Mengangkat Mentalitas Generasi Menuju Bangsa Unggul

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Endang Kurniati, S.KM
(Mahasiswa Magister Terapan Politeknik STIA LAN Makassar dan Member AMK)

Instruksi Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kepada siswa SMA agar membaca buku Muhammad Al-Fatih 1435 karya Felix Y Siauw untuk meningkatkan minat literasi siswa, menuai sorotan dari salah satu anggota DPR-RI dari fraksi PDI Perjuangan. Padahal masa depan generasi ditentukan sejauh mana menjaga literasi pendidikan.

Anggota DPR RI dari PDIP Ahmad Basarah mengkritik keluarnya instruksi dari Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung Muhammad Soleh kepada para siswa SMA/SMK di Bangka Belitung untuk membaca buku Ustadz Felix Siauw, berjudul “Muhammad Al-Fatih 1453”.

Menurut Basarah, masih banyak tokoh pada masa lalu yang juga bisa diteladani para siswa, misalnya pahlawan nasional. “Apa kurangnya ketokohan Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, K.H. Hasyim Asy’ari, Bung Karno, Bung Tomo, atau ketokohan Jenderal Soedirman? Kisah-kisah keteladanan mereka lebih punya alasan untuk siswa dan siswi diwajibkan membacanya,” kata Basarah. (Portal Islam, 04/10/2020)

Protes Senada juga datang dari PWNU Babel. Protes itu dilayangkan melalui surat teguran ke Gubernur Babel Erzaldi Rosman Djohan. Ketua PWNU Babel, KH Jaafar Siddiq mengatakan, PWNU sudah mengirimkan surat ke Gubernur Babel untuk menindaklanjuti perihal surat kepala Dinas Pendidikan terkait kewajiban membaca buku Felix Siauw tersebut. (iNews Babel.id, 02/10/2020)

Akibat adanya protes atas surat edaran bernomor 420/11.09.F DISDIK tertanggal 30 September 2020(,) yang ditujukan kepada seluruh Kepala Sekolah SMA/SMK se-provinsi Bangka Belitung yang ditandatangani Muhammad Soleh selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung, maka hanya berselang satu jam setelah surat edaran (SE) itu dikirim ke seluruh sekolah, Disdik Babel membatalkan surat edaran tersebut.

Pembatalan SE (Surat Edaran) tersebut menunjukkan bahwa kebebasan di negeri ini dibatasi oleh kepentingan kelompok tertentu. Padahal sejatinya, buku bacaan apa pun itu, bertujuan menambah literasi dan keilmuan dalam khazanah pendidikan generasi muda bangsa ini(,) demi masa depan bangsa dan negara.

Jika alasannya adalah karena latar belakang penulis bukunya pentolan HTI, atau sebagaimana yang diutarakan oleh ketua PWNU Babel, dia mengatakan, kewajiban membaca buku karangan Felix Siauw dinilai memiliki agenda terselubung.
(Portal Islam, 04/10/2020)

Maka alasan ini tidak bisa diterima oleh akal sehat. Mengapa? Karena buku ini sudah beredar dan telah dibaca oleh jutaan penduduk negeri ini dari segala usia.Tapi nyatanya tidak ada satu pun fakta menunjukkan bahwa ada orang yang melakukan kekerasan, pemberontakan dan tindakan anarkis lainnya yang dapat mengancam keamanan negara.

Dalam buku tersebut tidak ada satu pun ditemukan adanya ajakan kekerasan di dalamnya. Apalagi membenci agama lain. Justru di buku itu memberi inspirasi kepada pembacanya, bagaimana hidup itu bermakna, memiliki tujuan jelas serta harapan yang besar). Selain itu juga di buku tersebut digambarkan sikap pantang menyerah dan bersungguh-sungguh mencapai impian.

Buku sejarah Islam itu menceritakan tentang sosok pribadi Sultan Muhammad Al-Fatih. Sejak ia kecil ia telah dididik dengan tsaqofah (pemahaman) Islam. Sejak kecil dia telah dididik oleh ulama-ulama besar pada zamannya, khususnya Syaikh Ahmad Al-Kurani yang mengajarkan padanya Al-Qur’an dan Syaikh Aaq Syamsuddin yang tidak hanya menanamkan kemampuan beragama dan ilmu Islam, tetapi juga membentuk mental pembebas pada diri Muhammad Al-Fatih. Sehingga tak heran pada usia muda, ia telah menghafal Al-Qur’an 30 juz. Ketika berumur 16 tahun, Al-Fatih telah menguasai 8 bahasa.

Dalam buku itu juga diceritakan bagaimana kisah heroik Muhammad Al-Fatih dalam usia belia (21 tahun) mampu menaklukkan kota Konstantinopel. Penaklukkan itu karena adanya dorongan ruhiah yang begitu kuat, ia ingin mewujudkan bisyarah (kabar gembira) yang telah dijanjikan Rasulullah saw.

“Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat amir (panglima perang) adalah amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya.” (HR. Ahmad)

Dan hampir 800 tahun kemudian(,) bisyarah Rasulullah terbukti. Kota Konstantinopel akhirnya jatuh di tangan kaum muslimin. Di bawah pimpinan pasukan Muhammad Al-Fatih.

Muhammad Al-Fatih adalah pemuda yang mengukir namanya dalam sejarah emas dunia, dengan prestasi dan pencapaian yang tidak pernah ada pada masanya ataupun sebelumnya, prestasi yang jauh melebihi masanya.

Dari gambaran singkat ini, patutkah buku yang menceritakan sejarah Islam, yang sangat menginspirasi banyak orang ini dilarang untuk dibaca? Padahal di satu sisi, generasi muda bangsa ini butuh sosok teladan yang menginspirasi. Dan tak salah jika Kisah Muhammad Al-Fatih menjadi salah satu referensi tanpa meninggalkan referensi lain tentang kisah pahlawan nasional bangsa Indonesia lainnya.

Sosok Muhammad Al-Fatih yang selalu melaksanakan salat fardhu berjemaah, puasa sunah, tidak pernah meninggalkan salat rawatib dan tahajud untuk menjaga kedekatannya dengan Allah dan memohon pertolongan dan izin-Nya atas keinginannya yang telah terpancang kuat dari awal yaitu menaklukkan Konstantinopel. Kita berharap watak dan karakter generasi muda bangsa saat ini bisa seperti sosok Muhammad Al-Fatih. Memiliki kepribadian Islam yang sama.

Kecerdasan Muhammad Al-Fatih yang luar biasa juga diceritakan dalam buku itu. Ia menguasai ilmu strategi perang. Ia dan pasukannya mencoba suatu cara yang tidak terbayangkan kecuali oleh orang yang beriman. Dalam waktu semalam, 70 kapal laut armada perangnya dipindahkan dari Selat Bosphorus ke Selat Tanduk melewati daratan dan perbukitan dengan menggunakan tenaga manusia.

Bayangkan, kekuatan seperti apa yang bisa menjaga semangat, persatuan, dan kesabaran selama 52 hari perang dan lintas generasi dalam 825 tahun lamanya? Kekuatan seperti apa yang dapat menjadikan anak muda berumur 21 tahun menaklukkan sebuah peradaban besar.

Buku ini tentunya bisa membawa pencerahan kepada remaja kita. Kita berharap profil generasi bangsa ini bisa lebih baik lagi. Jauh dari narkoba, minuman keras, tawuran, tindakan kriminal, dan asusila agar bisa menjadi bangsa yang unggul. Dan ini hanya bisa terjadi ketika generasi muda dicerahkan dengan membaca sejarah, mengenal gambaran sosok teladan seperti Muhammad Al-Fatih, pahlawan nasional, juga tokoh lainnya.

Kita berharap dengan memahami kisah Muhammad Al-Fatih bisa mengangkat mentalitas generasi agar menjadi bangsa yang unggul. Generasi yang mampu menguasai banyak bahasa, mempelajari banyak ilmu, inovatif, penuh kejutan, giat beribadah, pekerja keras, berani, cerdas, memiliki keteguhan hati dan keyakinan, bersikap tawakkal, bisa menjadi pemimpin yang adil.

Generasi seperti Muhammad Al-Fatih ini dibentuk dalam sebuah sistem kehidupan yang menjadikan Islam sebagai landasan dan pandangan hidup. Yang menjadikan Al-Qur’an dan alhadis sebagai sumber hukum perbuatan dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *