Krisis Moral Generasi Millenial

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Krisis Moral Generasi Millenial

Oleh: Rita Yusnita
(Aktivis Muslimah)

Anak adalah amanah yang dititipkan Tuhan kepada hambanya. Meski dalam agama anak bukan tujuan utama dalam suatu pernikahan, namun kehadirannya mampu melengkapi kebahagiaan hidup. Namun mirisnya, akhir-akhir ini banyak pasangan yang belum menikah tapi mempunyai anak. Dalam kondisi yang masih belia tentu saja mereka tidak mampu menanggungnya, hingga terjadilah penelantaran bayi dengan membuangnya.

Seperti yang terjadi di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dilansir Republika.com, Sabtu (08/04/2023), dari bulan Januari hingga April 2023 telah terjadi dua kasus pembuangan bayi. Satu dari korban adalah seorang balita yang saat ini sudah dikembalikan pada orang tuanya yang ternyata belum terikat pernikahan. Sedangkan seorang bayi yang dibuang dalam kardus, saat ini masih dalam penyelidikan kepolisian. Saat ini bayi tersebut mendapatkan perawatan intensif dari rumah sakit. Menurut Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA Rini Handayani, kasus di atas memberikan gambaran nyata masih adanya pengasuhan tidak layak anak di Indonesia. Karena itu KemenPPPA menilai perlu gerakan masif bersama agar kasus serupa tidak terjadi lagi.

Berbagai kalangan baik itu dari Pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, masyarakat, hingga keluarga harus bersinergi memberikan edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi calon orang tua. KemenPPPA juga telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DPPPA) provinsi Kalimantan Selatan, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Dan Anak (UPTD PPA) Kalimantan Selatan, Dan Dinas Sosial Kota Banjarmasin dengan tujuan untuk memberikan penanganan cepat dan pemenuhan hak korban.

Kasus pembuangan bayi oleh pasangan yang belum menikah bukan hal baru, begitu pun dengan penelantaran anak oleh orang tuanya sendiri. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penelantaran bayi baik oleh orang tua kandungnya maupun oleh pasangan yang belum menikah cenderung meningkat. Perbuatan tersebut dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat, dari kalangan atas, menengah, hingga kalangan bawah. Data ini sekaligus menunjukkan bahwa penelantaran balita tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi semata. (dataindonesia.com, 14/12/2022).

Definisi balita terlantar menurut Permensos No. 8 Tahun 2012 adalah seorang anak berusia Lima tahun ke bawah yang ditelantarkan orang tua dan/atau keluarga tidak mampu. Mereka tidak mendapatkan pengasuhan, perawatan, pembinaan, dan perlindungan, sehingga hak-hak dasarnya tidak terpenuhi serta dieksploitasi untuk tujuan tertentu.

Menyikapi beberapa fakta di atas, secara tidak langsung menunjukkan bahwa “perhatian” yang selama ini diberikan oleh pihak terkait, nyatanya belum mampu menjadi solusi. Tindakan yang diambil sebatas permukaan saja, tidak menyentuh dasar dari permasalahan tersebut. Bukan hanya mengurusi soal hasil perbuatan para pezina tapi seharusnya lebih kepada kenapa para remaja ini sampai melakukan hal tidak senonoh tersebut.

Remaja ialah usia menuju dewasa, artinya periode ini merupakan masa peralihan dari seorang anak sebelum menjadi dewasa. Dalam tahap ini, keingintahun mereka sangat besar. Hasrat ingin mencoba dan mengenal sesuatu adalah perasaan yang akan selalu ada dalam jiwa muda mereka. Maka ketika cara pandang hidup mereka jauh dari agama (sekuler) maka dapat dipastikan perbuatan mereka akan melanggar norma yang berlaku. Seperti awalnya pacaran hingga sampai melakukan hubungan layaknya suami istri padahal mereka tidak terikat pernikahan.

Lebih memprihatinkan kebebasan para remaja ini seolah dibiarkan oleh negara atas dasar kebebasan berperilaku dan hak azasi mereka. Banyak remaja terjerumus ke dalam seks bebas hingga berbondong-bondong mengajukan dispensasi menikah akibat hamil di luar nikah.
Masa remaja yang seharusnya diisi dengan prestasi, malah asik memuaskan syahwat tanpa batas. Krisis moral para generasi millenial sudah sangat mengkhawatirkan.

Hal tersebut tentu tidak bisa dianggap sepele. Akar permasalahan di atas hanya bisa dituntaskan dengan sistem Islam. Di mana semua aspek kehidupan diatur termasuk tata pergaulan laki-laki dan perempuan. Dalam syariat Islam, laki-laki dan perempuan tidak dibolehkan berkholwat (berduaan) dalam bentuk apapun. Seperti Sabda Rasulullah saw,

“Seorang pria tidak boleh berduaan saja dengan seorang wanita tanpa kehadiran mahramnya,” (HR. bukhari dan Muslim).

Begitupun dalam kehidupan umum, laki-laki dan perempuan diharuskan terpisah, mereka hanya boleh berinteraksi dalam hal berniaga atau jual beli, menuntut ilmu, dan berobat. Dalam pergaulan sehari-hari, baik pria maupun wanita diharuskan menundukkan pandangan mereka dan menjaga kesucian diri mereka. Allah SWT. berfirman,

“Katakanlah kepada kaum pria yang beriman bahwa mereka hendaknya menundukkan pandangan matanya dan memelihara kehormatan darinya. Itulah yang lebih bersih untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha waspada terhadap apa yang mereka lakukan. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman agar mereka menundukkan pandangan pula dan memelihara kesantunan mereka,” (QS an-Nur; 30-31).

Betapa mulianya ajaran Islam, aturannya mampu menyejahterakan dan memberikan rasa aman bagi seluruh umatnya. Akidah Islam sebagai asas kehidupan akan mampu mencegah terjadinya seks bebas dan timbulnya penelantaran anak.

Wallahu’alam Bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *