Mendinginkan Wacana Panas Kemenag

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Shafayasmin Salsabila (Founder MCQ Sahabat Hijrah, Indramayu)

“Pengetahuan tanpa akhlak dapat membumihanguskan dunia” kalimat cetar membahana ini keluar dari lisan mulia, Ketua Umum DPP Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI), Syamsuddin. Menekankan betapa penting peran pendidikan agama di madrasah terhadap moral para siswa. Beliau secara tegas dan lugas mengomentari polemik penghapusan materi jihad dan Khilafah dari kurikulum madrasah. Menurutnya, alasan deradikalisasi tidak maching dengan jalan menghapus materi secara total. Malah bisa fatal akibatnya. Distorsi sejarah mengancam di pelupuk mata, mengerikan. (republika.co.id, 9/12/2019)

Sebelumnya, viral di media sosial terkait wacana panas dari Kementerian Agama (Kemenag). Kemenag bermaksud untuk menghapus materi jihad dan Khilafah dari kurikulum ujian madrasah. Karena dirasa akan menjadi benih yang mengusik kedamaian, keutuhan, dan toleransi.
Perintah tersebut dikukuhkan dalam surat edaran yang ditandatangani oleh Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Ahmad Umar.

Tak menunggu lama, respon keberatan serta penolakan datang dari banyak pihak. Tak sedikit yang menyayangkan kebijakan ini. Bagaimana pun jihad dan Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Menghilangkannya sama dengan memutilasi Islam itu sendiri. Apakah gajah tanpa kepala dan kaki masih bisa disebut gajah?

Karena tidak sedikit pihak yang protes, Kemenag pun melunak. Alhasil materi jihad dan Khilafah hanya sekadar bermigrasi dari mata pelajaran fikih ke sejarah. Namun masih tetap tersisa satu tanda tanya besar, mengapa pemerintah sedemikian paranoid-nya terhadap kedua syariat ini.

Masyarakat luas justru semakin tergelitik untuk menggali lebih dalam lagi hakikat jiha, terutama tentang apa itu Khilafah. Pada akhirnya umat yang berada di negeri mayoritas Islam ini akan kembali menyadari satu rahasia besar. Bahwa Khilafah adalah milik umat, bukan milik satu kelompok saja. Khilafah sebagai harapan umat untuk kembali bangkit. Solusi bagi carut marut masalah di negeri ini. Perisai umat, sekaligus penghapus airmata seluruh manusia di muka bumi.

Mengapa harus Khilafah? Kenapa harus ada jihad? Pertanyaan semacam ini akan sering muncul ke permukaan. Ini tak jauh beda dengan mempertanyakan mengapa umat Muslim harus shalat? Kenapa wajib puasa sepanjang bulan Ramadhan? Kenapa berhaji harus ke Arab? Mengapa wanita butuh wali saat menikah sedang pria tidak? Semua jawaban akan mengerucut pada satu hal mendasar, yakni semata dilakukan karena Allah telah menetapkannya. Kewajiban hamba hanyalah tunduk, pasrah, menerima, taat, patuh. Keimanan membuat seorang Muslim yakin, jika sudah perintah Allah maka tidak ada ruang bagi keraguan atau keberatan. Sami’na wa atho’na.

Islam dan dakwah adalah satu kesatuan yang saling melekat. Di mana ada Islam maka di situ ada dakwah. Jika ditelusuri secara seksama, maka akan didapati ajaran Khilafah dan jihad muaranya menuju pada kepentingan dakwah. Pertanyaan selanjutnya, mengapa harus ada dakwah? Tentu, tak seorang pun berani menyangkal tugas kenabian Muhammad Saw adalah menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Sebagaimana terkandung dalam QS. Al Anbiya ayat 107, “Dan tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam.”

Tersebarnya Islam sampai ke penjuru bumi, tidak akan mungkin terjadi jika tanpa aktivitas dakwah. Jadilah umat Muhammad, meneruskan tongkat estafet perjuangan dakwah ini. Sedangkan kekuatan dakwah Islam terkunci pada sitem pemerintahan Islam itu sendiri, yakni Khilafah. Karena esensi dari Khilafah diantaranya adalah dakwah. Ditinjau dari definisinya, Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Berikutnya Khilafah-lah yang akan mengemban dakwah melintasi negeri-negeri dan benua. Tak semudah membalikkan telapak tangan, upaya penyebaran Islam kerap terhalangi secara fisik oleh penguasanya. Maka di titik inilah jihad diperintahkan. Rasulullah Saw sendiri hingga wafatnya telah bertempur di medan jihad hingga 27 kali pertempuran. Jika bukan karena menjawab perintah Allah untuk menyebarkan Islam, tentu terasa berat mengorbankan waktu, tenaga, harta bahkan nyawa. Tanpa dilakukan jihad, cahaya Islam akan diblokade, niscaya kita pun di Indonesia bisa merasakan manisnya iman.

Dan keimanan itulah yang membawa umat Muslim kepada satu keyakinan bahwa setiap perintah Allah akan membawa kebaikan. Menyalahinya justru akan membawa kehancuran. Maka selanjutnya, kita dapati kecintaan umat kepada Islam akan memunculkan pembelaan. Umat akan membulat dalam satu suara, penghapusan materi jihad dan Khilafah sama artinya dengan menghapus materi tentang sholat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Karena jihad dan Khilafah berada dalam posisi yang sama. Keduanya adalah bagian dari ajaran Islam. Tanpa keduanya, Islam tidak utuh lagi, dan sebanyak apapun umat hanya selayak buih di lautan.

Tiadalah seorang Muslim kecuali ada dalam dirinya keinginan kuat untuk kembali menghadap Allah dengan bekas-bekas kebaikan. Dan tiadalah kebaikan tertinggi kecuali tauhidullah. Bukan dengan jejak pembangkangan serta pengingkaran. Sekalipun hanya pada satu ayat. Inilah kiranya yang mampu mendinginkan hati dari setiap niatan yang menyalahi keridaan Allah Ta’ala.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *