ini menjadi kesadaran kepada kita bahwa hukum hari tak berpihak pada rakyat kecil lagi, hanya pada mereka para penguasa dan elit politik. Karena, tentu timbul pertanyaan dari adanya kebijakan pengesaahan Perppu ini, yaitu apa alasan diibalik pemerintah mengambil kebijakan mengenai keuangan negara tanpa dilakukannya pengawasan hukum hari ini. Karena pada faktanya, ada pengawasan hukum pun hari ini masi banyak yang melakukan korupsi. Apatah lagi tidak dilakukannya pengawasan pada para pejabat hari ini.

Serta menyoal pernyataan Reformasi di era pandemic adalah keputusan yang tidak tepat. Karena apa gunanya reformasi itu dilakukan di segala bidang, jika kondisi hari ini tidak memungkinkan untuk dilakukan. Sebab, dampak dari virus corona ini membuat kondisi hari ini mengalami pelemahan ekonomi maupun sosial. Sehingga jika dipaksakan untuk dilakukan maka ujung dari keputusan adalah bergantung harapan kepada negara lain, entah itu melakukan utang luar negeri lagi maupun menjual aset negara. Sehingga bukan malah melakukan reformasi kearah yang lebih baik, melainkan membuat semakin kuatnya cengkraman kapitalis. Yang pada faktanya hari ini kita sudah diikat dengan cengkraman mereka para kapitalis, dengan dikuasainya kekayaan Alam kita hari ini.

Seharusnya umat semakin sadar dengan banyaknya kebijakan rezim hari ini yang mengada-ngada, yang banyak membuktikan kebobrokkanya. Sudah seharusnya umat meninggalkan sistem ini yang justru tidak mendatangkan kemashalatan malah menambah permasalahan. Karena begitulah sekiranya gambaran hukum buatan manusia yang serba terbatas. Bedahalnya dengan hukum buatan sang pencipta yaitu Allah SWT membawa kemaslhatan tanpa menambah masalah.

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 50) . Wallahu a’lam bis-shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *