LPG Melon Langka, Kehidupan Makin Merana

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

LPG Melon Langka, Kehidupan Makin Merana

Oleh Rina Tresna Sari, S.Pd.I
Pendidik Generasi Khoiru Ummah

Kelangkaan LPG melon (bersubsidi) terjadi di beberapa daerah. Walau hal ini sering terulang tetapi tentu saja tetap membuat resah masyarakat. Sebab, sebagian besar masyarakat telah bergantung pada penggunaan LPG tersebut, baik untuk kebutuhan memasak pada rumah tangga, pedagang makanan ataupun lainnya. Wajar saja jika langkanya ketersedian LPG tersebut dianggap bisa membahayakan nasib rakyat, terutama kalangan menengah ke bawah.

Mengapa kelangkaan tersebut bisa terjadi? ada beberapa faktor penyebab, di antaranya adanya peningkatan konsumsi dan adanya dugaan tidak tepat sasaran. Dikutip dari CNN Indonesia (27/7/2023) Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut, kelangkaan LPG 3 kg di sejumlah daerah belakangan ini terjadi akibat peningkatan konsumsi usai libur panjang.

Nicke juga menuturkan, menurut data pemerintah ada sekitar 60 juta rumah tangga yang berhak menerima subsidi dari total sebanyak 88 juta rumah tangga atau sekitar 68 persennya. Akan tetapi, saat ini persentase penjualan LPG subsidi terhadap total LPG angkanya, ternyata tinggi, mencapai 96 persen. Hal ini, kata Nicke, mengindikasikan ada subsidi yang tak tepat sasaran.

Adanya kelangkaan LPG melon yang kembali terjadi ini seolah menunjukkan kegagalan negara dalam memelihara urusan rakyat. Bagaimana tidak, LPG yang merupakan salah satu kebutuhan penting rakyat malah susah didapatkan. Lalu, bagaimana rakyat bisa memenuhi kebutuhannya, seperti memasak makanan, atau untuk berjualan mencari nafkah? tentu hal ini sangat meresahkan masyarakat.

Memang benar faktanya selain LPG melon ada juga LPG non subsidi yang beredar di pasaran. Akan tetapi, harganya tentu lebih mahal. Sedangkan, sebagian besar rakyat yang membutuhkan LPG melon adalah kalangan menengah ke bawah. Maka ketika LPG subsidi sulit didapatkan, hal tersebut seolah makin menunjukkan bahwa penguasa tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, menganggap rakyat sebagai beban, sehingga harus mengurangi bahkan bisa jadi mencabut subsidi.

Anggapan subsidi sebagai beban sejatinya lahir dari sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini. Dalam sistem ini, segala sesuatu diserahkan pada mekanisme pasar bebas, sementara negara dibatasi perannya hanya sebagai regulator. Seakan negara dilarang ikut campur dalam pengelolaan. Apalagi memberikan subsidi, seolah diharamkan. Dalam sistem ini, hubungan penguasa dan rakyat layaknya hubungan bisnis, ada hitungan untung-rugi. Akibatnya, tatkala dirasa merugikan negara, rakyat dianggap sebagai beban.

Sebuah ironi, bak anak ayam mati di lumbung padi, ketika cadangan gas di negeri ini melimpah, sayang rakyat kesulitan untuk mendapatkannya. Semua tak lepas akibat tata kelola energi di negeri ini menggunakan paradigma kapitalisme. Penguasa hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator bagi kaum kapitalis untuk menjarah dan menguasai kekayaan alam di negeri ini. Sementara terhadap rakyatnya berlaku hubungan jual beli, jauh dari kata meriayah atau melayani rakyatnya.

Sistem Ekonomi Islam Solusi

Dalam Islam LPG merupakan salah satu bahan tambang yang merupakan barang yang termasuk dalam kepemilikan umum, haram untuk diprivatisasi. Rasulullah saw. bersabda, yang artinya,

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

LPG merupakan salah satu bahan energi, merupakan bagian dari “api” pada hadis di atas. Ketika bahan ini jumlahnya banyak dan melimpah, maka pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada individu, swasta, terlebih asing. Rasulullah saw. pernah memberikan tambang garam kepada salah satu sahabat Abyadh bin Hammal, lantas menarik kembali tambang tersebut, setelah diberitahu, ternyata tambang tersebut jumlahnya banyak, seperti air mengalir.

Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah saw., dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi saw. pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah anda berikan kepadanya? sesungguhnya, anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “lalu Rasulullah saw. mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR. Abu Dawud dan al-Timidzi).

Berdasarkan hadis di atas, maka LPG yang jumlahnya melimpah adalah bagian dari kepemilikan umum. Negara hanya berhak mengolah dan mengelola karena komoditi ini tidak bisa digunakan secara langsung. Hasilnya dikembalikan kepada pemiliknya, yakni rakyat secara gratis, atau rakyat cukup mengganti biaya produksi dan distribusi. Negara tidak boleh mengambil keuntungan ketika menjual produk ini kepada rakyatnya. Walhasil, rakyat bisa menikmati komoditas LPG dengan harga murah, bahkan cuma-cuma.

Tata kelola yang demikian hanya bisa terjadi ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Penguasa dalam sistem Islam adalah periayah, sebagaimana hadis Nabi, “Al Imaamu raa’iin”, penguasa adalah periayah bagi rakyatnya. Ketakwaannya akan mendorong menjalankan amanah sebaik-baiknya. Penguasa benar-benar akan memikirkan nasib rakyatnya, sehingga mereka akan mendapatkan harga murah dan mudah untuk memenuhi kebutuhannya. Dan itu hanya bisa dilaksanakan dalam sistem Islam, sistem terbaik dari Yang Maha Baik, yang mengetahui kelebihan dan kekurangan manusia. Jadi, akankah kita tetap mempertahankan sistem sekuler kapitalisme demokrasi, yang sudah nyata membuat rakyat susah dan menderita?

Wallahualam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *