Kontroversi Sunat Pidana Korupsi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Tsani Tsabita Farouq (Aktivis Dakwah)

 

Membicarakan permasalahan korupsi di negeri ini memang tiada habisnya. Pasalnya, hingga hari ini belum ada tanda tanda negeri ini terbebas dari korupsi. Belum lagi drama hukuman para pelaku korupsi tidak memberikan efek jera sama sekali seperti apa yg diputuskan pada jaksa Pinangki Sirna Malasari baru-baru ini.

 

Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjadi sorotan publik setelah menyunat hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara. Padahal Pinangki sebagai aparat penegak hukum menjadi makelar kasus (markus) dengan terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang. (news.detik.com, 20/06/2021)

 

Adilkah vonis itu?

 

Keputusan ini sudah jelas tidak adil, sekaligus membuktikan lemahnya sanksi hukum sistem kapitalis sekuler dalam menindak perilaku kriminal di negeri ini.

 

Pada dasarnya ideologi kapitalis menetapkan hukum di tangan manusia bukan dari Allah Swt. Dan ini merupakan satu-satunya penyebab yang menjadi biang kerusakan di negeri ini, termasuk maraknya kasus korupsi.

 

Maka langkah paling utama dan paling penting yang wajib dilakukan adalah menghapuskan pemberlakuan ideologi kapitalis itu sendiri dan beralih kepada sistem Islam.

 

Allah Swt. berfirman:

 

مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

 

“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (QS. An-Nisa : 123)

 

Islam melarang keras tindakan suap-menyuap, terutama bagi penguasa, pejabat dan para penegak hukum. Oleh sebab itu, Islam serta-merta merinci petunjuk pelaksanaan agar tindakan tidak terpuji tersebut dapat diberantas tuntas.

 

Kenyataan historis membuktikan sejak berdirinya Daulah Khilafah hingga runtuhnya pada 3 Maret 1924. Pada dasarnya hukum Allah Swt. tetap dijalankan, meskipun pemberlakuannya tidak lagi merata di seluruh wilayah kekhilafahan menjelang keruntuhannya.

 

Penerapan hukum ini meminimalisasi kejahatan yang terjadi pada rentang waktu yang demikian panjang. Tercatat bahwa selama lebih 13 abad diterapkannya hukum Allah Swt. hanya sekitar dua ratus kasus yang terjadi.

 

Hal ini menjelaskan bahwa hukum Allah Swt. berfungsi sebagai pemberi efek jera bagi yang belum melakukan, dan menjadi penebus dosa bagi yang sudah melakukan tindakan kriminalitas. (Al Anshari, 2006:287; Zallum, 2002)

 

Maka, adalah sebuah kewajiban untuk menerapkan hukum Islam sebagai aturan dalam setiap lini kehidupan. Agar tercipta suasana masyarakat yang islami, dengan menyandarkan tujuan kehidupan dalam rangka meraih ridha Ilahi.

 

Wallahu’alam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *