KORUPSI KIAN MARAK, KAPAN NEGARA BERGERAK?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

KORUPSI KIAN MARAK, KAPAN NEGARA BERGERAK?

Oleh Mesliani

(Aktifis Dakwah Muslimah Wonosari)

Nama Syahrul memang tengah menjadi sorotan terkait kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Sinyal dugaan keterlibatan Syahrul dalam kasus rasuah ini semakin menguat ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Syahrul dan kantor Kementan. Tim penyidik KPK menemukan sejumlah dokumen, uang senilai miliaran rupiah, dan 12 pucuk senjata api. Setelah itu, rumah pribadi Syahrul di Makassar, Sulawesi Selatan, juga ikut digeledah pada Rabu, (4/10/2023). Tim penyidik KPK menyita satu mobil merek Audi A6 dan sejumlah dokumen dari rumah pribadi Syahrul.

Jika menengok ke belakang, menteri di Era Presiden Joko Widodo yang masuk dalam pusaran korupsi tidak hanya Syahrul Yasin Limpo.

Belum lama ini mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate juga telah didakwa merugikan keuangan negara lebih dari Rp 8 triliun terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022.

Masih banyak lagi deretan nama-nama tidak hanya para menteri namun para pejabat lainnya yang tersandung dalam kasus korupsi jika kita telusuri lebih jauh dan dalam lagi sehingga menambah daftar panjang pelaku korupsi yang ditangkap KPK selama ini di sistem demokrasi kapitalisme .Semua menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di negeri ini hanya ilusi dan isapan jempol belaka . Mengapa karena adanya pembentukan KPK nyatanya tak mampu menghentikan laju perkembangan tindak korupsi .

Korupsi sesuatu perkara yang mudah dilakukan karena dalam demokrasi memberikan peluang begitu besar adanya kebebasan dalam bertingkah laku untuk melakukannya sehingga korupsi suatu keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme sekuler .

Fenomena maraknya kasus korupsi seakan telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang politik sistem demokrasi hari ini. Korupsi telah menjadi penyakit sebagian besar demokrasi yang sudah mengakar dari strukturnya. Birokrasi dan jabatan seakan memberikan ruang kenyamanan dan peluang “lahan basah” untuk bebas melakukan apapun yang di inginkan demi eksistensi diri, sekalipun harus mnggadaikan harga diri terhadap amanah yang telah dikhianati.

Tingkah polah para elit politik di negeri ini mengisyaratkan mental korup yang sulit dihilangkan. Saat tersangka sudah ditangkap, dihukum dan dipenjara tidak pula menimbulkan efek jera, bahkan yang terjadi justru praktik korupsi tersebut malah semakin menggurita. Sosok pemimpin yang sangat diharapkan mampu membawa perubahan kebaikan, pada akhirnya fakta lah yang harus bicara, rakyatlah yang selalu dikecewakan dengan manisnya slogan dan jargon-jargon yang mereka ucapkan.

Sejatinya, kekuasaan dalam islam bukan tujuan tapi hanya sebuah amanah yang harus dijalankan untuk menerapkan aturan-aturan dari Allah SWT, agar kehidupan manusia selalu diliputi dengan suasana keimanan. Jika ingin menjadi pemimpin tapi pijakan utamanya adalah sekularisme (Pemisahan agama dalam kehidupan) maka yang terjadi hanyalah sebuah kebinasaan. Karena, bagi seorang pemimpin ketakwaan adalah mutlak bukan sekedar slogan.

Sistem demokrasi yang menganut paham sekuler-kapitalis, standar baik buruk dan terpuji tercela sangat ditentukan oleh rasa manusia, benar salah hanya berdasarkan hawa nafsu. Tujuan mulia dibalik kursi jabatan dan kekuasaan yang katanya ingin bekerja demi rakyat terkadang harus terkotori oleh egoisme pribadi dan golongan.

Korupsi tentu saja sangat merugikan keuangan negara. Di samping itu, korupsi yang biasanya diiringi dengan kolusi, juga membuat keputusan yang diambil oleh pejabat negara menjadi tidak optimal. Korupsi juga makin menambah kesenjangan akibat memburuknya distribusi kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah demikian nyata, maka korupsi makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat.

Solusi Islam Berantas Tuntas Korupsi

Sudah ada niat Pemerintah yang cukup besar untuk mengatasi korupsi. Bahkan telah dibuat satu Tap MPR khusus tentang pemberantasan KKN, tapi mengapa tidak kunjung berhasil? Penanganan korupsi tidak dilakukan secara komprehensif, setengah hati, dan tidak sungguh-sungguh. Ini terlihat dari tak adanya keteladanan dari pemimpin dan lemahnya pengungkapan kejahatan korupsi sementara masyarakat tahu bahwa korupsi terjadi di mana-mana.

Di dalam Islam tegas mengharamkan korupsi dalam bentuk apapun. Maka, Fenomena korupsi yang terus menggurita, hanya bisa diberantas tuntas dengan sistem Islam, ada beberapa upaya yang harus dilakukan. Pertama, dengan sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Karena para birokrat tetaplah manusia biasa.

Kedua. Larangan menerima suap dan hadiah . Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu , yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah. Dalam Kitab Musnad Ad-Darimi

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Isa telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ayyasy dari Yahya bin Sa’id dari Urwah bin Az Zubair dari Abu Humaid As Sa’idi bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “hadiah bagi para kuli adalah ghulul (hasil ghanimah yang diambil secara sembunyi-senmbunyi sebelum pembagiannya).”

Disebutkan dalam Shahih Ibn Hibban :

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ‘Affan telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah berkata; telah menceritakan kepada kami Umar bin Abu Salamah dari bapaknya dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Allah melaknat orang yang menyuap dan yang disuap dalam hukum.”

Ketiga, perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat curang.

Keempat, teladan pemimpin yaitu Rasulullah Saw. Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah dan takut hanya kepada Allah SWT ketika melakukan penyimpangan, karena meski ia bisa melakukan kolusi dengan pejabat lain untuk menutup kejahatannya, Allah SWT pasti melihat semuanya dan di akhirat pasti akan dimintai pertanggungjawaban.

Kelima, hukuman yang tegas dan setimpal. Agar orang takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya, bila ditetapkan hukuman yang berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas koruptor diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi. Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pembeitahuan ke publik, penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati.

Keenam, pengawasan masyarakat ( Amar makruf nahi mungkar ) Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Seperti itulah mekanisme didalam Islam dalam mberantas korupsi. Insyaallah dengan diterapkan nya Islam secara sempurna ketenangan kenyamanan dan kesejahteraan yang akan kita dapat.

Wallahu’alam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *