Menilik Kunci Penyelesaian Tuntas Kasus Stunting

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Menilik Kunci Penyelesaian Tuntas Kasus Stunting

Oleh: Dwi Sri Utari, S.Pd

(Pengajar Anak Berkebutuhan Khusus)

Kasus stunting nyatanya masih menghantui anak-anak Indonesia, negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka penanganan sekaligus pencegahan stunting pada anak. Namun angka kasus anak yang mengalami stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Nampaknya Pemerintah perlu lebih serius lagi dalam penanganan problem kesehatan ini.

Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Hanya saja, penurunan itu dianggap masih kurang, karena masih jauh dari target, yaitu 3,8%.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkap bahwa angka stunting sebesar 21,6% itu masih tinggi. Apalagi, Hasto mencium kesalahan penghitungan data stunting. Ia menyampaikan banyak pemda yang melakukan kesalahan perhitungan, seperti anak di atas lima tahun tidak dimasukkan data lagi, padahal belum sembuh dari stunting. (Bisnis Indonesia, 6-4-2023).

Hal tersebut mendorong Pemerintah untuk terus memaksimalkan upaya penanganan stunting. Dikutip dari Berita Bandung pada 4 Mei 2023, Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan gencar melakukan upaya penanganan sekaligus pencegahan stunting dengan sasaran anak yang diindikasikan berisiko stunting. Hal tersebut dilakukan melalui upaya pemberian protein berupa telur dan ayam.

Disamping itu, Menteri keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa pemerintah telah menggelontorkan dana senilai Rp. 77 triliun. Sayangnya, berdasarkan laporan yang diterima hanya Rp. 34 triliun yang tepat sasaran. Sisanya justru dipakai untuk kegiatan nyeleneh, seperti rapat koordinasi dan pembangunan pagar puskesmas. (CNN Indonesia, 24-3-2023)

Dr. Ernawati, S.K.M., M.P.H. sekaligus dosen di salah satu universitas di Indonesia menyampaikan, stunting adalah gangguan pertumbuhan otak pada anak yang disebabkan kurangnya asupan gizi dan infeksi berulang, serta kurangnya stimulasi dari orang tua terkait pola asuh dalam perkembangan dan pertumbuhan anak yang sering disebut dengan istilah asah, asih, dan asuh. Hal tersebut menunjukan terdapat irisan yang cukup kuat antara kemiskinan ekstrim dengan terjadinya kasus stunting.

Hakikatnya, kemiskinan adalah persoalan yang tidak akan pernah dapat diselesaikan oleh sistem hari ini. Ini karena sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan hari ini. Sistem kapitalisme juga menjadikan kekayaan terkonsentrasi pada segelintir elite saja. Mayoritas rakyat yang tidak memiliki kekuatan akan tersendat kebutuhan hidupnya. Inilah musabab listrik, air, pangan, kesehatan, pendidikan, dan seluruh kebutuhan hidup menjadi sulit diakses warga secara merata dan adil.

Atas dasar asas kebebasan kepemilikan, sistem ini meliberalisasi seluruh sumber daya, termasuk sumber daya yang menjadi hajat hidup orang banyak. Misalnya, barang tambang batu bara mayoritas dikuasai swasta. Padahal, batu bara sebagai bahan bakar sangatlah diperlukan bagi terpenuhinya kebutuhan hidup manusia.

Oleh sebab itu, pengentasan kemiskinan menjadi kunci penyelesaian stunting di negeri ini. Pengentasan kemiskinan tentu tanggung jawab negara dan erat kaitannya dengan penerapan sistem ekonominya. Seharusnya, penyelesaian stunting dibahas dari sudut pandang Islam agar dapat selesai tuntas. Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan merupakan sistem aturan yang lengkap. Kebijakan Islam di segala aspek dapat mengentaskan kemiskinan, bahkan bisa menyelesaikan problem kesehatan seperti stunting.

Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab mengurusi kebutuhan rakyatnya dan harus memastikan kebutuhan dasar setiap masyarakat (sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanan) dapat terpenuhi. Dalam menjalankan tugas itu, pemimpin akan melaksanakan sistem kebijakan yang telah ditetapkan syarak, seperti ekonomi, politik luar negeri, kesehatan, pendidikan, dan sanksi.

Dalam sistem ekonomi Islam, terdapat konsep tiga kepemilikan, yaitu individu, umum, dan negara. Pengelolaan individu diserahkan pada pribadi asal tidak bertentangan dengan hukum syarak. Dua kepemilikan lainnya dikelola negara melalui baitulmal. Dua pos itu berasal dari pembayaran jizyah, fai, kharaj, ganimah, pengelolaan SDA, dsb.

Demikianlah, sistem Islam mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya. Ketika masalah kemiskinan terselesaikan dan dengan pembinaan yang terus-menerus dari negara mengenai hidup sehat, masyarakat mudah mengakses gizi seimbang dan problem stunting dapat terselesaikan.

Wallahu’alam bishshawwab.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *