Korupsi Minyak Goreng, Kolaborasi Oligarki Dan Pejabat Negeri

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Korupsi Minyak Goreng, Kolaborasi Oligarki Dan Pejabat Negeri

Oleh Vikhabie Yolanda Muslim

Kontributor Suara Inqilabi 

Masih ingatkah dengan kasus kisruhnya perkara minyak goreng tahun 2022 yang lalu? Kisruh yang berbuntut panjang itu kini kembali ke permukaan dengan ditetapkannya 3 perusahaan sawit sebagai tersangka atas perkara tindak pidana korupsi minyak goreng. Sebelumnya, telah ditetapkan 5 terdakwa korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan turunannya pada Januari 2021 sampai Maret 2022 (cnbcindonesia.com, 15/6/2023).

Perkara ini telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat Kasasi. Hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana saat jumpa pers perkembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi BAKTI Kominfo dan Minyak Goreng di Jakarta,15 Juni 2023.

Lima orang terdakwa telah dijatuhi hukuman pidana penjara 5-8 tahun. Kelima orang tersebut adalah terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana (Pejabat Eselon I Kemendag), terdakwa Pierre Togar Sitanggang (General Manager di Bagian General Affair Musim Mas), terdakwa Dr Master Parulian Tumanggor (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia), terdakwa Stanley Ma (Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group), dan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (pihak swasta yang diperbantukan di Kemendag) (cnbcindonesia.com, 15/6/2023).

Dalam putusan perkara ini, terdapat satu hal yang sangat penting dan menarik. Majelis Hakim memandang perbuatan terpidana merupakan aksi korporasi.

Padahal kasus korupsi minyak goreng ini sejatinya sudah terjadi sejak lama. Namun penetapan tersangka baru diumumkan belum lama ini. Bahkan saat terkuaknya kasus ini yang ternyata melibatkan perusahaan besar dan sejumlah pejabat. Fakta tersebut tentu menjadi bukti kesekian kalinya betapa bobroknya pejabat dan jahatnya penguasa oligarki dalam sistem demokrasi kapitalisme.

Faktanya, budaya korupsi memang sudah menjadi penyakit kronis demokrasi. Sebab, sistem politik ini memang membutuhkan modal besar untuk berkuasa. Modal ini pastinya bukan berasal dari kantong pribadi melainkan dari para korporasi yang memiliki modal besar.

Maka ketika calon pejabat ini berkuasa, mereka akan mencari cara untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan. Juga dengan para korporasi, mereka tentu meminta timbal balik karena sudah menginvestasikan kekayaannya untuk para pejabat tersebut. Disinilah pintu gerbang korupsi dan permainan oligarki terbuka lebar. Mereka akan saling bekerja sama untuk memudahkan kepentingan masing-masing.

Kasus korupsi yang sudah menjadi penyakit kronis dan mendarah daging, tidak akan pernah bisa dihentikan kecuali dengan sistem pemerintahan yang asasnya shahih yakni sistem pemerintahan Islam. Sistem ini berdiri di atas akidah Islam dan menjadikan hukum syariat sebagai sumber kebijakan. Dari asas ini Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Asy-syakhsiyah juz 2 halaman 95 memberikan tiga indikator kriteria penting yang harus dimiliki seorang pejabat. Yakni al-quwwah (kekuatan), at-taqwa (ketakwaan), dan al-rifq bi ar-ra’iyah (lembut terhadap rakyat dan tidak menyakiti hati).

Yang pertama yakni Al-quwwah (kekuatan) bermakna kuat secara aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap), sehingga seorang pemimpin itu bisa melahirkan kebijakan yang benar sesuai syariat dan tidak tergesa-gesa. Juga tidak emosional dalam memutuskan sebuah perkara.

Kedua, kriteria at-taqwa (ketakwaan) akan menjadikan para stake holder dalam pemerintahan akan diisi oleh para pejabat yang amanah terhadap tugasnya dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan Allah kelak di hari kiamat.

Kemudian kriteria ketiga yakni al-rifq bi ar-ra’iyah yang bermakna lembut terhadap rakyat dan tidak menyakitkan hati, kriteria ini akan menjadikan para pejabat akan makin dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya. Dengan kriteria ini, pihak-pihak yang mengurusi urusan rakyat adalah orang-orang terpercaya dan bekerja hanya untuk kepentingan rakyat dan juga kaum muslimin.

Meski sistem dan para pejabatnya disuasanakan baik sesuai dengan porsinya. Islam tidak menafikan bisa jadi ada oknum yang masih berpeluang melanggar aturan. Oleh karenanya, di dalam sistem pemerintahan islam akan dibentuk dewan keuangan untuk mengawasi jumlah harta para pejabat agar jumlahnya sesuai dengan yang seharusnya.

Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al-amwal fi Daulah Khilafah, menyebutkan untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). secara teknis BPK ini akan melakukan pembuktian terbalik untuk menyelidiki pejabat yang diduga melakukan korupsi.

Pembuktian terbalik ialah mencatat harta kekayaan diawal dan diakhir jabatannya. Bila ada kenaikan harta yang tidak wajar dan yang bersangkutan tidak dapat menjelaskan sumber harta tersebut, maka kelebihan harta tersebut dihukumi sebagai harta ghulul yang akan dimasukkan ke dalam pos kepemilikan negara (baitul mal). Serta pelakunya akan dikenai sanksi ta’zir oleh negara.

Cara inilah yang dilakukan oleh Umar Bin Khattab semasa beliau menjadi kepala negara (khalifah). Pembuktian terbalik ini tentu sangat efektif dan mekanismenya tidak berbelit, sehingga kasus korupsi akan mudah terlidentifikasi. Selain itu korporasi dalam pemerintahan Islam tidak seperti korporasi sistem kapitalisme yang mereka bisa bekerjasama dengan penguasa dan menguasai sumber daya alam.

Adapun korporasi dalam sistem pemerintahan Islam adalah mitra untuk melayani kebutuhan masyarakat. Mereka tidak diperbolehkan menguasai sumber daya alam dan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Jika mereka berbuat kecurangan dan merugikan negara seperti melakukan korupsi, monopoli, penimbunan dan sejenisnya, negara juga akan menindak korporasi yang korupsi ini dengan memberikan sanksi ta’zir.

Seperti inilah negara dalam sistem pemerintahan Islam berusaha untuk menumpas kecurangan baik di tingkat sistem pemerintahan, pejabat, dan korporasi. Alhasil, kehidupan masyarakat menjadi tenteram dan sejahtera sehingga bisa menikmati minyak goreng dengan harga terjangkau karena tidak ada lagi permainan monopol korporasi maupun oligarki.

 

Wallahu’alam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *