KTT COP 26: Benarkah Mampu Mengatasi Krisis Perubahan Iklim?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Andi Hasriyuli S.Pd (Aktivis Dakwah)

 

Sejumlah pemimpin dunia menghadiri KTT yang membahas perubahan iklim COP26 betempat di Glasgow, Skotlandia. mulai 31 Oktober hingga 12 November.

Apa itu COP26?

Sederhananya, COP26 adalah konferensi terkait iklim terbesar dan terpenting di planet ini sebagaimana dilansir dari situs web PBB. Pada 1992, PBB menyelenggarakan acara besar di Rio de Janeiro, Brasil, yang disebut Earth Summit. Dalam acara tersebut, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

Perubahan iklim telah berubah menjadi darurat global yang mengancam banyak jiwa dalam tiga dekade terakhir. Meskipun ada komitmen baru yang dibuat oleh negara-negara menjelang COP26, beberapa peneliti memprediksi kenaikan suhu global akan naik 2,7 derajat Celsius pada abad ini. Kenaikan suhu sebesar itu pada akhir abad ini akan menyebabkan kerusakan yang sangat masif di muka bumi dan mengakibatkan banyak bencana alam.

Sekjen PBB Antonio Guterres dengan blak-blakan menyebutnya sebagai bencana iklim, yang sudah dirasakan hingga tingkat yang mematikan di bagian paling rentan di dunia. Jutaan orang sudah mengungsi bahkan terbunuh oleh bencana yang diperburuk oleh perubahan iklim. Bagi Guterres dan ratusan ilmuwan di Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), ambang batas 1,5 derajat Celsius adalah satu-satunya jalan untuk mencegah kerusakan lebih parah di muka bumi. Jam terus berdetak dan untuk membatasi kenaikan, dunia perlu mengurangi separuh emisi gas rumah kaca dalam delapan tahun ke depan. Ini adalah tugas besar yang hanya dapat dilakukan jika para pemimpin yang menghadiri COP26 datang dengan rencana yang ambisius, terikat waktu, dan menghapus batu bara secara bertahap untuk mencapai nol emisi.

Ada banyak seruan, tetapi sedikit komitmen yang nyata. Begitulah pembicaraan G20 tentang isu perubahan iklim berakhir. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyebut bahwa pengumuman G20 hanyalah “kemajuan moderat.” Ia menyerukan tindakan yang lebih tegas oleh para peserta Konferensi Iklim PBB di Glasgow:

“Jika (pertemuan) Glasgow gagal, maka semua orang akan gagal. Perjanjian Paris akan runtuh pada hitungan pertama, satu-satunya mekanisme yang layak di dunia untuk memerangi perubahan iklim akan menghilang.

Kegagalan Sistem Kapitalisme dalam menangani Krisis Lingkungan.

Setelah beberapa dekade dijanjikan bahwa pemerintah negara dunia pertama akan bekerja sama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, menciptakan energi yang lebih bersih, air yang lebih bersih, dll. Akankah seperti yang baru-baru ini dikatakan Greta Thunberg, lebih banyak lagi. Celotehan datang dari para pemimpin dunia yang berkuasa. Kebenarannya adalah bahwa sistem dunia saat ini didasarkan pada kapitalisme dan sistem kapitalis tidak dirancang untuk bekerja demi kehidupan manusia yang lebih baik, apalagi untuk melindungi lingkungan. Kapitalisme tidak memandang pada apa yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan lingkungan, tetapi apa yang memberikan manfaat finansial paling besar bagi pemerintah, perusahaan, dan CEO serta para politisi yang dibayar untuk membuat undang-undang yang terbaik untuk kepentingan mereka.

Kebijakan lingkungan kapitalisme telah menciptakan ketidakseimbangan yang mencolok di dunia. Terdapat konsumsi berlebihan (over consumption) & pemborosan, sementara di sisi lain terdapat perampasan dan eksploitasi. Konsumsi berlebihan didorong oleh produksi barang-barang dengan harga rendah yang disokong oleh eksploitasi sumber daya alam serta tenaga kerja murah di negara berkembang. Eksploitasi yang eksis akibat penundukan negara berkembang ke dalam lingkaran setan konflik dan kekacauan. Ulah tangan manusia yang menyebabkan kelaparan, kemiskinan, pemindahan, pengrusakan kehidupan dan properti di negara berkembang merupakan sisi gelap sistem Kapitalis.

Energi ramah lingkungan atau energi hijau menjadi isu penting dunia di abad ini. Lingkungan hidup semakin rusak akibat industrialisasi yang digeber tanpa batas oleh kapitalisme. Sistem kapitalisme terus menggenjot produksi, demi keuntungan materi. Tak peduli alam makin rusak dan udara makin kotor sehingga berujung pada munculnya aneka penyakit. Sejarah perusakan alam secara masif telah dimulai sejak revolusi industri pada abad ke-17 dan 18 di Eropa. Selanjutnya, penggunaan bahan bakar fosil secara berlebihan telah mengakibatkan perubahan iklim dan pemanasan global. Sementara kesejahteraan ekonomi pada sebagian orang, telah menciptakan gaya hidup yang semakin abai terhadap lingkungan. Semua ini berdampak pada kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Masyarakat dunia didorong untuk beralih dari bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) kepada sumber energi terbarukan seperti panas bumi, surya, air, angin, dan nuklir. Namun kampanye energi hijau seolah basa-basi tanpa realisasi. Protol Kyoto memang telah diratifikasi lebih dari seratus negara. Namun energi hijau tetap mahal, tak terjangkau kantong khalayak. Ditambah industrialisasi yang terus digeber tanpa henti. Akhirnya udara yang segar bebas polusi tak kunjung kita nikmati. Apalagi negara kapitalis terbesar penghasil polusi yakni Amerika Serikat justru menolak meratifikasi protokol Kyoto. Sungguh ironis!

Krisis Iklim yang ramah Lingkungan Butuh Solusi Global “Sistem Islam Kaffah”

Kita butuh energi yang ramah lingkungan. Negara bertanggung jawab untuk menyediakannya bagi rakyat. Jika pemimpin mau memfasilitasi rakyat untuk menggunakan energi hijau, tentu rakyat akan sukarela menaatinya. Untuk mewujudkan hal ini butuh kepemimpinan yang bermental melayani rakyat. Bukan penguasa yang berwatak pengusaha. Selalu mencari untung dalam segala kebijakannya. Apalagi Allah SWT telah menganugerahkan potensi alam yang luar biasa bagi umat manusia. Indonesia diberkahi dengan banyak sumber energi terbarukan yang potensial. Menurut International Energi Agency, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan 75.000 megawatt tenaga air, 4,80-kilowatt jam per meter persegi per hari tenaga surya, 32.654 megawatt biomassa dan memiliki 40 persen cadangan panas bumi dunia dengan besaran 28.000 megawatt. Berbekal hal ini, Indonesia bisa mencukupi kebutuhan energi dalam negeri. Namun sayang, saat ini pemenuhan energi negeri ini 92% dari fosil dan hanya 8% energi terbarukan (mongabay.co.id, 29/12/2020).

Lambatnya pengembangan energi terbarukan disebabkan besarnya biaya yang dibutuhkan. Apalagi mayoritas komponennya impor, sehingga mahal. Lantas bagaimana solusi persoalan ini? Jelas permasalahan terkait energi ini akan selesai dengan solusi Islam, ditopang oleh sistem sahihnya yakni sistem Khilafah. Penerapan Islam akan mewujudkan rahmatan lil ‘alamin. Jadi, industrialisasi dalam Khilafah juga akan mewujudkan rahmat bagi semesta. Industri dalam Khilafah tidak merusak alam. Khilafah juga akan mengembangkan energi yang ramah lingkungan dengan dukungan dana dari pos fai’ wa kharaj, yakni bisa dari hasil pengelolaan kekayaan alam. Pengembangan energi hijau semaksimal mungkin mengoptimalkan kemampuan dalam negeri sehingga tidak tergantung pada impor komponen.

Hal ini bisa dilakukan karena negeri-negeri muslim punya banyak cendekiawan. Hanya saja mereka butuh dukungan sistem, baik terkait dana maupun kebijakan. Hasil dari pengembangan energi hijau bisa dijual murah pada rakyat. Bisa juga negara mengambil untung asalkan tidak memberatkan rakyat. Hasil keuntungan tersebut harus dikembalikan lagi bagi kesejahteraan rakyat.

Pada masa Khilafah, umat Islam memimpin kemajuan industri. Berbeda dengan sistem kapitalisme, gencarnya industri dalam Khilafah tidak merusak lingkungan. Bahkan para ilmuwan saat itu merancang teknologi yang membuat penggunaan energi efektif dan efisien. Banu Musa bersaudara (abad 9 M) dan al Jazari (abad 12) adalah orang-orang yang mewariskan mesin-mesin yang sangat inovatif, baik dalam penggunaan energi air maupun untuk pertambangan. Banu Musa (Muhammad bin Musa, Ahmad bin Musa, dan Hasan bin Musa) bersinergi menemukan desain lampu minyak yang tahan tiupan angin sehingga cocok dipakai di udara terbuka. Mereka juga membuat alat ventilasi dan mesin keruk yang dirancang secara cerdas dan dimuat dalam buku mereka “Kitab al-Hiyal”. Demikianlah gambaran Khilafah kelak yang akan mewujudkan energi hijau yang bisa diakses semua rakyat.

Satu-satunya cara untuk memecahkan masalah lingkungan global, masalah kemiskinan, dan masalah-masalah global lainnya adalah dengan menghilangkan dan membuang penyebab sebenarnya yang menimbulkan seluruh masalah tersebut. Caranya, yakni dengan penolakan secara global terhadap doktrin kapitalis yang tidak manusiawi dan masih mengendalikan nasib bangsa-bangsa dunia dengan mencari alternatif yang menjamin kebahagiaan dan ketenangan umat manusia.

Islam Kaffah menghadirkan sebuah alternatif kepada Anda, yaitu Islam, dengan ide dan metodenya. Islam adalah solusi untuk seluruh masalah dunia. Solusi politik, ekonomi, sosial, lingkungan, dan lainnya. Islam adalah satu-satunya solusi yang akan menyelamatkan dunia dari kezaliman dan kegelapan yang telah ditimpakan oleh sistem Kapitalis. Islam adalah alternatif yang akan menarik manusia dari penyembahan kepada manusia lainnya menjadi penyembahan/ibadah kepada Tuhan Pencipta umat manusia. Dan Islam akan menjauhkan manusia dari kezaliman berbagai doktrin dan cara hidup (Kapitalisme, dll) menuju keadilan Islam.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [QS. Al-Anbiyaa’ 21: 107].

Tidak diragukan lagi, perlindungan lingkungan, spesies-spesies hewan yang terancam punah, dll, hanya mungkin terjadi di bawah naungan Khilafah Rasyidah, ideologi ilahiah dan sistem politik ilahiah, yang terutama akan mengurus kehidupan manusia, mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran, kemudian mengurus tujuan-tujuan yang disebutkan di dalam apa yang mereka sebut “Perjanjian Paris”.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *