Larangan Tiktok Shop, Benarkah Membela Pedagang dan UMKM?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Larangan Tiktok Shop, Benarkah Membela Pedagang dan UMKM?

Oleh Reski Prastika, SH.

Kontributor Suara Inqilabi

 

Pemerintah akhirnya mengeluarkan larangan Tiktok shop dengan alasan melindungi UMKM dan pedagang, dan menciptakan kerangka kerja yang lebih adil dan aman untuk perdagangan elektronik di Indonesia Namun nyatanya banyak pedagang yang juga merasa dirugikan, sehingga menjadi pertanyaan tepatkah kebijakan ini.

Sesaat setelah pemerintah resmi melarang tiktok shop dan keranjang kuning dihapus dari aplikasi tiktok maka seketika dunia maya ramai dengan pro-kontra kebijakan tersebut. Beberapa orang yang merasa dapat keuntungan dari tik-tok shop pun buka suara. Begitupun dengan mereka yang kontra dengan kebijakan tersebut dengan dalih tik-tok shop mematikan pasar dan membuat produk-produk UMKM tidak laku dipasaran.

Hal yang menjadi pertanyaan adalah benarkah penghapusan keranjang kuning tik-tok benar-benar karena alasan-alasan yang dikemukakan sebelumnya, ataukah jatah “makan siang” dari tik-tok shop tidak memuaskan penguasa. Sebagaimana beberapa tahun lalu tik-tok dilarang di Indonesia dengan alasan merusak moral anak-anak bangsa akibat fans-fans dari Bowo ( tik-toker ). Namun setelah orang nomor satu tik-tok berkunjung ke Indonesia maka pemblokiran aplikasi tik-tok dibuka kembali, yang justru membuat aplikasi tersebut lebih populer dari sebelumnya.

Ataukah langkah ini merupakan strategi “test the water” untuk menganalisa apakah masyarakat Indonesia sadar akan bahaya yang sedang mengintai. Terbukti dengan pro-kontra ditengah-tengah masyarakat. Yang bisa dikatakan ini seperti politik belah bambu. Tidak ubahnya seperti para penjajah dulu memberi sedikit makan kepada segelintir pribumi untuk dijadikan kacung mata-mata penghianat bangsa. Begitupun dengan tik-tok memberi sedikit keuntungan kepada beberapa affiliate tiktok dengan strategi bakar uang untuk selanjutnya diikat dan ditundukkan.

Penutupan keranjang kuning tiktok tidak akan menyelesaikan masalah. Karena itu bukan akar masalah. Justru yang menyebabkan ketimpangan tersebut adalah dibukanya pasar bebas atau globalisasi. Dimana Indonesia memang didesain untuk menjadi pasar, masyarakatnya dibuat konsumtif. Indonesia dijadikan pembuangan akhir sampah-sampah industri (produk-produk Industri dari negara maju khususnya Cina tentu akan menjadi sampah apabila tidak ada pasar untuk menjualnya dan tidak ada konsumen untuk membelinya).

Persoalan utama adalah bukan adanya tik-tok shop atau e-commerce lainnya seperti lazada dan shopee. Persoalannya adalah banyaknya dan bebasnya barang-barang impor yang masuk ke Indonesia (akibat dari globalisasi) yang membuat industri dalam negri tidak bisa bersaing apalagi UMKM, ibarat cacing melawan ular naga. Kebijakan pasar global menjadikan masyarakat negara konsumen hanya sebagai penjual dan pembeli saja bukan sebagai produsen. Daya kreatif masyarakat dihilangkan dan gaya hidup konsumtif tumbuh subur.

China (contoh negara industri yang sukses di kancah pasar global) sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri menghadapi era pasar global. Disana industri-industri tertata dengan rapi mulai dari industri khusus membuat barang KW 1, KW 2, KW 3 dst. Mereka tidak fokus membuat brand, mereka fokus membuat barang dengan berbagai varian kualitas dan harga. China mampu membuat barang yang bagus dengan harga yang bagus tetapi juga mampu membuat barang KW se KW-KWnya yang sesuai dengan budget konsumen.

Jadi jelas akar masalahnya adalah pasar global itu sendiri dan Indonesia telah masuk jebakan batman oligarki (segelintir orang/ korporasi yang menguasai kekayaan dunia). Dilaksakan bapak mati tidak dilaksanakan ibu mati. Melarang atau membatasi barang-barang impor masuk ke Indonesia artinya melanggar aturan pasar bebas dan tentu akan mendapat sanksi embargo. Sementara membiarkan barang-barang impor membanjiri pasar tentu akan mematikan industri dalam negri, terbukti dengan ditutupnya 6 pabrik tekstil yang membidani lahirnya 4.584 penggaguran baru.

Pada faktanya ada banyak hal yang berpengaruh terhadap aktivitas perdagangan hari ini, adanya pedagang bermodal besar yang menguasai pasar sehingga bisa melakukan monopoli hingga pengaturan pajak yang berbasis pada perusahaan secara fisik. Semua bermuara pada sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan hari ini, yang menguntungkan pihak pemilik modal besar. Jelas hal tersebut bertentangan dengan perintah Allah agar harta itu tidak beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Sebagaimana penggalan surah Al-Hasyr ayat 7

كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ

“Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”

Masalah perekonomian global hari ini tidak bisa diselesaikan dengan cara tambal sulam, harus diselesaikan mulai dari akarnya. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani memaparkan dalam bukunya Nidhomul Islam bagaimana negara Khilafah menjaga stabilitas perekonomian dalam negeri.

Perdagangan luar negeri berlaku menurut kewarganegaraan pedagang, bukan berdasarkan tempat asal komoditas. Pedagang kafir harbi dilarang mengadakan aktivitas perdagangan di negeri kita, kecuali dengan izin khusus untuk perdagangannya atau komoditasnya. Pedagang yang berasal dari negara yang terikat perjanjian diperlakukan sesuai dengan teks perjanjian antara kita dengan mereka. Pedagang yang termasuk rakyat negara tidak diperbolehkan mengekspor bahan-bahan yang diperlukan negara, termasuk bahan-bahan yang akan memperkuat musuh baik secara militer, industri maupun ekonomi. Pedagang tidak dilarang mengimpor harta atau barang yang sudah mereka miliki. Dikecualikan dari ketentuan ini adalah negara yang sedang terjadi peperangan secara riil maka diberlakukan hukum-hukum Darul Harb yang riil sedang memerangi negara dalam seluruh interaksi dengan negara itu baik dalam perdagangan maupun yang lain. (Taqiyuddin an-Nabhani, 1953: 206).

Selain itu dalam bingkai negara Khilafah diterapkan ekonomi islam yang tujuan tidak hanya sekedar mencari keuntungan tetapi juga mengejar ridho Allah SWT. Islam memiliki sistem ekonomi yang menjamin keadilan dalam aktivitas ekonomi bagi seluruh lapisan rakyat, juga melindungi pedagang dalam negeri dan pelaku usaha lainnya.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *