Masyarakat Yang Sakit

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Siti Maftukhah, SE. (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Masyarakat saat ini cenderung instant atau praktis dalam menyelesaikan masalah. Seperti yang terjadi di Pasuruan, tepatnya Desa Kedawang Kecamatan Nguling. Dua kelompok warga terlibat carok atau perkelahian dengan celurit, yang akhirnya membawa korban luka. Pemicu perkelahian masih belum terungkap namun disinyalir adalah masalah lama, sebagaimana dituturkan oleh Kassubag Humas Polres Pasuruan Kota AKP Endy Purwanto, Rabu (1/7/2020).(https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5075296/carok-7-orang-di-pasuruan-bermula-saat-pulang-pengajian)

Masyarakat memang sedang sakit. Mereka membutuhkan obat untuk menyembuhkan sakit yang dideritanya. Sakit yang dialami masyarakat diakibatkan oleh cara hidup yang melingkupi mereka.

Saat ini cara hidup yang diambil oleh masyarakat adalah cara hidup yang serba bebas, tak ada batasan, tak ada norma agama yang mengaturnya. Maka tak heran jika masyarakat ketika menyelesaikan masalah pun juga mengabaikan aturan agama. Mereka menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri, sama dengan sistem saat ini.

Sistem saat ini adalah hasil dari buatan manusia. Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, maka produk yang dibuat olehnya pun juga memiliki keterbatasan, manusia dengan segala naluri yang dimilikinya.

Manusia itu hanya makhluk, maka tak layak menetapkan sendiri apa yang menjadi standar hidupnya. Yang layak menetapkan standar hidup manusia adalah Pencipta manusia, yaitu Allah SWT. Bukankah perusahaan obat yang lebih tahu produk obatnya, sehingga perusahaan pun berhak dan layak untuk memberi standar atau aturan obatnya?

Dalam Islam, semua problem bisa tuntas diselesaikan dengan cara yang cepat dan tepat. Karena yang membuat standar atau aturan adalah Sang Pembuat, yaitu Allah SWT.

Namun itulah yang terjadi saat ini, saat standar atau aturan yang dipakai adalah standar atau aturan manusia, menimbulkan ketidakadilan, ketidakpuasan dll. Maka wajar jika masyarakat pun mengambil langkah sendiri untuk menghadapi persoalan yang mereka hadapi.
Selain karena paham kebebasan sebagai hasil dari adopsi sistem sekuler kapitalis, mungkin juga dipicu dengan tidak konsistennya standar hukum yang dibuat sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aturan itu sendiri. Intinya semua berpulang kepada sistem yang menciptakan standar itu.

Jika menginginkan masyarakat sehat, kembalikan standar pada Islam. Wallahu a’lam[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *