KORUPSI SUDAH MENJADI TRADISI DEMOKRASI

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

KORUPSI SUDAH MENJADI TRADISI DEMOKRASI

 

Oleh: Nurul Husni

Kontributor Suara Inqilabi

 

Korupsi dapat dikatakan sebagai budaya yang subur dilakukan di Indonesia. Dilansir dari databoks.co.id bahwasannya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100 pada tahun 2022. Skala 0 merupakan korupsi tinggi dan skala 100 merupakan tingkat korupsi rendah. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai persepsi maka semakin rendah korupsi yang terjadi di Negara tersebut. Adapun Indonesia di sebut sebagai Negara terkorup ke-5 di Asia Tenggara.

Direktur utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan. Tim penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan penahan terhadap Destiawan yang baru terpilih kembali menjadi direktur utama PT Waskita Karya pada Februari silam. Destiawan memiliki jumlah kekayaan pribadi yang dapat terbilang fantastis yang mana mencapai 27 Miliar (Katadata.co.id, RepublikaNews, CNNIndonesia.com).

Komisi pemberatasan Korupsi (KPK) didirikan untuk memberantas korupsi yang merajalela di negeri ini, namun tetap saja gagal untuk melakukannya. Mengapa demikian? Bukankah seharusnya KPK yang di naungi langsung oleh negara mampu untuk melakukannya?

Setelah diperhatikan dengan seksama ada beberapa hal yang mendorong hal ini terus terjadi diantaranya yaitu:

• Kebanyakan manusia menjadikan harta dan materi sebagai kebahagiaan sehingga tak lagi menjadikan agama sebagai tolak ukur perbuatan

• Hukum-hukum yang di terapkan terhadap pelaku tindak pidana tidak tegas, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Bahkan pada masa sekarang telah lumrah dikenal sebutan hotel penjara, yang mana ini merupakan penjara bagi mereka yang kaya dan memiliki kekuasaan.

• Selain dua aspek di atas, adapula lingkungan yang mendukung terhadap perbuatan tersebut. Seperti polisi yang dengan mudahnya mau menerima suap dan sejenisnya.

• Kapitalis sekuler telah mengakar di tengah-tengah masyarakat sehingga lahirlah orang-orang yang rakus kekuasaan, tamak akan harta dan berpikiran bebas. Untuk mencapai semua yang diinginkan, mereka rela melakukan semua cara baik yang Allah Ridhoi maupun tidak.

Maka, di tengah sistem politik yang mahal ini (demokrasi), yang mana menjadikan harta sebagai tolak ukur seseorang berkuasa atau tidak, telah menjadikan masyarakat yang hidup di dalamya berlaku sesuai aturan main yang ada pula. Lantas bukankah wajar apabila korupsi dan permasalahan lain yang serupa membudaya di Indonesia?

Pemaparan di atas adalah bukti bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Negeri ini membutuhkan solusi permasalahan yang akan menghantarkan kepada kebangkitan yang hakiki. Hanya dengan menerapkan aturan Allah mampu membawa pada kebangkitan. Islam adalah agama yang sempurna. Islam mengatur kehidupan dari permasalah pokok hingga ke batang, dahan dan akarnya. Sebelum timbul suatu masalah Islam telah menghadirkan solusinya dan telah menjelaskan pencegahannya.

Dalam Islam untuk mencegah kasus korupsi dapat dilakukan dengan beberapa hal:

Pertama, mengokohkan keimanan para penguasa. Para penguasa yang berkuasa mestinya adalah orang-orang yang berkuasa karena dorongan keimanan yang mana mereka memahami bahwa segala sesuatu akan di mintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Pada masa khulafaurrasyidin yakni Sayyidina Umar RA, tatkala beliau diangkat menjadi khalifah pemimpin umat, beilau mengucapkan “innalillahi wa inna ilaihi raaji’un”. Ini menjelaskan kepada kita bahwasannya menjadi pemimpin bukanlah tentang paling berkuasa namun tentang pertanggung jawaban di hadapan Allah.

Pada masa ke khalifahan Umar bin Khattab, beliau senatiasa mencatat harta kekayaan para pejabatya sebelum dan sesudah menjabat. Apabila harta tersebut tidak lagi sesuai setelah pejbat tersebut selesai dari masa jabatannya maka akan dimintai pertanggung jawaban.

Dapat dilihat bahwasannya penguasa dalam Islam adalah orang-orang yang berkualitas bukan orang-orang yang berharta dan bermodal saja.

Kedua, harus ada kontrol sosial di tengah-tengah masyarakat dengan menciptkan masyarakat yang satu pemikiran, perasaan dan peraturannya. Sehingga menjamin individu yang bertakwa, yang senantiasa melakukan amar ma’ruf.

Ketiga, negara harus memberi sanksi yang tegas terhadap setiap tindak pidana yang bersifat zawajir (memberi efek jera) dan jawabir (penebus dosa). Dengan adanya sistem sanksi Islam yang berasal dari Allah telah terbukti selama 13 abad berdiri dan berkuasa Negara Islam, berbagai tindak pidana berhasil di tangani oleh negara.

Keempat, terkait kasus pidana korupsi putusan qodhi (hakim) yang akan memberikan hukumannya.

Demikianlah Allah telah, mengatur secara rinci di dalam ajaran Islam terkait seluruh problematika umat. Oleh karena itu memperjuangkan penerapan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan akan menghantarkan kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan bermartabat.

Wallahu a’lam bish shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *